illustrasi |
Saat acara kebaktian, dalam khotbahnya Pendeta Ruddin yang awalnya disangka merupakan gembala Gereja Bethel Indonesia (GBI) ini mengambil tema tentang Mencari Tuhan. Dia lalu menceritakan suatu peperangan atau pertempuran, di mana dalam perang itu, pemimpin dan pasukan harus fokus pada medan pertempuran. Pasukan dan pimpinan tidak boleh terpengaruh pada berita yang muncul di luar pertempuran. Setelah bercerita panjang lebar mengenai kisah ini, Pendeta Aruan membandingkan dengan kondisi Kota Siantar.
“Pak Wali, jangan terlalu fokus membaca Posmetro Siantar, lebih bagus fokus membaca firman Tuhan dalam membangun Kota Siantar,” ungkapnya. Selain itu, saat membaca doa pada acara itu, salah satu doa pendeta ini juga berisi sesuatu yang berhubungan dengan koran atau media. Pendeta menyebutkan, fitnah koran akan gugur, intimidasi koran akan gugur jika berdoa.
Usai acara, seorang wartawan dari harian Metro Siantar sengaja mendatangi Pendeta Ruddin Aruan, terkait pernyataannya. Dia mengatakan, maksud pernyataannya merupakan nasehat kepada walikota agar jangan fokus terhadap masalah, tetapi fokus kepada Tuhan dalam bekerja. “Saya tidak memiliki interest (kepentingan apa-apa) dalam pernyataan ini. Tidak ada maksud saya yang lain,” kilahnya.
Disinggung mengenai isi doanya yang mengatakan fitnah koran dan intimidasi koran akan gugur melalui doa dan ini ada kaitannya dengan pemberitaan METRO Siantar selama ini, pendeta ini kembali berkilah. “Tidak ada maksud saya seperti itu, maksud saya, semua masalah akan gugur jika berdoa,” katanya lagi.
Namun saat itu, salah satu PNS di Pemko Siantar yang ikut di sekitar pendeta membenarkan pernyataan pendeta ini yang menyebutkan nama Posmetro Siantar dalam khotbahnya.
“Mungkin maksud bapak ini, karena METRO Siantar koran terbesar di Kota Siantar, makanya walikota jangan terlalu fokus membaca koran itu,” ujar seorang PNS.
Tidak lama kemudian, pendeta ini tidak mau lagi diwawancarai dan beberapa kawannya mengajak mereka meninggalkan lokasi acara. Sementara beberapa wartawan yang hadir saat itu sangat menyesalkan sikap pendeta ini, baik dalam khotbahnya maupun dalam isi doanya. Sekitar pukul 17.00 WIB, METRO menghubungi pendeta Aruan dan kembali mempertanyakan maksud pernyataannya. Dia mengakui ada menyebutkan Posmetro Siantar, namun tidak ada maksud ucapannya mendiskreditkan METRO Siantar.
“Tidak ada rencana saya atau saya berpikir untuk mendiskreditkan Posmetro Siantar. Kalau saya silap, saya minta maaf untuk itu. Saya minta maaf kalau saya terlanjur mengucapkan kata-kata seperti itu. Mari sama-sama membangun Kota Siantar,” katanya. Dia lalu mengulang beberapa bagian dari isi khotbahnya pada saat acara itu. Dia menyebutkan, thema khotbah yang dia sampaikan tentang mencari Tuhan. Diharapkan kepada setiap orang dalam setiap menghadapi masalah jangan terlampau fokus terhadap masalah itu, tetapi setiap orang harus fokus kepada Tuhan dalam setiap masalah.
Pimpinan Wilayah Gereja Kristen Perjanjian Baru(GKPB) Kota Siantar Pendeta Henri Simbolon, memberikan klarifikasi melalui pesan pendek. Dihubungi beberapa kali, yang bersangkutan tidak kunjung mengangkat teleponnya. Namun melalui pesan pendek, Pendeta memberikan dua kali jawaban terkait pernyataan pendeta ini.
“Tanggapan Anda sebagai pers dan pendengar langsung gimana? Tapi baiknya biar clear dan seimbang, Anda sebarkan angket ke berbagai instansi dan elemen masyarakat. Dan buatlah penilaian yang seimbang bagaimana hasil dari angket tersebut,” jelasnya.
Disinggung pernyataan Pendeta Ruddin Aruan yang dinilai menyudutkan harian itu, Pendeta Henri pun memberikan balasan lagi. “Bukan masalah menyudutkan siapa dan apa, dan saya pun tidak berpihak kepada yang salah ataupun mayor atau minor. Tapi sebarkanlah angket perihal yang Anda maksud, baru ambil kesimpulan,” jawabnya lagi.
Walikota Curhat
Walikota Siantar Hulman Sitorus terkesan curhat terkait pemberitaan selama ini. Hulman diberikan waktu memberikan kata sambutan setelah Pendeta Ruddin Aruan selesai berkhotbah. Dia mengatakan, cerita yang dimuat di media selama ini ternyata dibaca orang di mana-mana, tidak saja di Kota Siantar.
“Karena cerita-cerita itulah saya terkenal hingga ke Indonesia Timur. Mungkin kalau saya mencalon di Papua, saya akan terpilih,” kata walikota disambut tawa yang hadir.
Dikatakannya, meskipun cerita yang dimuat selama ini berisi cerita yang buruk-buruk saja, namun saat dia bepergian keluar Kota Siantar, ternyata banyak yang baik terhadap dia. Saat berada di salah satu hotel di Medan dan juga sewaktu berada di Bandara Udara di Jakarta. “Sewaktu saya ke BPK, salah satu pengantar laporan di BPK mendekati saya. Didekati petugas itu saya, dipeluknya saya. Mungkin orang yang membuat cerita itu selama ini heran, kenapa sampai sekarang saya masih bisa bertahan, ” ujar Hulman.
