Oleh: Stefanus Widananta
Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. Jadilah anak-anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu!
1 Korintus 14;20
Bertambahnya usia seringkali tidak sejalan dengan bertambahnya kedewasaan seseorang, demikian juga dalam soal kerohanian, lamanya seseorang mengikut Kristus, tidak serta merta memiliki kedewasaan dalam kerohanian.
Sudah terlalu sering kita mendengar orang-orang percaya, yang bersungut-sungut, berkeluh kesah, ngambek, ketika menghadapi pergumulan hidup, ketika doanya belum dijawab Tuhan, ketika pendapatnya tidak didengarkan oleh orang lain.
Ironisnya, seringkali kita juga menjumpai, para aktivis gereja, bahkan petinggi gereja, ketika pendapatnya kurang diterima, menjadi marah, undur dari pelayanan, ngambek, mutung.
Memang secara alamiah, orang semakin pintar, orang semakin kaya, semakin merasa punya hak untuk dihargai, didengarkan, bahkan diikuti saran dan pendapatnya.
Paulus berkata, “Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu”.
Sebagai murid Tuhan Yesus, kita dituntut untuk menjadi dewasa dalam berpikir dan bertindak.
Semakin dewasa kerohanian kita, semakin tidak mudah ngambek, tidak mudah mengeluh dan bersungut-sungut, tidak mudah menyalahkan orang lain atau keadaan, tidak mudah marah-marah, tidak mudah berputus ada dan mengasihani diri sendiri.
Orang yang semakin dewasa dalam kerohanian, tidak lagi disebut kanak-kanak rohani dan orang yang dewasa rohani juga tidak mudah diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan.
Tuhan Yesus memberkati.