Monday 17 September 2018

Monday, September 17, 2018
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca PDT. WEINATA SAIRIN: *UMAT BERIMAN MAMPU MELAWAN KEBURUKAN*.

 

 

_”Ne cede malis. Jangan kalah oleh hal-hal yang jelek”._

 

Biasanya kata “kalah” digunakan dalam konteks sebuah pertandingan. Dalam Asian Games beberapa waktu yang  lalu yang menaikkan pamor Indonesia di mata dunia, bahkan dimata sebagian warga bangsa yang selama ini menganggap bangsanya bangsa _kere_ yang miskin prestasi setiap saat kita mendengar kata “kalah” dan “menang” digunakan secara berganti-ganti. Ya ada cabang olahraga dimana atlet Infonesia memenangkan pertandingan atau sebaliknya ada cabang olah raga yang didalamnya atlet kita kalah. Dalam kegiatan Asian Para Games yang nanti akan dilangsungkan di Indonesia, dan negara kita akan menjadi tuan rumah, _so pasti_ istilah ‘menang’ dan ‘kalah’ akan digunakan silih berganti.

 

Selain dalam dunia olehraga, yang mempertandingkan berbagai cabang olah raga, maka kata ‘kalah’ sering digunakan dalam dunia militer dan politik. Misalnya berita bahwa pasukan X telah dikalahkan oleh pasukan Y dalam perang Dunia II. Kekalahan dalam dunia militer tentu punya dampak yang amat signifikan bagi kehidupan umat manusia, khususnya bagi negara yang kalah perang. Ada derita bsrkepanjangan, ada pengalaman traumatik, ada juga orang-orang yang mengidap problem psikologis yang panjang karena peperangan yang mereka alami. Kekalahan dalam dunia politik juga bisa punya dampak besar jika sang pemenang punya syahwat kuat untuk mengganti dasar negara yang memberi ruang bagi kemajemukan dengan sebuah dasar yang referensinya keperadaban barbar yang menafikan orang-orang yang dianggap ateis, kafir dan sebagainya menjadi bagian dari warga negara.

 

Kata “kalah” dan “menang” kita ikuti juga dalam dunia peradilan, dan bahkan kata “kalah” dan “menang” acap digunakan dalam arti kiasan. Dalam dunia peradilan kita sering mendengar kalimat yang berbunyi : Sesudah beberapa kali kuasa hukum itu mengikuti sidang pengadilan, maka pengadilan menetapkan keputusan yang berkekuatan hukum tetap dan kuasa hukum itu memenangkan perkara yang ia tangani sejak beberapa tahun lamanya. Para penulis puisi bisa saja menggunakan kata “kalah” dan “menang” dalam arti kiasan. Simak narasi berikut ini. “ada rembulan mekar bersama malam berpijar ada hati trenyuh menggapai cinta yang padam jangan pernah merindu mengalahkan bulan jangan terobsesi mengalahkan nurani”

 

Dalam kenyataan praktis kata “kalah” dan “menang” di gunakan dalam aneka kalimat, baik dalam arti sebenarnya maupun dalam arti kiasan. Hanya seperti yang dijelaskan di awal bagian ini, kata “kalah” dan “menang” sering dan amat kuat digunakan dalam konteks perang, peradilan dan politik.

 

Pepatah yang dikutip di awal bagian ini menyatakan “jangan kalah oleh hal-hal yang jelek”. Ini sebuah warning, sebuah peringatan agar kita tetap teguh berdiri sebagai makhluk ciptaan Allah yang termulia, yang disebut khalifah Allah, imago dei, yang selalu diamanatkan untuk melakukan perbuatan baik, beramal, berdiakonia kepada sesama. Jika dibahasakan dengan bahasa sahabat-sahabat Muhammadiyah maka kita umat manusia harus melakukan “amar ma’ruf nahi munkar” yaitu melakukan hal-hal yang baik, mencegah hal-hal yang buruk.

 

Kita semua memiliki rumus yang standar dan baku tentang apa yang disebut “hal-hal yang jelek”. Ini bukan soal perawatan muka atau tubuh, operasi plastik, silikon di dokter ahli kecantikan. Ini jelas berkaitan dengan etik, moral, perbuatan, karakter yang menjadi bagian integral dari kedirian manusia. Jangan kalah oleh hal-hal yang jelek artinya jangan korupsi, jangan suap, jangan gratifikasi, jangan bikin proyek fiktif yang mencatut rakyat, jangan menghujat/menodai agama-agama, jangan menista kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, jangan menghalangi umat beribadah; jangan meneror, jangan mengganti Pancasila, jangan membegal, jangan merampok, dan jangan ini dan itu.

 

Sebagai.umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kita telah memahami benar perintah agama kita tentang bagaimana menjalani jalan lurus, melakukan perbuatan baik, meninggalkan perbuatan jelek dan sebagainya. Persoalannya tinggal sejauh mana komitmen kita untuk melaksanakan perintah agama kita secara konsisten, terus menerus dan dengan penuh tanggungjawab. Tak ada pilihan lain.

 

Selamat berjuang. God bless.

 

*Weinata Sairin*