Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Mohon Doa! Umat Kristen di Mesir Terancam Dilarang Mendirikan Gedung Gereja, jika Kandidat dari Fundamentalis Islam menjadi Presiden.
KAIRO (MESIR) - Umat Kristen di Mesir menyatakan kekhawatiran mereka atas nasib Gereja di negara itu, diantaranya peningkatan pengianiayaan dan aksi-aksi diskriminasi oleh mayoritas muslim di negara itu, terutama pelarangan pendiran gedung gereja, jika para kandidat dari kelompok fundamentalis Islam, memenangkan pemilihan Presiden.
Kelompok Islam fundamental yang mengaku moderat, Ikwanul Muslim (Muslim Brotherhood) misalnya beberapa waktu lalu dalam kampanye partai mereka mengungkapkan akan membuat peraturan yang membatasi dan melarang pendirian gedung gereja dan rumah ibadah umat Kristen sebagai agenda utama mereka dalam setahun kedepan, guna mengambil hati kelompok muslim di negara itu.
Para kandidat yang getol menyerukan akan meng'islam'kan Mesir, antara lain Abdul Moneim Aboul Fotouh, seorang mantan pemimpin utama di Ikhwanul Muslim; Hazem Abu Ismail dari kelompok Salafi; dan Khairat Al-Shater pemimpin Ikwanul Muslim, yang pada April lalu dengan gamblang menyatakan Sharia Islam sebagai hukum utama di negara piramida itu.
Sementara itu, umat Kristen mengharapkan Ahmed Shafiq, kandidat independen yang merupakan bekas perdana menteri Mesir era Presiden Hosni Mubarak, dapat menjadi tumpuan akhir dari usainya peraturan diskriminatif di negara itu.
Peraturan pembangunan gedung Gereja di Mesir telah menjadi subjek debat penuh kebencian diantara umat Kristen dan muslim di negara itu. Sebuah undang-undang kontroversial yang lahir pada masa pergolakan ratusan tahun silam menyatakan secara tersirat, perbaikan gedung gereja dipersulit dengan berbagai persyaratan penuh diskriminasi, termasuk surat ijin langsung dari kepala negara, sedangkan untuk membangun sebuah masjid baru, kaum muslim malah dibantu oleh pemerintah.
Kurt J. Werthmuller, seorang peneliti di Hudson Institute's Center for Religious Freedom, kepada Christian Post melalui email, peraturan tersebut berasal dari abad ke 19, saat Mesir masih berada dalam pergolakan dengan Eropa, yang menimbulkan sentimen anti Kristen.
Sayangnya, peraturan diskriminatif itu bukannya hilang malah semakin dikembangkan, "dalam konteks Mesir masa kini, hal ini berarti umat Kristen diharuskan untuk memberikan sebuah pernyataan permohonan kepada presiden, hanya untuk membuat sebuah gedung gereja baru, sedang untuk memperluas, merenovasi atau hanya melakukan perbaikan kecil, adalah hal yang berbeda [membuat lagi petisi yang berbeda]," ujar Werthmuller.
Terkait hal itu, pada tahun 2005, mantan Presiden Mubarak, membuat peraturan dengan mengeluarkan dekrit presiden yang memberikan ijin pendirian gedung gereja melalui gubernur wilayah, sehingga umat Kristen tidak perlu repot-repot ke Kairo.
"Ini artinya," ungkap Werthmuller , "jika seorang pendeta disebuah desa harus memperbaiki sebuah toilet yang rusak atau retakan di gedung gereja, ia diharuskan meminta ijin kepada pemerintah wilayah (pemerintah provinsi). Kemudian, ia diharuskan mengikuti berbagai labirin administrasi dan birokrasi korup, dan sering sekali para pendeta ini dengan mudah 'dikalahkan' dalam permohonan ijin itu." (ChristianPost/TimPPGI)
diskriminasi
islamisasi
kairo
luar negeri
mesir
mohon doa
pelarangan pendirian gereja
tekanan kepada umat Kristen