Wednesday, 13 October 2010

Wednesday, October 13, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca 15 Desa Lereng Gunung Sinabung Ikuti Misa dan Dibekali Pengetahuan Gunung Berapi.
KABANJAHE (SUMUT) - Gereja Katolik Paroki Santo Petrus-Paulus Kabanjahe dan relawan Posko bekerjasama dengan Balai Adat Budaya Karo Indonesia (BABKI) mengadakan misa syukuran kepada 2500-an penduduk 15 desa yang berada di lereng Gunung Sinabung, Minggu (10/10) di Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat Karo.

Ir Jonathan Tarigan, Koordinator Dewan Pakar Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumatera Utara dalam paparannya menyampaikan, perlunya pemahaman tentang sumber dan penyebab letusan gunung berapi yaitu magma dan tekanan gas, jenis letusan, dan tingkat kekuatan letusan.

Kepada warga 15 desa dia memperbandingkan tingkat kekuatan letusan Sinabung dengan letusan gunung-gunung berapi yang pernah meletus dahsyat di belahan dunia dan di Indonesia.

Seperti letusan Gunung Vesuvius tahun 1979 yang mengubur kota Pompei, dengan awan panas juga Gunung Pelee (1902) mengubur kota St Pierre, Gunung Soufrierre (1902), Gunung St. Helena (1980), serta letusan gunung berapi di Indonesia, antara lain, Gunung Tambora (1815) di Sumbawa yang menewaskan 115.000, orang. Gunung Krakatau (1883), Gunung Kelud (1919), Gunung Merapi (1951), dan Gunung Galunggung (1882, 1983).

Seluruh masyarakat yang berada di lereng Sinabung secara mandiri diajak untuk melakukan penilaian, seberapa besar sebetulnya tingkat bahaya letusan Sinabung dibandingkan dengan gunung berapi yang telah pernah meletus di berbagai belahan dunia.

Kemudian dijelaskan juga, tahapan-tahapan kegiatan satu siklus letusan gunung api dengan mengambil contoh, Gunung Miyakejima di Jepang. Dari perbandingan itu dapat diketahui bahwa Sinabung pada saat ini berada pada tahap smoking (tahap merokok).

Sementara Ir Alimin Ginting asal Jakarta yang merupakan salah seorang pengurus ahli gunung berapi tingkat dunia dan dewan penyantun Balai Adat Budaya Karo Indonesia (BABKI) menjelaskan, bagaimana proses terbentuknya gunung api, proses letusan yang terjadi, sifat ataupun karakter letusan gunung api di berbagai belahan dunia.

Ketua Panitia Pelaksana Kegiatan, Bastanta Purba yang juga Koordinator Balai Adat Budaya Karo Indonesia kepada wartawan mengatakan, dengan adanya pemahaman seperti ini, masyarakat dapat mengurangi rasa kekhawatiran yang berlebihan sekaligus mewaspadai Gunung Sinabung sesuai sifat dan karakter letusannya.

"Penting, pemahaman dan pencerahan yang bersifat ilmiah dari ahlinya. Artinya, masyarakat tidak perlu menakuti Gunung Sinabung, tapi masyarakat yang berdiam di bawah kaki Sinabung perlu mengetahui apa dan bagaimana gunung api dan bisa hidup bersahabat dengan damai," ujar Purba. 

Sumber: Harian Global