Thursday, 12 July 2012

Thursday, July 12, 2012
2
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Mohon Doa! Pengakuan Gereja Betlehem Sebagai Warisan Dunia, Hanya Permainan Politik Palestina.
BETLEHEM (PALESTINA) - Nampaknya tidak ada yang salah dalam pengakuan UNESCO baru-baru ini terhadap Gereja Kelahiran Yesus Kristus Betlehem sebagai warisan dunia pertama milik Palestina, jika merujuknya sebagai bagian dari pengakuan dunia terhadap keberadaan umat Kristen di Palestina.

Selain itu beberapa beberapa komunitas internasional termasuk Gereja Katolik dan Gereja Injili menyambut hal ini dengan tangan terbuka. Sedangkan pemerintah Palestina menyatakan hal itu sebagai bentuk 'toleransi' muslim terhadap umat Kristen di Palestina.

Sayangnya, dibalik keluguan umat Kristen menyambut pengakuan yang diklaim sebagai toleransi yang merupakan klaim sepihak yang dipropagandakan pemerintah Palestina, kelompok Hamas di Gaza dan komunitas muslim dunia. Ada sebuah kenyataan yang sengaja ditutupi oleh Palestina dan dan negara-negara Islam yang sebenarnya berlawanan dengan apa yang sebenarnya dialami umat Kristen di negara itu.

'Zionis Kristen' adalah istilah sehari-hari muslim Palestina kepada umat Kristen yang berjumlah sekitar  38,000 jiwa atau dari populasi penduduk asli Palestina. Mayoritas berdiam di wilayah Tepi Barat, 3,000 lainnya berada di Jalur Gaza.

Selain ucapan pelecehan itu, ada juga aksi-aksi pendudukan pada beberapa kota di Tepi Barat yang awalnya dimiliki oleh umat Kristen seperti Hebron, Jenin, Aboud dan Nablus kini menjadi daerah 90 persen Islam dengan gedung-gedung gereja tua-nya yang dijadikan objek wisata semata guna meraup keuntungan.

Sedangkan di daerah pedesaannya, umat Kristen dan Yahudi yang masih bertahan diberikan pajak jizya yang memberatkan. Pendudukan  paksa ini terjadi semenjak serangan Intifada pertama pada tahun 1993 dan berlanjut pada Intifada ke dua pada tahun 2000.

Dhimisasi umat Kristen di Palestina
Sebagai satu-satunya wilayah di Palestina dengan mayoritas umat Kristen, Betlehem dan beberapa kota disekitarnya menjadi basis pertahanan terakhir umat Kristen Palestina yang secara resmi telah menjadi kaum dhimmi oleh pemerintah Palestina yang menyatakan hukum sharia sebagai satu-satunya sumber hukum negara itu.

Salah satunya dengan cara memanfaatkan gedung gereja sebagai lokasi perlindungan militan Islam Hamas dan Fatah yang melancarkan serangan melalui mortir dan penembak jitu ke arah Yerusalem.

Di Kota Beit Jala, kota dengan mayoritas penduduknya dari Gereja Orthodoks Yerusalem yang berbatasan langsung dengan kota Gilo, Yerusalem Selatan, pada gedung-gedung gereja-nya dapat terlihat jelas bekas-bekas tembakan balasan militer Israel.

Militer Israel lebih memilih membalas tembakan dengan senjata sebab mereka tidak ingin menghancurkan gedung gereja dengan rudal dan senjata tank, sebab mereka mengetahui muslihat para militan muslim ini. Sehingga guna melindungi kota Gilo, militer Israel mendirikan tembok barikade sehingga serangan mereka terhalang.

Selain itu, gedung-gedung gereja, biara-biara, dan sekolah-sekolah Kristen di Gaza dan Tepi Barat menjadi sasaran penyerangan muslim sejak tahun 2003 hingga 2007, serangan ini terkait bangkitnya sentimen muslim terhadap negara Barat dan Eropa yang mereka nilai berpihak pada Israel dengan melakukan serangan terhadap negara-negara Islam, sedangkan kelompok fundamentalis Palestina, Jihadi Salafiya melarang sekolah-sekolah Kristen Palestina untuk melakukan aksi missionaris,

Sebab, "Dibawah Islam, Umat Kristen dianggap sebagai dhimmi, mendapat toleransi sebagai warga kelas dua yang diharuskan untuk 'dilindungi', menurut 'peraturan perlindungan' yang menyatakan para penguasa [muslim] dapat menunda hak membunuh dan memperbudak [umat Yahudi dan Kristen], dengan menyuruh mereka untuk membayar upeti," ujar Abu Saqer, pemimpin Jihadiya Salafiya pada tahun 2007, saat kudeta Hamas di Jalur Gaza

Sejak tahun itu umat Kristen yang berada di Palestina semakin sedikit, dan mengalami penganiayaan, banyak dari mereka memilih mengungsi ke Israel dan ke luar Timur Tengah.

"Yesus Kristus orang Palestina?"
Hal yang memilukan juga terjadi jelang pendaftaran Gereja Kelahiran pada awal Juni 2012 lalu, terungkap dengan gamblang betapa Palestina dan negara-negara muslim menggunakan berbagai cara untuk memasukan salah satu calon negara sharia itu, salah satunya dengan kembali mengembar-gemborkan sebuah klaim kontroversial yang sangat memalukan, yakni Yesus Kristus adalah "pahlawan pertama asal Palestina yang mati shahid (martir)."

Klaim sepihak yang pernah diucapkan oleh Presiden Yasser Araffat pada tahun 1980an ini kembali diserukan guna meluluskan rencana mereka untuk diakui sebagai negara berdaulat, sembari mencoba menghapus fakta sebenarnya bahwa Yesus Kristus adalah seorang Yahudi dan berafiliasi dengan Israel.

Presiden Mahmoud Abbas, dan Perdana Menterinya Salam Fayyad pada setiap tahun menjelang hari natal seringkali mengulangi pidato tersebut dengan menggambarkan "Yesus Kristus adalah orang Palestina".

"Natal adalah kesempatan untuk merayakan identitas ke-Palestinaan Yesus Kristus," ujar Fayyad pada Desember 2012 lalu, pernyataan culas ini pun menjadi permanen oleh negara-negara Islam hingga kini sehingga kepercayaan mereka untuk mengingkari keilahian Yesus Kristus semakin 'kuat'.

Sedangkan pada perayaan syukuran pengakuan UNESCO di Lapangan Manger, Betlehem, Fayyad dihadapan umat Kristen Palestina dan Israel, dengan penuh pongahnya menyatakan. "Ini adalah peristiwa paling diingat dalam perjalanan menuju pendirian negara Palestina sejak pendirian pemerintahan Palestina."

Menanggapi hal itu, pemerintah Israel menyatakan,  "Gereja Kelahiran memang benar adalah sebuah situs warisan dunia, namun ketika didaftarkan atas nama 'Palestina', itu adalah sebuah kesalahan dan melukai proses perdamaian."  (IToday/FPM/TimPPGI)