KUPANG (NTT) - Gereja Anugerah di Jalan El Tari 1, Rumah Jabatan (Rujab) Gubernur NTT, gedung bekas Kanwil Depag NTT , rumah dinas Kepala Dolog NTT di Jalan Palapa dan 160-an rumah penduduk di sekitarnya, terancam dieksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Kupang.
Rencana lokasi eksekusi PN Kupang itu mencakup wilayah tiga kelurahan, yakni Naikoten 1, 2 dan Oebobo. Di wilayah Naikoten 2, bangunan pemerintah dan rumah penduduk yang bakal dieksekusi adalah gedung bekas Kanwil Degag NTT dan beberapa rumah di belakangnya, serta Rumah Makan Kits. Selanjutnya ke arah timur ada rumah dinas Kepala Dolog NTT di Jalan Palapa dan tanah kosong di antara rumah dinas Dolog dan RM Kits.
Di Kelurahan Naikoten 1, rencana eksekusi itu mulai dari sisi sebelah barat Jalan Polisi Militer yang meliputi RM Abadi, Gereja Anugerah di Jalan El Tari 1, sampai batas kali di samping gereja tersebut. Selain itu rumah-rumah penduduk di belakang RM Abadi dan Gereja Anugerah dengan batas sebelah timur Jalan Polisi Militer dan barat kali, meliputi semua rumah penduduk sampai di jalan setapak (dari semen) dekat persawahan belakang Rujab Gubernur NTT.
Sedangkan wilayah Kelurahan Oebobo yang bakal terkena eksekusi yakni tanah dan rumah milik keluarga Koamesah, terus menyeberang Jalan Soeprapto dimana ada sebuah rumah makan dan tanah kosong yang berbatasan dengan Jalan El Tari, termasuk Depot Raja Laut dan sekretariat DPD Partai Demokrat NTT yang menghadap ke Jalan El Tari 1.
Masih di Oebobo, tanah dan bangunan yang akan dieksekusi meliputi Rujab Gubernur NTT dan tanah kosong di samping sebelah timur sampai pagar rumah dinas Kejati dan Pengadikan Tinggi NTT di Jalan Adyaksa. Tanah sawah di belakang Rujab Gubernur juga bakal dieksekusi.
Lokasi yang akan dieksekusi itu sesuai berita acara pengukuran dan penunjukan No. 125/BA.PDT/G/163/PN.KPG tanggal 23 Juni 2004, serta putusan PN Kupang No. 125/Pdt/1963 tanggal 14 Januari 1966 dalam perkara tanah antara B Oematan dan kawan-kawan (penggugat) melawan Habel Oematan (tergugat). Perkara ini dimenangkan B Oematan dan tergugat tidak mengajukan banding sehingga putusan PN Kupang tersebut sudah berkekuatan hukum tetap.
Fotokopi berita acara pengukuran lokasi eksekusi serta fotokopi putusan PN Kupang tersebut diperoleh Pos Kupang, Sabtu (2/10/2010). Dua berkas fotokopi itu sudah disahkan PN Kupang sesuai aslinya.
Kami Punya Sertifikat
Beberapa penduduk di samping sebelah barat Rujab Gubernur yang ditemui, Minggu (3/10/2010), mengatakan, sudah mendengar rencana eksekusi tersebut. Mereka mempertanyakan eksekusi itu, sebab mereka sudah 40-an tahun tinggal dan membangun rumah di lokasi itu. Mereka juga sudah mempunyai sertifikat tanah.
"Kalau mereka datang eksekusi, kami tidak mungkin tinggal diam. Kami sudah tinggal di sini selama 40-an tahun dan kami punya sertifikat tanah," tandas seorang bapak usia 60-an tahun yang menolak ditulis namanya.
Bersama beberapa warga lainnya, mereka hanya manggut-manggut dan menggelengkan kepala saat Pos Kupang menunjukkan fotokopi denah lokasi eksekusi yang dilampirkan dalam berita acara pengukuran dan penunjukan yang dibuat jurusita PN Kupang.
Rencana eksekusi ini pun dirasa aneh karena perkara tanah tersebut divonis tahun 1966 namun baru kali ini hendak dieksekusi. Sesuai data dan fotokopi berkas- berkas perkara yang diperoleh Pos Kupang, rencana eksekusi itu baru mencuat tahun 2004, 38 tahun setelah perkara diputus tahun 1966.
