Friday, 1 October 2010

Friday, October 01, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Gereja Australia ingin Mediasi Bagi Papua.
CANBERRA (AU) - Pihak Uniting Church in Western Australia akan mendesak Menlu Australia Kevin Rudd agar mendorong pemerintah Indonesia untuk mengadakan dialog nasional dengan orang asli Papua.
“Dialog yang dimediasi oleh pihak ketiga yang independen bisa menjamin keadilan dan  keamanan Papua ke depan,” kata ketua Sinode Pendeta Ken Williams.
Inti pembahasan termasuk marginalisasi dan kekerasan terhadap warga Papua, militerisasi dan keinginan orang Papua untuk mengatur daerah mereka sendiri.
“Orang Papua merasa terisolasi dan  rentan,” kata John Barr, direktur Associate of UnitingWorld Asia. UnitingWorld bekerjasama dengan Gereja Kristen Indonesia Tanah Papua (GKI-TP).
GKI-TP mencatat bahwa setelah 10 tahun berada di bawah  UU Otonomi Khusus (Otsus),  orang asli Papua tetap terpinggirkan.  UU tersebut dibuat oleh pemerintah Indonesia setelah bertumbuhnya sentimen separatis.
Menyusul seruan ini,  rapat gabungan Presbiterian dan Sinode mengeluarkan resolusi di akhir pekan ini di Perth.  Ini merupakan aksi pertama yang dilakukan  oleh sebuah Gereja di Australia sejak  warga  Papua menolak  UU Otsus dengan sebuah demonstrasi besar-besaran Agustus lalu.
Mengutip para pimpinan Gereja, Barr mengatakan UU ini gagal  memenuhi aspirasi  warga Papua. “Mereka ingin  hidup damai, namun  mereka tidak memiliki lahan sendiri, pengawasan atas ekonomi dan  pendidikan yang layak.”
Uniting Church telah bekerjasama dengan GKI-TP melalui berbagai proyek pembangunan.  Mereka sepakat untuk melanjutkan kerja sama dalam advokasi HAM, penegakan perdamaian, bantuan darurat, pelayanan kesehatan dan pengembangan ekonomi.
Kemarin warga Papua berdemontrasi di depan Kedutaan Amerika Serikat dan konsultat Indonesia di Perth bertepatan dengan sidang kongres Amerika Serikat berjudul Kejahatan Terhadap Keanusiaan: Kapankah Militer Indonesia Bertanggungjawab atas Kekerasan Sistematis dan Sengaja di Papua Barat?
GKI-TP menulis kepada Presiden  AS Barack Obama agar “mendukung Dialog antara Papua dan Jakarta [pemerintah] serta menjamin hak untuk kebebasan berekspresi seperti yang ditetapkan oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil  dan Politik.”
Pendeta Socratez Sofyan Yoman, ketua umum Persekutuan Gereja Baptis  di Papua mengklaim bahwa UU Otsus  telah gagal. “UU itu meningkatkan penderitaan orang asli Papua di tanah leluhur mereka sendiri,”  katanya.
 Tahun 1969, Indonesia mengambil alih Papua barat berdasarkan “Act of Free Choice,”  sebuah referendum dari 1.000  tokoh warga Papua.
Sejak itu, Australia mengakui hak-hak Indonesia atas Papua, dimana transmigrasi  yang disponsori pemerintah telah menyebabkan penurunan populasi. 
Sidang Umum Dewan Gereja-Gereja Dunia dan Aliansi Gereja-Gereja Reformasi mendesak seluruh anggota untuk “mendukung  orang Papua dalam perjuangan mereka untuk keadilan dan perdamaian.”
Investasi Australia di Papua termasuk  pertambangan raksasa Freeport, yang merupakan tambang emas terbesar dunia dan tambang tembaga terbesar ketiga dunia.  Para aktivis Lingkungan dan orang Papua  protes  terhadap operasi Freeport itu.

Sumber: cathnewsindonesia.com