Tuesday 19 October 2010

Tuesday, October 19, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca 100 Tahun Pekabaran Injil di Sarmi.
SARMI (PAPUA) - Kedatangan Van Hassel ke Pulau Yamna 10 Oktober 1910 yang diterima oleh Tete Makwas Kantung ketika itu bukan sekedar kedatangan seorang anak manusia bernama Van Hassel, namun ia adalah kedatangan Tuhan yang sebenarnya ke Tanah Tabi secara umum dan khususnya ke Kabupaten Sarmi untuk membawa terang dan mengabarkan kebenaran kepada orang – orang Sarmi.

Terang dan Kebenaran yang ada dalam Injil dapat dilihat dalam tiga perubahan yang mempengaruhi peradaban masyarakat Sarmi dan me­ngantarkan kehidupan umat dari masa kegelapan menuju kepada terang yang lebih baik.

Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran gereja yang begitu besar bukan hanya bagi jemaatnya saja, namun juga bagi masyarakat dalam lingkup yang lebih luas dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Gereja di masa kini dituntut menjalankan fungsi dan peran besar, tidak sebatas hanya menyadarkan manusia dari gelimang dosa dan menjadi hamba Tuhan yang taat, namun gereja juga dituntut membentuk dan membangun tatanan kehidupan masyarakat. “Gereja juga harus menjalankan 3 fungsi pokok yakni transformasi, rekonsiliasi dan empowerment,” kata Gubernur Provinsi Papua Barnabas Suebu, SH dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Asisten II Elly Loupatty.

Penjabat Bupati Kabupaten Sarmi Drs. Y. Awoitau, M.Si dalam sambutannya mengatakan bahwa peri­ngatan 100 Tahun Pekabaran Injil di Kabupaten Sarmi tahun ini merupakan sebuah peristiwa yang monumental karena disaat yang sama, pondasi dasar pembangunan di Sarmi telah berdiri kokoh dan menjadi satu modal dasar bagi masyarakat Sarmi untuk membangun daerah dan masyarakatnya menjadi seperti apa yang dicita – citakan, mandiri dan bermartabat. “Rumah kalfari sudah dibongkar, tapi isinya belum, untuk itu 3 hal yang disampaikan oleh Pendeta tadi harus diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari – hari”, ujar Bupati.

Menurutnya suara Yesus yang telah didengar oleh masyarakat Sarmi harus tercermin dalam sikap dan perilaku, sehingga Sarmi benar – benar menjadi tanah damai yang bebas dari iri dengki, permusuhan, pera­saan benci.

“Suara Yesus memperdengarkan dua hal kepada kita yakni tentang perintah Tuhan dan Jaminan, bila kita taat dan hidup sesuai dengan perintahnya, maka Tuhan sudah menjamin bahwa kita akan hidup dalam kedamaian”, tambahnya lagi.

Senada dengan keduanya, Drs. E. Fonataba, MM sebagai pinisepuh yang didaulat untuk menyampaikan sepatah dua kata, mengingatkan kembali kepada seluruh yang hadir akan penting dan utamanya menaruh segala harapan hanya kepada Tuhan semata. “Sejak bertugas di Sarmi barulah saya sadar dan yakin bahwa gunung dapat dipindahkan, dan laut dapat dikeringkan,” ujarnya memberi perumpamaan bagaimana karena yakin akan kuasa Tuhan sehingga segala sesuatu yang mustahil di dalam ukuran manusia, namun karena pertolongan dan kuasa Tuhan maka semua yang sulit itu dapat di mudahkan.

Sebagai peletak dasar pembangunan Kabupaten Sarmi, Fonataba kembali mengajak seluruh masyarakat Sarmi untuk selalu mengutamakan Tuhan dalam hidup karena bila menyandarkan sesuatu pada akal, kepintaran, dan harta tidak ada yang kekal, namun bila menyandarkan segalanya hanya kepada Tuhan maka kita akan menemukan satu tanda heran ke tanda heran lainnya.
“Semua harus tetap tanam pisang raja, biar orang Sarmi tetap menjadi raja dan tidak jadi ekor terus”, tambahnya memotivasi masyarakat.

Kehadiran sosok Drs. E. Fonataba, MM dan Berthus Kyew Kyew dalam acara peringatan 1 Abad Pekabaran Injil di Sarmi memberikan kesan khusus di hati masyarakat, hal itu tampak pada saat Drs. E. Fonataba, MM di daulat tampil ke depan memberikan sepatah dua kata, semua masyarakat berdiri dan memberikan applaus panjang, bahkan di barisan belakang di tepi jalan bersahut – sahutan suit – suit dari kaum muda layaknya menyambut seorang arti yang tengah konser.

Sumber: Bintang Papua