Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Subandriyo dan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono menyebut proses ini adalah awal dari erupsi atau letusan. "Awal erupsi terjadi pukul 17.02 WIB," tegas Subandrio kepada Tribunnews.com saat dihubungi dari Jakarta.
Erupsi adalah bahasa ilmiah meletus. Surono juga menjelaskan bahwa erupsi terjadi dua kali, yakni pukul 17.02 WIB dan 17.23 WIB.
Menurut laporan warga yang berada di lereng selatan, sempat terdengar suara letusan. Warga selanjutnya hanya bisa melihat asap tebal hitam sangat tinggi. "Awan panas mencapai 1,5 kilometer tingginya," tegas Surono.
Saat ini proses evakuasi terus berjalan. Hujan abu hingga pukul 20.00 WIB terus terjadi. Hujan abu melebihi batas aman bencana, yakni 10 kilometer. Bahkan, masyarakat yang berada lebih dari 20 kilometer hingga kini juga mengalami hujan abu.
Warga Panik dan Mengungsi
Warga Desa Sangup, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, panik setelah mendengar letusan Gunung Merapi yang menyemburkan awan panas, Selasa (26/10) malam.
Setiyono tokoh masyarakat desa setempat mengatakan, setelah mendegar letusan keras dari puncak Merapi, warga mengungsi ke gedung sekolah dasar dan Balai Desa Sumur yang terletak di bagian bawah desa itu.
Menurutnya, Desa Sangup jaraknya sekitar 10 kilometer dari puncak Gunung Merapi. Tetapi, posisinya dekat dengan Kali Gandul yang merupakan anak sungai Kali Woro yang rawan erupsi.
Pada 2006, ujarnya, lahar panas meluncur hingga ke Kali Gandul yang sangat dekat dengan pemukiman warga Desa Sungup. Oleh karena itu, warga khawatir lahar panas akan kembali mengalir hingga ke Kali Gandul seperti peristiwa empat tahun lalu.
Warga di Dukuh Sanggar, Beling, Ringin, Sukorejo, Desa Sangup dan Dukuh Banyusri Desa Jemowo juga diungsikan ke rumah bayan Ngatimo di Dukuh Gendulan. Jumlah pengungsi dari Desa Jemowo sekitar 300 jiwa, dari Desa Sumur 400 jiwa, dan Desa Karangnyar 200 jiwa.
Sementara itu, Dukuh Stabelan, Desa Tlogolele, yang jaraknya sekitar tiga kilomter dari puncak Merapi, juga sudah ditinggalkan penduduknya. Warga mengungsi ke Balai Desa Tglogolele setelah Merapi mengeluarkan awan panas
Korban Wedhus Gembel
Sejumlah warga Sleman, DI Yogyakarta mengalami luka bakar akibat terkena awan panas Merapi. Ada di antara mereka yang mengalami luka bakar parah hingga pakaiannya meleleh dan menempel di kulit.
Para korban luka bakar itu sempat menjalani perawatan di RS Panti Nugroho, Sleman. Namun, akhirnya para korban luka bakar itu dirujuk ke RSUD Sardjito, Yogyakarta.
"Sesuai protap maka korban luka bakar minimal 40% kami rujuk ke RS Dr. Sardjito. Saat tiba, korban luka bakar ini ada yang pakaiannya leleh dan menempel di kulit," ujar dr. Adi Mulyanto, dokter di RS Panti Nugroho saat ditemui detikcom, Selasa (26/10/2010).
Dan untuk korban meninggal yakni seorang bayi yang meninggal di Rumah Sakit Panti Nugroho di Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebelumnya ada 7 warga lereng Merapi yang menjadi korban luka yang dibawa ke RS Panti Nugroho. Dari tujuh orang itu, masih ada dua orang yang masih ditangani di RS ini. Satu orang lainnya telah diperbolehkan pulang. Sedangkan sisanya yang merupakan korban luka bakar di atas 40% dirujuk ke RSUD Sardjito.
sedangkan di Magelang jumlah korban yang mengalami sesak napas. Hingga pukul 21.15 WIB, Selasa (26/10/2010), 30 warga yang dilarikan ke RSUD Magelang untuk menjalani perawatan.
Puluhan pasien membanjiri RSUD Magelang yang berada di Kecamatan Muntilan itu sesaat setelah terjadi hujan debu akibat letusan gunung Merapi. "Saat ini ada 30 orang yang dirawat di sini dengan keluhan sesak napas akibat menghirup debu," kata Direktur RSUD Magelang dr Sasongko.
Sumber: Berbagai Sumber