Beberapa warga menggunakan jasa pengacara mempertanyakan kepada pihak PN Kupang tentang "eksekusi batas" yang dilakukan juru sita PN Kupang tahun 2004 lalu. Ketua PN Kupang, H. Imam Su'udi, S.H, M.H dalam suratnya No. W26.U1/1439/HT.04.10/IX/2010 tanggal 22 September 2010, menegaskan bahwa tanah sengketa tersebut sebenarnya sudah dieksekusi pada 29 Juni 2004, namun tidak tuntas karena saat itu sedang Pilpres.
"...sehingga eksekusi yang sedang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Kupang (saat ini, Red) hanya sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan eksekusi tahun 2004," tulis Su'udi dalam suratnya.
Surat tersebut menjawab surat yang diajukan keluarga Koamesah, Cs melalui pengacara Atulolon P Bote, S.H.
Selanjutnya terkait rencana eksekusi tersebut, PN Kupang pada tanggal 3 September 2010, sudah menerbitkan berita acara teguran No. 125/Pen.Pdt/ANM/1963/PN KPG, untuk pihak yang kalah dalam perkara tersebut, yakni Habel Oematan. Dalam berita acara yang ditandatangani Ketua PN Kupang, Imam Su'udi, S.H, M.H itu, Habel Oematan diperingatkan agar dalam tempo delapan hari terhitung sejak 4 September 2010, "harus memenuhi putusan Pengadilan Negeri Kupang No,or 125/Pdt.G/1963/PN.KPG, tanggal 14 Januari 1966".
Alex Frans, S.H, pengacara yang juga menjadi kuasa hukum warga yang bakal terkena eksekusi, menegaskan bahwa aktivitas pengukuran batas-batas tanah yang dilakukan jurusita PN Kupang dan informasi eksekusi itu sangat meresahkan warga. Padahal selama ini warga tidak pernah terlibat dalam perkara tersebut.
Dia mengaku bersama pengacara lainnya yang juga menjadi kuasa hukum dari warga yang terancam menjadi korban eksekusi, sudah menyurati pihat-pihak terkait di NTT maupun di pusat, termasuk Ombudsman, Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung RI.
Rencana lokasi eksekusi PN Kupang itu mencakup wilayah tiga kelurahan, yakni Naikoten 1, 2 dan Oebobo. Di wilayah Naikoten 2, bangunan pemerintah dan rumah penduduk yang bakal dieksekusi adalah gedung bekas Kanwil Degag NTT dan beberapa rumah di belakangnya, serta Rumah Makan Kits. Selanjutnya ke arah timur ada rumah dinas Kepala Dolog NTT di Jalan Palapa dan tanah kosong di antara rumah dinas Dolog dan RM Kits.
Di Kelurahan Naikoten 1, rencana eksekusi itu mulai dari sisi sebelah barat Jalan Polisi Militer yang meliputi RM Abadi, Gereja Anugerah di Jalan El Tari 1, sampai batas kali di samping gereja tersebut. Selain itu rumah-rumah penduduk di belakang RM Abadi dan Gereja Anugerah dengan batas sebelah timur Jalan Polisi Militer dan barat kali, meliputi semua rumah penduduk sampai di jalan setapak (dari semen) dekat persawahan belakang Rujab Gubernur NTT.
Sedangkan wilayah Kelurahan Oebobo yang bakal terkena eksekusi yakni tanah dan rumah milik keluarga Koamesah, terus menyeberang Jalan Soeprapto dimana ada sebuah rumah makan dan tanah kosong yang berbatasan dengan Jalan El Tari, termasuk Depot Raja Laut dan sekretariat DPD Partai Demokrat NTT yang menghadap ke Jalan El Tari 1.
Masih di Oebobo, tanah dan bangunan yang akan dieksekusi meliputi Rujab Gubernur NTT dan tanah kosong di samping sebelah timur sampai pagar rumah dinas Kejati dan Pengadikan Tinggi NTT di Jalan Adyaksa. Tanah sawah di belakang Rujab Gubernur juga bakal dieksekusi.
