Pendukung Romo Yohanes Tanumiarja lewat Ketua Dewan Pastoran Paroki (DPP) Singaraja Petrus Weti menyatakan permohonan maafnya kepada seluruh masyarakat terkait munculnya aksi kerusuhan di Gereja Paroki Santo Paulus Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali.
Weti mengatakan, selain menjadi sebuah peristiwa bersejarah, kejadian tersebut juga dianggap cukup meresahkan umat serta masyarakat di kawasan kabupaten di belahan utara Pulau Dewata ini. Didampingi beberapa kepengurusan DPP bentukan Romo Yohanes Tanumiarja alias Romo Yans dan sejumlah umat yang menghadiri acara jumpa pers tersebut, Sekretaris DPP Singaraja Silvester CHO juga menganggap peristiwa itu merupakan sebuah ziarah iman.
"Kejadian ini kami anggap sebagai salib untuk mempertebal, memperkuat, dan memperdalam iman kita sebagai umat Katolik," ujar Silvester di Singaraja, Sabtu (28/8), menurut Antara.
Petrus mengaku secara pribadi masih mengalami rasa trauma yang begitu dalam atas kejadian itu. Menurutnya, hal tersebut juga tidak jauh berbeda dengan kondisi psikologis para umat yang mendukung Romo Yans yang masih belum bisa melangsungkan persembahyangan di Gereja Santo Paulus. Mereka juga mengaku masih khawatir.
Terkait tempat para pendukung Romo Yans akan melakukan persembahyangan, Petrus mengatakan, untuk sementara masih belum bisa menentukan sehubungan masih dalam kondisi trauma atas peristiwa keributan yang muncul 24 Agustus lalu. Keributan siang itu berawal dari datangnya sekelompok umat Katolik dari Denpasar yang meminta Romo Yans dan pengikutnya segera mengosongkan gereja.
Koordinator lapangan dalam aksi pengosongan paksa rumah yang dihuni Romo Yans di Gereja Santo Paulus Singaraja itu, Ardi Ganggas, mengatakan, gereja paroki yang terletak di Jalan Kartini Singaraja tersebut tentu tetap terbuka untuk umum dan diperuntukan sebagai gereja milik semua umat Katolik.
"Tidak ada diskriminasi yang akan dilakukan terhadap umat Katolik yang awalnya menjadi pendukung Romo Yans. Gereja itu rumah Tuhan dan tentunya menjadi tempat bagi seluruh umat Katolik," papar Ardi Ganggas.
Dikatakan, sampai saat ini tidak ada larangan bagi pendukung Romo Yans atau bagi siapapun umat Katolik untuk tidak melakukan persembahyangan di Gereja Paroki Santo Paulus.
Trauma Berat
Sementara itu, Maria Benedikta Aurela, 9, yang menjadi korban pada aksi pengosongan masih mengalami trauma.
Ramones, orang tua Aurela, di Singaraja, Sabtu (28/8), mengemukakan bahwa dirinya berencana memindahkan putri sulungnya ke Flores untuk bisa mengembalikan kondisi mental Aurela yang masih belum mampu melupakan peristiwa yang menyebabkan luka itu.
"Saat kejadian, saya sedang ada di Flores. Sebelum saya tinggal ke Flores, dia tidak biasa mengigau sampai menjerit saat waktu tidur. Tapi dia sekarang sering sekali mengigau. Hampir setiap malam Aurela seperti itu," kata Ramones kepada Antara.
Aurela menjadi korban saat sekelompok orang mengeluarkan Romo Yan beserta keluarga. Menurut Ramones, seusai keributan di Gereja Paroki Santo Paulus berlangsung Aurela dibawa ke rumah sakit umum daerah dan mendapat perawatan luka yang berada tepat di ubun-ubun kepalanya.
Dikatakan, luka yang dialami memang tidak parah dan saat ini sudah mulai mengering setelah mendapat perawatan dari rumah sakit daerah itu. "Tapi, kondisi saya mengkhawatirkan kondisi kejiwaan Aurela yang sempat mengalami syok mulai dari kejadian hingga usai peristiwa ribut beberapa waktu lalu," katanya.
Ia mengaku tidak mengetahui secara pasti seperti apa kejadian yang berlangsung dan menimpa putri kandungnya tersebut. Yang jelas, lanjutnya, dari pengakuan semua orang yang berada di rumah itu dikatakan bahwa saat terjadi perusakan serta pemecahan kaca jendela, Aurela sangat dekat dengan benda pecah belah itu.
Sumber: http://www.christianpost.co.id/church/church/20100830/5247/pendukung-romo-yohanes-tanumiarja-minta-maaf/index.html