Suasana Ibadah Di Tengah Gangguan Massa Dan Kawalan Polisi |
MINGGU, 18 Juli 2010, Pondok Timur, Bekasi. Pukul 06.30 WIB massa sudah
berkumpul di pingir tempat peribadatan HKBP Pondok Timur, bahkan
sebelum para jemaat gereja tiba. Tidak lama berselang pimpinan jemaat
dan beberapa orang jemaat tiba di lokasi. Melihat kehadiran beberapa
jemaat tersebut massa mulai berteriak-teriak dan entah siapa yang
mengkoordinir, kelompok massa pun semakin bertambah banyak. Pukul 09.00
WIB jemaat mulai banyak berdatangan ke lokasi namun tidak sekaligus
melainkan berkelompok bahkan ada yang datang perorangan. Situasi
tersebut membuat beberapa orang anggota jemaat ditahan oleh massa dan
tidak bisa masuk ke lokasi ibadah.
Tidak berlangsung lama Kapolres Bekasi beserta jajaran stafnya masuk ke lokasi peribadatan dan menemui pimpinan jemaat. Menurut pengakuan pihak gereja, staf kepolisian yang ada saat itu sempat meminta agar kebaktian jangan dilaksanakan di lokasi dengan alasan jumlah massa yang datang sangat banyak. Hal ini juga sebagai upaya untuk menghindari bentrokan. Bahkan pada saat itu sempat ditawarkan kepada pihak gereja agar melaksanakan kebaktian di Kecamatan Rawa Lumbu. Jelas sekali wacana tersebut ditolak oleh pimpinan jemaat dan pengurus. “Kami jemaat HKBP PTI tetap akan melaksanakan kebaktian di tempat ini”, ujar mereka. Bahkan beberapa orang pengurus gereja sempat berargumen kepada pihak kepolisian bahwa seharusnya kelompok massa yang mengusik ketenangan beriba-dah tersebutlah yang ddibubarkan, bukan justru memindahkan jemaat yang ingin beribadah.
Perang argumen antara pihak gereja dan aparat keamanan sempat berlangsung panas. Argumen bahwa jemaat tidak ingin dipindahkan sempat diutarakan dengan nada keras. Pada saat perang argumen antara kepolisian dan jemaat, massa yang hadir pun melakukan orasi-orasi dengan pengeras suara yang menyatakan bahwa mereka dengan keras menolak kehadiran gereja di tempat tersebut. Situasi tersebut berlangsung alot, bahkan mobil dari pihak aparat yang hendak mengangkut warga gereja keluar dari lokasi dengan tegas ditolak oleh jemaat.hal ini diperparah dengan sejumlah massa yang tidak mengijinkan mobil tersebut masuk lokasi. Menurut kordinator massa yang bersuara lewat pengeras suara, penolakan tersebut dikarenakan bahwa pihak gereja harus terlebih dahulu menandatangani surat pernyataan di atas materai yang sudah disiapkan oleh pihak massa. Surat tersebut pada intinya menyebutkan bahwa pihak gereja tidak akan kembali lagi ketempat tersebut untuk melakukan kegiatan peribadahan.
Menurut jemaat yang hadir pada saat itu, mereka hanya akan meninggalkan lokasi jika ada surat resmi dari pemerintah yang mela-rang mereka beribadah di tempat tersebut. Mereka memperta-nyakan mengapa karena sejumlah massa yang tidak senang dengan keberadaan mereka di tempat tersebut, pihak kepolisian justru mengambil inisiatif untuk memindah-kan lokasi ibadah mereka pada saat itu. Mereka beranggapan bahwa sudah semestinya polisi menindak tegas kelompok massa yang sudah jelas melakukan tindakan yang meresahkan.
Camat yang hadir pada saat itu pun sempat beradu argumen dengan kordinator massa yang memaksa pihak gereja untuk menandatangani surat pernyataan tersebut. Adu argumen yang sempat memanas tersebut sempat berujung pada pernyataan oleh Camat yang bersedia meninggalkan jabatannya jika terus dipaksa untuk meminta tanda tangan dari pihak gereja.
Seiring berjalannya waktu, teriakan massa semakin keras. Bahkan secara bergantian suara penolakan dari pihak massa dikumandangkan lewat pengeras suara oleh orang yang berbeda-beda. Sempat keluar pernyataan dari pihak massa yang mengatakan bahwa jika pihak gereja tidak mau menandatangani surat pernyataan, maka tidak ada jalan lain selain jihad. Ada juga yang meneriaki mereka kafir, yang meneriaki mereka dengan pernyataan tidak tahu aturan. Situasi ini berlangsung terus-menerus dan cukup membuat jemaat yang hadir cemas.
