JAKARTA - DKI Jakarta yang notabene sebagai ibukota negara nampaknya menyimpan segudang sejarah. Seluruh peninggalan sejarah yang ada, menjadi saksi perjalanan kota Jakarta sejak zaman dulu hingga sekarang. Setidaknya saat kota ini dinamai Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia, hingga zaman kemerdekaan yang didaulat menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) sekaligus sebagai Ibukota Negara Indonesia.
Seiring perjalanan sejarah, ternyata Jakarta juga banyak menyimpan cerita menarik mengenai asal usul beberapa kampung tua yang pernah di ulas di beritajakarta.com. Tak hanya itu, bangunan kuno yang berdiri berjajar di kawasan Kota Tua juga seakan menjadi bukti perjalanan sejarah yang ada. Sebut saja misalnya Museum Fatahillah, Jembatan Kota Intan, hingga Stasiun Kota Beos yang tersohor.
Kali ini kata akan mengunjungi sebuah bangunan gereja tua yang terletak di Jl Pangeran Jayakarta, tepatnya di persimpangan antara Jl Mangga Dua dan Jl Pangeran Jayakarta, Jakarta Barat. Bangunan tua tersebut tampak kokoh meski usianya mencapai lebih dari 3 abad. Bangunan Gereja Sion inilah yang menjadi bangunan gereja tertua di Jakarta.
Gereja Sion ini berbentuk persegi empat dengan luas total 24 x 32 meter persegi. Pada bagian belakang, terdapat bangunan tambahan berukuran 6 x 18 meter persegi. Gereja ini dapat mampu menampung 1.000 jemaat. Sedang luas tanah seluruhnya 6.725 meter persegi. Saat ini Gereja Sion masuk dalam katagori bangunan cagar budaya golongan A yang dilindungi.
Selain menjadi tempat wisata, hingga saat ini Gereja Sion juga masih digunakan sebagai tempat ibadah bagi jemaat Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB). Tak heran jika gereja yang dijuluki sebagai `Gereja Portugis` ini telah mengalami pemugaran pada tahun 1920 dan juga pada tahun 1978 (Heuken). Termasuk penyempitan halaman gereja yang digunakan sebagai perluasan Jl P Jayakarta.
Meski berada di wilayah Kota Tua, namun dulunya gereja ini masih berada diluar tembok pusat kota yang berpusat di Batavia. Maka tak heran jika saat itu, gereja ini diberi nama Gereja Portugeesche Buiten kerk yang artinya, Gereja orang Portugis yang berada di luar tembok Kota. Maklum saja saat Belanda berkuasa, tembok besar dibangun sebagai pembatas antar kota, dimana orang Tionghoa diasingkan di Glodok.
Berdasarkan data pengelola UPT Kota Tua, Gereja Sion dibangun tahun 1693. Dulu semasa pemerintahan Gubernur Jenderal Willem Van Horn, gereja ini bernama De Nieuwe Portugesche Buiten Kerk. Pembangunan gereja tersebut bertujuan sebagai tempat peribadatan orang Portugis yang datang dari Malaka. Gaya Eropa terlihat pada bagian ruangan yang tinggi dengan ornamen ukiran Eropa kuno.
Gereja ini membentuk ruang besar dan luas layaknya seperti sebuah aula yang digunakan sebagai pusat peribadatan. Sebuah mimbar bergaya barok, berdiri di tengah altar. Sisi kanan, menghadap altar berderet kursi besar berukir buatan pertengahan abad ke-17. Dibuat khusus bagi para petinggi VOC, termasuk buat gubernur jenderal Belanda. Sedangkan di tengah atas sandaran kursi yang terbuat dari kayu hitam itu terukir kitab suci yang terbuka.
Pada salah satu dinding gereja, ada batu bertulis dalam bahasa Belanda. Konon tulisan ini merupakan sejarah berdirinya Gereja Sion. Bagian atas, belakang, terletak orgel atau orgen tiup tua dengan pipa- pipa panjang. Orgel itu dulu digunakan sebagai pengiring saat jemaat tengah bersembahyang. Tapi saat ini orgel tersebut sudah tidak digunakan lagi.
Anggota Majelis GPIB Sion, Hadikusumo, menuturkan pada tahun 1957, rapat akbar jemaat memutuskan untuk mengganti nama Gereja Portugis ini menjadi Gereja Sion yang berarti lambang bukit keselamatan. Hingga saat ini nama Gereja Sion masih digunakan dan sebagai tempat beribadatan uman Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat atau GPIB.
Sumber: Berbagai Sumber