Dia juga mengatakan, kalau mau jadi Walikota Siantar harus melalui Pemilukada. Tidak bisa asal berkomentar saja dan tidak bisa asal membuat cerita yang menyudutkan walikota. “Mau apa kau ceritakan di situ, ceritakanlah. Hari inipun saya siap turun dari walikota,” ketus Hulman. Dia juga mengatakan, sebenarnya dia tidak bernafsu menjadi walikota dan sejak dulu dia sendiri sudah kaya. Dia menyarankan, kalau mau menjadi kaya, jangan menjadi PNS, tetapi harus menjadi pengusaha.
Pendeta Komersil
Ketua Forum Solidaritas Wartawan dan LSM Siantar dan Simalungun (FSWLSS) Samsudin Harahap ditemui Selasa (14/08/2012) menyebutkan, jika isi khotbah pendeta mendiskreditkan salah satu media, berarti pendeta itu merupakan pendeta komersil, bukan pendeta yang membawa pencerahan. “Pendeta Ruddin Aruan seharusnya membuat pencerahan atau khotbah yang berkaitan dengan iman. Bukan membuat khotbah yang berkaitan dengan politik atau media atau kepentingan lainnya,” jelasnya sembari meminta pendeta Aruan menghormati Undang-Undang Nomor 40 tentang Kebebasan Pers.
Disinggung isi dari doa pendeta tersebut yang menyebutkan fitnah dan intimidasi koran akan gugur dengan doa, Samsudin mempertanyakan itu kembali kepada pendeta tersebut. Kapan dan di mana koran melakukan intimidasi terhadap orang lain, sementara pemberitaan koran sendiri memiliki kode etik dan pedoman sesuai UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Kebebasan Pers.
“Kapan Metro Siantar melakukan fitnah, kapan Metro Siantar melakukan intimidasi? Buktinya sampai sekarang tidak ada bantahan dari pemko terkait pemberitaan itu. Kalau ada yang tidak sesuai, ada hak jawab yang diatur undang-undang,” ujarnya lagi.
Pemerhati Pemerintahan Siantar Simalungun M Adil Saragih menyebutkan hal sama. Menurut dia, media dalam setiap pemberitaan memiliki dasar hukum yaitu UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Di mana dalam setiap pemberitaan itu memiliki kode etik.
“Pemerintah dan pendeta janganlah menjadi provokator, sehingga merugikan seseorang atau menciptakan kebencian kepada sesuatu, tanpa didasari data dan fakta. Kalaupun ada media yang tidak benar, seharusnya pemerintah dan pendeta menggunakan hak jawab dalam pemberitaan yang merugikan tersebut,” jelasnya.
Dia berharap agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi, pernyataan yang diucapkan di hadapan publik tentu memiliki pengaruh, dan jika yang diucapkan itu tidak baik, tentu akan mendiskreditkan media tersebut. “Kalau mau menyanjung orang lain, tentu tidak harus membuat hati orang lain tersakiti,” katanya lagi.
Kembali Minta Maaf
Ditemui di lantai II Lims CafĂ© Jalan Surabaya, Selasa sore, Pendeta Ruddin Aruan kembali meminta maaf atas kejadian Senin siang di acara Satpol PP Kota Siantar. Dia mengaku khilaf saat itu dan khilaf itu merupakan sifat manusia. “Saya bukan pendeta GBI (Gereja Betel Indonesia). Saya Pendeta di Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB) Kota Siantar.
Kantor kami di Jalan Sisimangaraja Siantar Utara. Khilaf itu sifat manusia, terbukti diberita METRO hari ini Anda juga khilaf, sama-sama khilaf kita. Saya bukan pendeta GBI, tetapi saya pendeta GKPB,” jelasnya. Pendeta Ruddin Aruan mengeluarkan pernyataan kontroversial di hadapan publik dengan melarang Walikota Siantar Hulman Sitorus membaca METRO Siantar.
Dia mengatakan walikota lebih baik membaca firman Tuhan. Pernyataan ini disampaikan Ruddin Aruan saat acara Satpol PP Kota Siantar di kantor Satpol PP Jalan Adam Malik, Senin (13/08/2012) pukul 12.00 WIB. Hadir pada acara itu Walikota Siantar Hulman Sitorus dan beberapa pimpinan SKPD. Alhasil, pada acara itu walikota juga curhat mengenai pemberitaan selama ini.
Saat acara kebaktian, dalam khutbahnya Pendeta Ruddin mengambil thema tentang Mencari Tuhan. Dia lalu menceritakan suatu peperangan atau pertempuran, di mana dalam perang itu, pemimpin dan pasukan harus fokus pada medan pertempuran. Pasukan dan pimpinan tidak boleh terpengaruh pada berita yang muncul di luar pertempuran. Setelah bercerita panjang lebar mengenai kisah ini, Pendeta Aruan membandingkan dengan kondisi Kota Siantar.
“Pak Wali, jangan terlalu fokus membaca Posmetro Siantar, lebih bagus fokus membaca firman Tuhan dalam membangun Kota Siantar,” ungkapnya. Selain itu, saat membaca doa pada acara itu, salah satu doa pendeta ini juga berisi sesuatu yang berhubungan dengan koran atau media. Pendeta menyebutkan, fitnah koran akan gugur, intimidasi koran akan gugur jika berdoa. (MetroSiantar)