Tetap Beribadah
Situasi yang kian memanas tampaknya tidak menyurutkan niat jemaat HKBP PTI untuk tetap melaksanakan ibadah. Kira-kira pukul 10.20 kebaktian dimulai. Menurut jemaat mereka memang merasa takut, cemas dan tercekam, hal ini dikarenakan saat kebaktian berlangsung massa yang berjumlah kurang lebih 600 orang semakin gencar meneriakan suara-suara penolakan. Hal ini diperparah dengan beberapa orang yang berasal dari massa mencoba masuk ke dalam gereja, namun urung dilakukan karena barikade kepolisian menghalangi, serta suara dari kordinator massa yang melarang mereka untuk melakukan aksi tersebut. Melihat situasi tersebut pihak pengurus gereja berinisiatif mempersingkat kebaktian dan pemberitaan firman.
Setelah kebaktian selesai, massa tidak memperbolehkan jemaat untuk pulang. Kurang lebih satu jam, massa mendesak Aparat Kepolisian dan Kepala Kandepag Kota Bekasi, H Abdul Rasyid MPH, serta Camat Mustika Jaya dan Pimpinan Jemaat HKBP PTI untuk menandatangani surat pernyataan yang mereka buat sendiri yang isinya “Jemaat HKBP PTI untuk seterusnya tidak melaksanakan ibadah di lokasi lahan HKBP PTI. Tidak ada berdiri gereja di Mustika Jaya”. Pihak Jemaat dan pimpinan HKBP PTI menolak tuntutan tersebut. Menurut suara yang disampaikan lewat pengeras suara, surat tersebut telah ditandatangani oleh Kapolres Bekasi, Kepala Kandepag Kota Bekasi , Camat Mustika Jaya, tanpa ada tanda tangan dari pihak HKBP PTI. Hal ini dibenarkan oleh Kepala Kandepag Kota Bekasi, H Abdul Rasyid MPH. Menurut beliau penandatanganan tersebut terpaksa dilakukan demi keamanan dan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Penandatanganan tersebut dilakukan agar tidak terjadi kontak fisik antara kedua belah pihak yang bersebrangan pada saat itu.
Ia juga mengungkap bahwa pertemuan di tingkat pemerintah daerah untuk membahas persoalan tersebut telah dibicarakan. Hasil dari pembahasan tersebut adalah bahwa HKBP PTI untuk sementara menggunakan lokasi yang telah disediakan oleh Pemerintah Daerah Bekasi. Lokasi baru tersebut adalah sebuah gedung yang merupakan wewenang dari Pemerintah Daerah Bekasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Surat pemberitahuan mengenai keputusan tersebut pun menurutnya telah disampaikan kepada pihak HKBP PTI. Jenda Munthe
Sumber: http://www.reformata.com/04742-beribadah-di-antara-teriakan-kafir.html
Tidak berlangsung lama Kapolres Bekasi beserta jajaran stafnya masuk ke lokasi peribadatan dan menemui pimpinan jemaat. Menurut pengakuan pihak gereja, staf kepolisian yang ada saat itu sempat meminta agar kebaktian jangan dilaksanakan di lokasi dengan alasan jumlah massa yang datang sangat banyak. Hal ini juga sebagai upaya untuk menghindari bentrokan. Bahkan pada saat itu sempat ditawarkan kepada pihak gereja agar melaksanakan kebaktian di Kecamatan Rawa Lumbu. Jelas sekali wacana tersebut ditolak oleh pimpinan jemaat dan pengurus. “Kami jemaat HKBP PTI tetap akan melaksanakan kebaktian di tempat ini”, ujar mereka. Bahkan beberapa orang pengurus gereja sempat berargumen kepada pihak kepolisian bahwa seharusnya kelompok massa yang mengusik ketenangan beriba-dah tersebutlah yang ddibubarkan, bukan justru memindahkan jemaat yang ingin beribadah.
Perang argumen antara pihak gereja dan aparat keamanan sempat berlangsung panas. Argumen bahwa jemaat tidak ingin dipindahkan sempat diutarakan dengan nada keras. Pada saat perang argumen antara kepolisian dan jemaat, massa yang hadir pun melakukan orasi-orasi dengan pengeras suara yang menyatakan bahwa mereka dengan keras menolak kehadiran gereja di tempat tersebut. Situasi tersebut berlangsung alot, bahkan mobil dari pihak aparat yang hendak mengangkut warga gereja keluar dari lokasi dengan tegas ditolak oleh jemaat.hal ini diperparah dengan sejumlah massa yang tidak mengijinkan mobil tersebut masuk lokasi. Menurut kordinator massa yang bersuara lewat pengeras suara, penolakan tersebut dikarenakan bahwa pihak gereja harus terlebih dahulu menandatangani surat pernyataan di atas materai yang sudah disiapkan oleh pihak massa. Surat tersebut pada intinya menyebutkan bahwa pihak gereja tidak akan kembali lagi ketempat tersebut untuk melakukan kegiatan peribadahan.
