Saturday 4 September 2010

Saturday, September 04, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca YPII Pulihkan Stigma Negatif Narapidana.
JAKART - Dalam terang iman, yang meringkuk di penjara  adalah orang-orang yang tersesat, bukan penjahat. Demikian buah perenungan Toke Aman Purba tentang orang-orang yang terpaksa melewati sebagian hidupnya di balik jeruji tahanan. “Mereka adalah insan yang terse-sat yang mendapatkan dirinya ber-ada di jalan yang keliru dan ber-salah,” kata Purba, Ketua Yayasan Pemulihan Insani Indonesia.
Sementara kita tahu bahwa ketika orang yang tersesat itu dipenjarakan berarti mereka akan mengalami kehidupan yang bukan saja sepi dan menyesakkan, tapi juga serba tertutup. Tidak ada komunikasi dengan masyarakat di luar maupun di dalam. Yang punya akses ke dalam hanyalah mereka yang punya hubungan langsung, yaitu keluarga tahanan.  Di luar itu hanya beberapa individu yang bisa masuk tempat itu, yaitu mereka yang tergerak untuk melayani, antara lain para ulama, pendeta, pekerja sosial, dokter dan psikolog serta konselor yang punya izin khusus.
Kondisi itu amat memprihatin-kan. Karena itu, pada tahun 1997, Purba tersentuh dan dapat ide untuk melakukan pelayanan kepada para tersesat itu. Mereka diberi penyuluhan, dan disadarkan untuk kembali  menjalani hidup sebagaimana  semestinya seperti yang dikehendaki Tuhan. Mereka harus dipulihkan dari stigma negatif tentang diri mereka yang lebih dikenal banyak orang sebagai orang penjahat atau tersesat.

Ide Purba ternyata mendapat dukungan positif dari beberapa rekannya. Bersama beberapa rekannya memulai  pelayanan. “Saat itu, pelayanan dilakukan se-cara sporadis karena kami bergerak dalam banyak keterbatasan,” tandasnya. Seiring waktu dan diperkuat dukungan Uskup Agung Jakarta, Mgr. Julius Kardinal Darmaatmaja, SJ, maka pada 2003 dibentuklah sebuah lembaga resmi di bawah naungan Keuskupan Agung Jakarta yang diberi nama Yayasan Pemulihan Insani Indonesia (YPII) di Jakarta. Sasaran kegia-tan pemulihan  didasarkan pada cinta kasih dan kepeduliaan terha-dap sesama yang berada dalam kesulitan dan kesusahan, terutama bagi mereka yang menjalani hukuman dalam penjara, nara-pidana, mantan narapidana, pen-derita narkoba, dan mereka yang tak terperhatikan dalam masya-rakat. Kegiatan YPII bergerak di atas motto: “Melayani sesama yang menderita untuk mencapai kehidupan yang lebih baik”.
Dijelaskan putra kelahiran Tapanuli, 16 April 1950 ini, sasaran kegiatan pelayanan tadi karena memang berlandas pada beberapa visi YPII: Pertama, menyadarkan sesama manusia agar ikut berbelas kasih, berbela rasa (compassionate) terhadap mereka yang sedang menderita, khususnya yang sedang terpenjara maupun yang tersisih dalam masyarakat. Yang kedua adalah menyadarkan warga masya-rakat, tentang tugas panggilan untuk turut mengulurkan tangan guna meringankan beban bangsa. Dan visi ketiga adalah berperan serta bersama unsur-unsur masya-rakat lain untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat yang menghormati hak asasi manusia (HAM).

Strategi dan lingkup kegiatan
Purba menuturkan, kegiatan YPII mengedepankan strategi memberdayakan dan mengem-bangkan potensi narapidana dalam bentuk kegiatan yang ter-program dan terarah sesuai dengan potensi dan kualifikasi khusus dari penjara-penjara yang ada. Secara umum, kegiatan yayasan ini meliputi tiga bidang utama, yaitu pembinaan mental spiritual, pendidikan dan pelatihan, advokasi serta kegiatan umum lainnya.
Strategi itu dijabarkan dalam berbagai kegiatan, seperti pembi-naan mental spiritual. YPII mela-kukannya dalam bentuk penye-lenggaraan bimbingan rohani berdasarkan keyakinan agama masing-masing narapidana, dialog-dialog interaktif dan konseling psikologi, menyelenggarakan latihan pengenalan dan pembu-kaan diri untuk mengurangi potensi konflik dalam masyarakat. Bagi narapidana Katolik, selain dilakukan meditasi, terapi, konseling dan rekoleksi atau retreat, juga dibuat ekaristi kudus (misa). Hingga kini, misa dilayani di beberapa LP, seperti misa di LP  Polda dilakukan sekali sebulan, LP Cipinang dua kali seminggu, LP Polda Metro Jaya sekali seminggu, LP Pondok Bambu yang paling banyak dihuni wanita karena kasus narkoba dua kali sebulan, LP Bekasi sekali sebulan, dan di Bekasi sekali seminggu.

Selain pembinaan mental spiritual, YPII juga melakukan pembe-kalan ketrampilan kepada para narapidana. Jenis ketrampilan yang diajarkan misalnya pengolahan sampah, pembuatan sarung ta-ngan, kain lap, menjahit, pembua-tan masker yang kini sudah dibeli Indo Mobil.  Itu semua dilakukan agar narapidana memperoleh modal trampil yang bisa mereka manfaatkan setelah selesai masa tahanan. “Setelah kembali ke masyarakat, mereka mengusaha-kan pekerjaan sendiri demi  mem-perbaiki ekonomi mereka,” jelas Purba. Pembekalan ketrampilan ini penting, utamanya untuk mengan-tisipasi ketiadaan lapangan peker-jaan buat mereka bila sudah bebas dari penjara. “Biasanya, setelah narapidana sudah kembali ke tengah masyarakat sulit men-dapatkan pekerjaan karena stigma negatif yang sudah melekat pada diri mereka. Itulah sebabnya pen-ting pendidikan ketrampilan ini kepada para narapindana,” jelas Purba.

Kerja sama
Khusus mengenai pengolahan sampah, sejak 22 Desember 2008,  YPII sudah bekerja sama dengan Pemda DKI. Bersama pemerintah, yayasan ini menyiapkan trainer pengolah sampah hingga bernilai ekonomis. “Dengan demikian, jadinya kontribusi narapida untuk DKI besar, yakni bisa mengurangi volume sampah,” tutur Purba. Betapa tidak, lanjutnya, oleh karena jumlah narapidana begitu besar, mereka bisa mengolah sam-pah satu tempat 50 ton satu hari.
Satu hal lagi, perjuangan YPII menghadirkan pabrik di tengah LP terwujud. Tinggal menunggu sedikit waktu lagi, tepatnya pada 2010 nanti, pabrik sudah bisa beroperasi di kompleks LP Subang dan LP Sukabumi, Purwakarta. “Kami sudah membicarakan hal ini dengan pihak-pihak terkait,” lanjut Purba. Tujuannya agar narapaidan bisa bekerja dan menjadi karyawan di pabrik itu.
YPII memang yayasan sosial gereja tapi pelayanannya untuk semua narapidana dari agama apa pun. “Kehadiran Yesus Kristus itu untuk semua orang. Dan itulah yang kita munculkan dalam kegia-tan pelayanan ke tempat tahanan ini,” urai Purba. Stevie Agas

Sumber: Reformata