Lokasi yang akan dieksekusi itu sesuai berita acara pengukuran dan penunjukan No. 125/BA.PDT/G/163/PN.KPG tanggal 23 Juni 2004, serta putusan PN Kupang No. 125/Pdt/1963 tanggal 14 Januari 1966 dalam perkara tanah antara B Oematan dan kawan-kawan (penggugat) melawan Habel Oematan (tergugat). Perkara ini dimenangkan B Oematan dan tergugat tidak mengajukan banding sehingga putusan PN Kupang tersebut sudah berkekuatan hukum tetap.
Fotokopi berita acara pengukuran lokasi eksekusi serta fotokopi putusan PN Kupang tersebut diperoleh Pos Kupang, Sabtu (2/10/2010). Dua berkas fotokopi itu sudah disahkan PN Kupang sesuai aslinya.
Kami Punya Sertifikat
Beberapa penduduk di samping sebelah barat Rujab Gubernur yang ditemui, Minggu (3/10/2010), mengatakan, sudah mendengar rencana eksekusi tersebut. Mereka mempertanyakan eksekusi itu, sebab mereka sudah 40-an tahun tinggal dan membangun rumah di lokasi itu. Mereka juga sudah mempunyai sertifikat tanah.
"Kalau mereka datang eksekusi, kami tidak mungkin tinggal diam. Kami sudah tinggal di sini selama 40-an tahun dan kami punya sertifikat tanah," tandas seorang bapak usia 60-an tahun yang menolak ditulis namanya.
Bersama beberapa warga lainnya, mereka hanya manggut-manggut dan menggelengkan kepala saat Pos Kupang menunjukkan fotokopi denah lokasi eksekusi yang dilampirkan dalam berita acara pengukuran dan penunjukan yang dibuat jurusita PN Kupang.
Rencana eksekusi ini pun dirasa aneh karena perkara tanah tersebut divonis tahun 1966 namun baru kali ini hendak dieksekusi. Sesuai data dan fotokopi berkas- berkas perkara yang diperoleh Pos Kupang, rencana eksekusi itu baru mencuat tahun 2004, 38 tahun setelah perkara diputus tahun 1966.
Beberapa warga menggunakan jasa pengacara mempertanyakan kepada pihak PN Kupang tentang "eksekusi batas" yang dilakukan juru sita PN Kupang tahun 2004 lalu. Ketua PN Kupang, H. Imam Su'udi, S.H, M.H dalam suratnya No. W26.U1/1439/HT.04.10/IX/2010 tanggal 22 September 2010, menegaskan bahwa tanah sengketa tersebut sebenarnya sudah dieksekusi pada 29 Juni 2004, namun tidak tuntas karena saat itu sedang Pilpres.
"...sehingga eksekusi yang sedang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Kupang (saat ini, Red) hanya sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan eksekusi tahun 2004," tulis Su'udi dalam suratnya.
Surat tersebut menjawab surat yang diajukan keluarga Koamesah, Cs melalui pengacara Atulolon P Bote, S.H.
Selanjutnya terkait rencana eksekusi tersebut, PN Kupang pada tanggal 3 September 2010, sudah menerbitkan berita acara teguran No. 125/Pen.Pdt/ANM/1963/PN KPG, untuk pihak yang kalah dalam perkara tersebut, yakni Habel Oematan. Dalam berita acara yang ditandatangani Ketua PN Kupang, Imam Su'udi, S.H, M.H itu, Habel Oematan diperingatkan agar dalam tempo delapan hari terhitung sejak 4 September 2010, "harus memenuhi putusan Pengadilan Negeri Kupang No,or 125/Pdt.G/1963/PN.KPG, tanggal 14 Januari 1966".
Alex Frans, S.H, pengacara yang juga menjadi kuasa hukum warga yang bakal terkena eksekusi, menegaskan bahwa aktivitas pengukuran batas-batas tanah yang dilakukan jurusita PN Kupang dan informasi eksekusi itu sangat meresahkan warga. Padahal selama ini warga tidak pernah terlibat dalam perkara tersebut.
Dia mengaku bersama pengacara lainnya yang juga menjadi kuasa hukum dari warga yang terancam menjadi korban eksekusi, sudah menyurati pihat-pihak terkait di NTT maupun di pusat, termasuk Ombudsman, Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung RI.
Sumber: Kupang Pos