Menurut jemaat yang hadir pada saat itu, mereka hanya akan meninggalkan lokasi jika ada surat resmi dari pemerintah yang mela-rang mereka beribadah di tempat tersebut. Mereka memperta-nyakan mengapa karena sejumlah massa yang tidak senang dengan keberadaan mereka di tempat tersebut, pihak kepolisian justru mengambil inisiatif untuk memindah-kan lokasi ibadah mereka pada saat itu. Mereka beranggapan bahwa sudah semestinya polisi menindak tegas kelompok massa yang sudah jelas melakukan tindakan yang meresahkan.
Camat yang hadir pada saat itu pun sempat beradu argumen dengan kordinator massa yang memaksa pihak gereja untuk menandatangani surat pernyataan tersebut. Adu argumen yang sempat memanas tersebut sempat berujung pada pernyataan oleh Camat yang bersedia meninggalkan jabatannya jika terus dipaksa untuk meminta tanda tangan dari pihak gereja.
Seiring berjalannya waktu, teriakan massa semakin keras. Bahkan secara bergantian suara penolakan dari pihak massa dikumandangkan lewat pengeras suara oleh orang yang berbeda-beda. Sempat keluar pernyataan dari pihak massa yang mengatakan bahwa jika pihak gereja tidak mau menandatangani surat pernyataan, maka tidak ada jalan lain selain jihad. Ada juga yang meneriaki mereka kafir, yang meneriaki mereka dengan pernyataan tidak tahu aturan. Situasi ini berlangsung terus-menerus dan cukup membuat jemaat yang hadir cemas.
Tetap Beribadah
Situasi yang kian memanas tampaknya tidak menyurutkan niat jemaat HKBP PTI untuk tetap melaksanakan ibadah. Kira-kira pukul 10.20 kebaktian dimulai. Menurut jemaat mereka memang merasa takut, cemas dan tercekam, hal ini dikarenakan saat kebaktian berlangsung massa yang berjumlah kurang lebih 600 orang semakin gencar meneriakan suara-suara penolakan. Hal ini diperparah dengan beberapa orang yang berasal dari massa mencoba masuk ke dalam gereja, namun urung dilakukan karena barikade kepolisian menghalangi, serta suara dari kordinator massa yang melarang mereka untuk melakukan aksi tersebut. Melihat situasi tersebut pihak pengurus gereja berinisiatif mempersingkat kebaktian dan pemberitaan firman.
Setelah kebaktian selesai, massa tidak memperbolehkan jemaat untuk pulang. Kurang lebih satu jam, massa mendesak Aparat Kepolisian dan Kepala Kandepag Kota Bekasi, H Abdul Rasyid MPH, serta Camat Mustika Jaya dan Pimpinan Jemaat HKBP PTI untuk menandatangani surat pernyataan yang mereka buat sendiri yang isinya “Jemaat HKBP PTI untuk seterusnya tidak melaksanakan ibadah di lokasi lahan HKBP PTI. Tidak ada berdiri gereja di Mustika Jaya”. Pihak Jemaat dan pimpinan HKBP PTI menolak tuntutan tersebut. Menurut suara yang disampaikan lewat pengeras suara, surat tersebut telah ditandatangani oleh Kapolres Bekasi, Kepala Kandepag Kota Bekasi , Camat Mustika Jaya, tanpa ada tanda tangan dari pihak HKBP PTI. Hal ini dibenarkan oleh Kepala Kandepag Kota Bekasi, H Abdul Rasyid MPH. Menurut beliau penandatanganan tersebut terpaksa dilakukan demi keamanan dan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Penandatanganan tersebut dilakukan agar tidak terjadi kontak fisik antara kedua belah pihak yang bersebrangan pada saat itu.
Ia juga mengungkap bahwa pertemuan di tingkat pemerintah daerah untuk membahas persoalan tersebut telah dibicarakan. Hasil dari pembahasan tersebut adalah bahwa HKBP PTI untuk sementara menggunakan lokasi yang telah disediakan oleh Pemerintah Daerah Bekasi. Lokasi baru tersebut adalah sebuah gedung yang merupakan wewenang dari Pemerintah Daerah Bekasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Surat pemberitahuan mengenai keputusan tersebut pun menurutnya telah disampaikan kepada pihak HKBP PTI. Jenda Munthe
Sumber: http://www.reformata.com/04742-beribadah-di-antara-teriakan-kafir.html