JAKARTA - Jimmy Oentoro bersama 26 tokoh Indonesia menuangkan pemikirannya dalam buku bertajuk Indonesia Satu, Indonesia Beda, Indonesia Bisa. Buku tersebut lahir dari keprihatinan atas kondisi Indonesia yang carut marut, menggerogoti keutuhan bangsa. Sekaligus juga lahir dari rasa kecintaan pada putra-putri bangsa yang ingin menyaksikan Indonesia menjadi negara yang damai, harmonis, dan sejahtera.
Pada acara itu hadir pakar ekonomi Roy Sembel, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, Rohaniwan Romo Franz Magnis-Suseno, pengamat politik Bima Arya Sugiarto, dan aktivis lintas iman Djohan Effendi. Menurut Roy Sembel, Indonesia merupakan negara yang sangat unik karena memiliki banyak keragaman. Keunikan tersebut, bisa menjadi modal dasar yang kuat bagi pijakan pembangunan Indonesia ke depan. “Perbedaan tersebut membuat kita ke depannya bisa mencapai beberapa hal yang barang kali tidak terpikir sebelumnya. Indonesia saat ini sudah masuk kategori G20. Itu pencapaian yang luar biasa,” tandas Roy pada acara bedah buku Indonesia Satu, Indonesia Beda, Indonesia Bisa, di Universitas Paramadina, Jakarta, Rabu (4/8).
Sementara Romo Franz Magnis menyampaikan tentang pentingnya pluralisme. “Pluralisme tidak sama dengan relativisme agama. Yang dikutuk oleh MUI adalah relativisme agama.” Relativisme agama adalah pandangan bah wa semua agama sama benar dan kebenaran masing-masing agama berlaku bagi agama itu sendiri tapi tidak di luar.
Relativisme tidak pluralistik, dan juga tidak toleran karena menuntut agar agama-agama melepaskan keyakinan bahwa mereka memang benar. Sebaliknya, seorang pluralis justru menerima bahwa manusia mempunyai kepercayaan yang berbeda-beda. Sayangnya, istilah pluralisme kadang-kadang dibajak sebagai nama untuk pandangan bahwa semua agama sama saja dan jangan agama-agama masing-masing menganggap diri sendiri paling benar. “Pluralisme itu sangat penting,” pesan Romo Magnis.
Buku Indonesia Satu, Indonesia Beda, Indonesia Bisa ingin mengajak masyarakat Indonesia untuk bergandeng tangan membangun Indonesia. Beberapa tokoh yang menyumbang buah pemikirannya dalam buku tersebut antara lain, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat, Mantan Menko Perekonomian Kwik Kian Gie, Mantan Menteri Keuangan Rizal Ramli, Mantan Ketua Umum PBNU Hassyim Muzadi, Pendiri Institute for Syriac Christian Studies Bambang Noorsena, dan Pengusaha Ciputra.
Sumber: Bahana