Gereja terbesar di negara Matahari Terbit itu mengungkapkan, peristiwa yang mengakibatkan rusaknya reaktor nuklir di PLTN Fukushima telah mengancam kehidupan manusia dengan tercemarnya kandungan radioaktif yang sangat besar dan menjangkau wilayah yang luas. Sehingga mengungkapkan betapa luar biasa besar bahaya yang terjadi dari kecelakaan itu.
“Tidak terlalu berlebihan jika ini dianggap sebagai peringatan dari Tuhan kepada kita semua yang telah mengalami penderitaan dari bom nuklir, kita telah gagal menggunakan pengetahuan kita tentang tenaga nuklir dan dampak radiasi,” tulis pernyataan sikap yang dipublikasikan Anglican Communion News Service pada Jumat (29/06/2012).
Sembari mengutip pernyataan Uskup Jepang, pada 11 Maret 2012, saat peringatan setahun Tsunami Jepang, yang mengatakan. “Kami telah menikmati kenyamanan hidup material dengan memperbolehkan pembangunan pembangkit tenaga nuklir di berbagai wilayan di negeri ini demi memungkinkan penggunaan listrik.”
Tsunami besar, ujar Uskup “telah meluluh lantahkan mitos ‘nyamannya tenaga nuklir dibawah pengawasan dan pemakaian yang penuh dari energi nuklir’. Kami menyerukan adanya perubahan peraturan energi Jepang yang saat ini bergantung hanya pada energi nuklir. Kami juga dengan tegas menyerukan kepada semua orang untuk mengubah cara hidup kita.”
Pernyataan sikap itu juga menyatakan bahwa warga pribumi di luar neger telah menjadi korban radiasi dari penggalian dan pengayakan uranium. Sedangkan keluarga dari para pekerja pengawas reaktor nuklir pun sering menjadi korban.
Sedangkan di mata militer, penggunaan plutonium yang besar hasil dari reaktor nuklir dapat digunakan sebagai materi dari senjata nuklir. Selain itu reaktor nuklir menjadi sasaran mudah dari penyerangan pada saat-saat perang dan konflik.
Tenaga Nuklir Hancurkan Ciptaan Tuhan
Berlawanan dengan apa yang Tuhan perintahkan pada kitab Kejadian, tenaga nuklir telah menghancurkan natur manusia diluar dari batas yang ditentukan Tuhan dengan penciptaan senjata nuklir melalui pengayaan uranium 235.
Dibalik sebutan sebagai sumber energi terbersih, tenaga nuklir ternyata menggunakan sejumlah besar minyak fosil dalam proses pengayaan uranium dan dalam pengelolaan pembangkit listrik, yang mengeluarkan limpahan karbon dioksida dan sejumlah besar panas yang harus dihangatkan melalui air pendingin.
Selain itu, limpahan limbah radioaktif akan meluber pada suatu waktu pada generasi berikutnya, dan limbah tersebut tidak dapat dibuang ataupun didaur ulang, dan kira sangat bertanggung jawab atas hal ini. Sedangkan pada krisis nuklir di Fukushima, warga di sekitar kota mendapat berbagai masalah, mulai dari hilangnya pekerjaan, keluarga, harta, kesehatan hingga jiwa.
“Berdasarkan refleksi ini,” imbuh NSKK, “kami, umat Anglikan di Jepang percaya bahwa yang pertama dan terutama adalah berdoa kepada mereka yang terancam [trauma] dengan kecelakaan nuklir, demikian pula dengan seluruh warga di dunia. Dan sebagai umat Kristen pengikut Yesus Kristus, kami harus berbicara dikhalayak umum melawan [pengaktifan] tenaga nuklir.”
Dengan mengharapkan pemerintah Jepang agar bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi dari kecelakaan nuklir ini, serta melarang pemerintah Jepang agar menerapkan pendirian reaktor nuklir di negara lain, sepeti yang direncanakan beberapa tahun terakhir.
Kami juga meminta adanya kenversi pengaturan energi dari tenaga nuklir menjadi tenaga alternatif yang alami. Dan mengajak semua orang utuk merubah gaya hidup dari mencari kenyamanan melalui tenaga nuklir menjadi lebih prihatin atas mereka yang menderita dan bersama umat antar denominasi lainnya dalam doa dan membagi kasih. (ACO/TimPPGI)