Saturday 8 September 2012

Saturday, September 08, 2012
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Gereja Pro­tes­tan Maluku (GPM) jadi Bagian Perjuangan Pemerintah dan Daerah.
AMBON (MALUKU) - Gereja Pro­tes­tan Maluku (GPM) telah men­jadi bagian di da­lam perjuangan pemerintah dan dae­rah, apalagi de­ngan pember­lakuan renstra je­maat dan program lima tahunan klasis sejak Tahun 2012.

Hal ini diungkapkan Guber­nur Maluku Karel A. Ralahalu dalam sambutannya pada re­sepsi HUT ke-77 GPM, Kamis (06/09/2012) tadi malam di Baileo Oikumene Ambon.

Menurut Gubernur, GPM di u
sia 77 tahun, menggambarkan be­tapa tingkat kematangan yang be­gitu tinggi, khususnya berjalan me­lintasi tahapan-tahapan sejarahnya dalam ketabahan, kekuatan, dan juga hikmat dari Allah.

“Saya berkeyakinan akan ada sinkronisasi antara tugas-tugas ge­reja dengan tugas-tugas pemerin­tahan dan pembangunan sampai ke level desa atau negeri,” ujarnya.

Momentum ulang tahun bagi sebuah gereja, kata gubernur, sesu­ngguhnya adalah kasih karunia Tuhan yang masih tetap memilih, memanggil, mengutus dan menyertai gereja dalam pergumulannya di tengah dunia.

Gubernur mengungkapkan, 77 tahun gereja ini menyejarah di Malu­ku, merupakan tanda bahwa gereja ini tetap menjadi bagian dari proses-proses hidup bersama di negeri seribu pulau. Dengan mewarisi ber­aneka ragam tradisi protestantisme dari para misionaris barat, GPM sampai saat ini tetap melangkahkan kakinya melewati lorong-lorong sejarahnya sepanjang zaman.

Berbagai tantangan dan pergo­lakan kontekstual telah membentuk karakter GPM menjadi gereja mandiri yang terus bergumul memaknai kehadirannya dalam perubahan zaman, sambil terlibat dalam proses mencari kehendak Allah dan me­lahirkan karya-karya teologis bagi kesejahteraan hidup masyarakat dan jemaat di Maluku.

Karena itu, di usia  77 ini, meru­pakan bukti bahwa Allah ada dan berjalan bersama-sama dengan GPM, dan bahwa Roh Kudus ikut  menjadi penggerak utama yang menghidupkan GPM tatkala berha­dapan dengan berbagai persoalan dalam konteks sosial Maluku.

Dengan demikian, seluruh tanta­ngan zaman yang telah dilewati GPM itu, seharusnya menjadi sumber pembelajaran iman yang mene­guhkan eksistensi dan identitas GPM sebagai persekutuan umat Allah di Maluku.

Olehnya itu, dalam seluruh proses historis dan kultural itu, GPM harus menggali dan mengembangkan tradisi berteologinya yang konteks­tual, kritis, realistis, kreatif, dan po­sitif, yang bermanfaat  bukan hanya bagi umat Kristen tetapi seluruh rakyat di Maluku terutama sejak kehadirannya sebagai Gereja Bagian Mandiri pada 6 September 1935 yang menandakan momentum pertumbu­han yang baru, setelah benih-benih injil itu tumbuh melalui Iman Kristen yang hidup di hati warga jemaat bahkan yang dalam sejarahnya tersebar ke Papua dan Nusa Tenggara.

“Ketika kita memilih tema GPM Jadikanlah Seluruh Hidupnya Pujian Syukur bagi Allah, sebagai warga gereja, saya yakin, hal itu terjadi ka­re­na kita dengan rela memper­sembahkan seluruh hidup kita kepada Allah, Tuhan Gereja ini. Untuk hal ini, saya mau mereflek­sikannya pada dua sisi, yakni seba­gai warga GPM di satu sisi, dan sebagai pemerintah daerah di sisi yang lain,” ujar Gubernur.

Adapun sebagai warga GPM, lan­jut Gubernur, dirinya percaya bahwa hal menjadikan hidup sebagai pujian syukur bagi Allah, membelajarkan seluruh warga GPM untuk me­nyambut segala perbuatan Tuhan di dalam sejarah hidup sambil ber­syukur.

Menurut Gubernur, kemiskinan yang dialamatkan kepada masya­rakat Maluku, tentu bukanlah se­buah pukulan telak yang membuat kita malu. Sebaliknya itu menjadi point kritik kita bersama, bahwa angka kemiskinan di Maluku terjadi oleh faktor-faktor struktural yang laten, karena kesalahan secara para­digmatik, dimana paradigma pem­bangunan nasional tidak disela­raskan dengan konteks kewilayahan di Maluku. Itulah sebabnya me­ngapa pemerintah daerah gigih untuk memperjuangkan pemberlakuan Undang-Undang Pro­vinsi Ke­pulauan.

Dikatakan, paradigma pemba­ngunan kepulauan dalam Rencana Pembangunan Daerah Maluku 2008-2013 adalah interupsi terhadap para­digma kontinental yang ternyata tidak kontekstual untuk sebuah NKRI.

Jadi sebenarnya dengan meminta pemberlakuan Maluku sebagai Pro­vinsi Kepulauan, dan sedang ber­usaha membalikkan episentrum ke­adilan pembangunan dari pengua­tan institusi kepada penguatan kapasitas rakyat secara langsung.

“Itulah alasan mengapa sebagai pemerintah daerah, kami pun tekun mengorbankan diri untuk melayani masyarakat. Maka kalau gereja ini mengajarkan kita ‘memper­sem­bahkan seluruh hidup sebagai ung­kapan pujian syukur kepada Allah, maka pelayanan kepada masyarakat dan daerah adalah juga bagian dari cara kami, aparatur pemerintahan, termasuk TNI/Polri di daerah ini, mempersembahkan seluruh hidup kami bagi masyarakat, daerah dan bangsa tercinta,” ujar Gubernur.

Sementara itu, Ketua Sinode GPM, Pendeta John Ruhulessin mengatakan, Gereja terus melakukan perubahan dalam hal pelayanan, seiring dengan perkembangan pelayanan dan pemerintahan.

“Selain itu, gereja juga khususnya GPM dalam semangat kebersamaan berbangsa dan bernegara gereja terpanggil untuk melayani bangsa dalam hal pelayanan,” katanya

Perayaan HUT GPM ke-77 diawali dengan ibadah syukur di Gedung Gereja Maranatha dengan pemba­caan Firman dari Mazmur 126:1-6, dengan pembawa refleksinya Pen­deta W Tampi, yang juga selaku Ketua Sinode Gereja Masehi Injil Minahasa (GMIM).

Dilanjutkan dengan peletakan batu pertama renovasi Gedung Ge­reja Maranatha, yang dilakukan oleh Ketua Sinode GPM, Pendeta John Ruhulessin,  Gubernur Maluku Karel A Ralahalu, Walikota Ambon Richard Louhenapessy, Ketua Klasis Kota pendeta Hendrik Hetharie. (Siwalima)