Monday, 4 October 2010

Monday, October 04, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Komisi Hubungan Antar Kepercayaan Nusa Tenggara Sepakat Dialog Antarumat Beragama.
ENDE (NTT) - Pada pertemuan tiga hari di Flores, Nusa Tenggara Timur, tokoh Gereja Katolik terus menekankan pentingnya dialog dengan agama lain dalam keberagaman agama dan budaya di negeri ini.
Lebih dari 100 perwakilan dari komisi Hubungan Antar Kepercayaan se-regio Nusa Tenggara menghadiri program yang diadakan pada 27-29 September. Keuskupan yang termasuk dalam regio Nusa Tenggara adalah Keuskupan Agung Ende dan Keuskupan Agung Kupang, Keuskupan Atambua, Denpasar, Larantuka, Maumere, Ruteng, dan Weetebula.
Hadir sebagai pembicara pada program tersebut adalah Romo Antonius Benny Susetyo Pr dan Romo Ignatius Ismartono SJ, masing-masing sebagai sekretaris eksekutif dan anggota Komisi HAK KWI, Pastor Philippus Tule SVD, seorang Islamolog dari Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero , serta H. Abdul Rasyid Wahab, Ketua MUI Maumere.
"Agama-agama seharusnya menjadi inspirasi. Akan tetapi dalam kenyataannya agama malah menjadi sumber konflik di Indonesia," kata Romo Benny.
"Dialog antaragama bisa menjadi cara yang efektif dalam meminimalisasi konflik seperti itu," lanjutnya. "Karena itu, Pancasila harus menjadi landasan ideologi kehidupan bernegara."
Menurut Pastor Ismartono, Gereja Katolik tidak pernah menentang berdialog dengan agama lain. "Dialog adalah panggilan untuk membangun kebersamaan," katanya
Menurut H. Abdul, dasar dialog antaragama, dalam pemahaman Islam, adalah upaya kerja sama dan saling membantu, karena Allah menciptakan manusia berbeda-beda.
Pastor Philippus mengajak komisi HAK regio Nusra agar memberikan pemahaman yang tepat tentang dialog antaragama kepada umat Katolik, sehingga meningkatkan inklusivisme di antara mereka.
Program tiga hari tersebut diakhiri dengan kesepakatan untuk menyelenggarakan seminar dan lokakarya tentang arti penting Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.