Monday 18 October 2010

Monday, October 18, 2010
1
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Calon Pendeta Harus Banyak Belajar Teologi Agama-Agama.
YOGYAKARTA - Para calon imam harus diberikan lebih banyak ajaran tentang teologi agama-agama dunia guna mempersiapkan mereka untuk berdialog dengan agama dan kepercayaan lain, kata seorang pejabat Konferensi Waligereja Indonesia.

“Teologi agama-agama yang diajarkan di seminari tinggi hanya dua jam per minggu. Itu tidak cukup,” kata Pastor Antonius Benny Susetyo, sekretaris eksekutif  Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (Komisi HAK KWI), menyusul pertemuan 30 dosen teologi dan  Islamologi dari seminari tinggi di seluruh tanah air.

Menurut Pastor Benny, teologi agama-agama perlu diintegrasikan dengan mata kuliah teologi lain dan dijadikan sebagai Teologi Fundamental.

Pada tanggal 8-10 Oktober diadakan pertemuan  yang menghadirkan pembicara Muslim, Buddha dan Hindu di Universitas Katolik Sanata Dharma Yogyakarta. Tema yang diusung adalah Menuju Pendidikan Teologi yang Terbuka melalui Studi Agama-Agama.

Komisi HAK KWI menyelenggarakan pertemuan itu bekerja sama dengan Komisi Seminari Konferensi Waligereja Indonesia (Komsem KWI) and Asosiasi Teolog Indonesia (ATI).

“Dialog agama bukan hal yang baru namun  ada sebuah kebutuhan untuk membangun karakter positif  yang ramah, simpati dan terbuka kepada agama dan keyakinan lain,”  demikian salah satu poin rangkuman dari pertemuan mereka.

Menurut mereka, pluralisme agama menjadi lahan subur untuk mengembangkan  dialog agama-agama dan teologi agama-agama.

Para peserta pertemuan itu menyatakan bahwa pertukaran dosen dan mahasiswa antaragama dirasa perlu untuk mendukung pelaksanaan dan aplikasi pembelajaran.

Mereka juga menyoroti berbagai tantangan dialog antaragama  termasuk fundamentalisme agama, invasi informasi yang tak terbendung, media internet seringkali mematikan kreativitas untuk mencari sumber pustaka, sulit mencari tempat live-in dan kurangnya para ahli dalam bidang yang terkait.
Dalam konteks pastoral, diperlukan model berteologi sesuai konteks lokal.