Friday 4 May 2012

Friday, May 04, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Pastor Mikel Keraf : Vonis Penjara Tiga Petani adalah Kriminalisasi.
WAIKABUBAK (NTT) - Tiga petani yang juga tokoh masyarakat Desa Praikaroku, Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT) divonis 9 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Waikabubak, Sumba Tengah kemarin.

Umbu Mehang, Umbu Janji, dan Umbu Pendigara dihukum karena didakwa membakar mesin perusahan tambang emas PT Fathi Resources, yang saham mayoritasnya dimiliki oleh Hillgrove Resources Ltd dari Australia.

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan dalam sidang sebelumnya, 4 April yakni 18 bulan penjara. Hal ini terjadi tak lepas dari menguatnya aksi protes petani selama proses peradilan.

Namun, seorang imam yang ikut mendampingi ketiga petani tersebut selama proses pengadilan membantah jika tiga petani itu adalah pelaku pembakaran mesin PT Fathi Resources.

“Mereka telah dikriminalisasi oleh PT Fathi Resources dan polisi”, kata Pastor Mikel Keraf CSsR, Kordinator Komunitas Peduli Martabat Tanah Sumba.

Ia menjelaskan, kasus pembakaran mesin perusahan PT Fathi Resources terjadi pada 6 April 2011 ketika perusahan tersebut melakukan pengeboran di lokasi pengembalaan ternak dan dekat wilayah yang dikelola para petani.

“Ketiga petani tidak berada di tempat ketika pembakaran mesin terjadi. Namun, kemudian polisi langsung menuduh mereka yang adalah tokoh masyarakat Desa Prakaroku sebagai pelaku. Padahal, hingga kini polisi belum tahu pasti siapa pelaku sebenarnya. Sejak bulan April sampai November mereka dikenakan wajib lapor. Dan, pada 6 Desember 2011 mereka langsung ditahan”, jelas Pastor Mikel.

Menurutnya, ketiga petani tersebut adalah tumbal. “Polisi langsung mencap mereka sebagai provokator tanpa bukti yang jelas”.

Sementara itu, Herry Naif, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Wilayah NTT menjelaskan, peristiwa pembakaran mesin PT Fathi Resources merupakan ungkapan penolakan warga terhadap kehadiran pertambangan di daerah mereka.

“Mereka berjuang mempertahankan hak-hak mereka atas tanah dan lingkungan hidup yang sehat dari ekspansi pertambangan yang akan berdampak buruk bagi lingkungan dan kehidupan warga” tegasnya kemarin.

Herry menjelaskan, berdasarkan data Walhi NTT, PT Fathi Resources masuk ke Sumba pada tahun 2007 dan mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) No 344/kep/hk/2007 dengan luas areal 364.500 hektar.

“Sejak awal masyarakat menolak kehadiran perusahan ini. Namun, upaya untuk mengusirnya sangat sulit karena mereka sudah mendapat izin resmi dari pemerintah”, tegas Herry.

Herry menambahkan, aksi penolakan telah dilakukan secara formal dengan cara melayangkan surat protes kepada pemerintah juga melakukan aksi unjuk rasa.

”Namun, pihak perusahaan dan pemerintah daerah tidak merespon”, jelasnya. (UCAN Indonesia)