Wednesday 27 October 2010

Wednesday, October 27, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Tragedi HKBP 12 September 2010.
JAKARTA - Penusukan terhadap Hasian Sihombing, anggota Majelis Jemaat HKBP Pondok Timur, Ciketing, Bekasi sangatlah memprihatinkan. Memprihatinkan karena berlatar belakang agama yang seharusnya menjadi pusat perteduhan dan kasih sayang.  

Hari Minggu, 12 September 2010, boleh dibilang, lengkap sudah kepahitan perjuangan jemaat Huria Kristen Batak Protestan Pondok Timur Indah (HKBP-PTI) dalam upaya mewujudkan hak dan kebebasan mereka  mendapatkan tempat beribadah.  Seorang anggota Majelis HKBP-PTI, Sintua Hasian Lum-buntoruan Sihombing, mendapat tusukan benda tajam di bagian perutnya yang dilakukan oleh orang yang tak dikenal.

Hanya seketika kejadian yang terjadi di jalan Ciketing Asem, Mustika Jaya, Kota Bekasi, sekitar pukul 08.30 WIB ini. Darah pun berlumuran di sekujur majelis jemaat yang telah sekian lama setia membantu tugas pendeta dalam ibadah, termasuk untuk memperjuangkan kebenaran mendapatkan rumah ibadah dan kebebasan beribadah bagi jemaat KBP-PTI. Melihat tubuh bersimbah darah itu itu, air mata kepedihan pun mengalir dari bola mata ratusan jemaat yang ikut menyaksikan peristiwa mengenaskan itu. Meski ada sekian banyak jemaat HKBP-PTI di tempat kejadian, mereka toh tidak bisa berbuat apa-apa, karena memang, kejadiannya berlangsung mendadak dan cepat. Situasi yang mereka alami mendadak berubah jadi kalut sekaligus terkejut bukan kepalang.

Seperti dituturkan salah seorang anggota jemaat HKBP-PTI yang tak mau disebutkan namanya kepada Reformata, Minggu, 12 September 2010, kejadian itu berlangsung pada saat jemaat HKBP-PTI tengah berjalan bersama-sama menuju tempat ibadah di Ciketing Asem, Mustika Jaya. Hendak melakukan ibadah hari Minggu.

Sebelumnya, para jemaat berkumpul di rumah ibadah yang telah disegel Pemerintah Kota Bekasi sejak beberapa bulan silam yang terletak di Jalan Puyuh Raya, No 14. Sekitar pukul 08.00 WIB, dari sana mereka berarak bersama-sama menuju tempat ibadah milik mereka di Kampung Ciketing.

Begitu kurang lebih jarak 1 km dari rumah ibadah di Jalan Puyuh Raya, empat sepeda motor yang dikendarai 9 orang tak dikenal berpapasan dengan para jemaat yang tengah berjalan beriringan itu dan berhenti sejenak persis di samping Hasian Sihombing. Saat itulah salah seorang pengendara motor itu menusuk perut laki-laki berusia 50 tahun ini. Pelaku penusukan dan rekan-rekan lainnya sama sekali tak dikenal karena mereka semua mengenakan busana yang menutupi seluruh tubuhnya, termasuk kepala dan wajah mereka ditutupi dengan semacam cadar berwarna putih, kecuali mata mereka saja yang terlihat terbuka.

Ibu Pendeta ikut dianiaya
Melihat Hasian Sihombing berlumuran darah, beberapa jemaat berusaha menolongnya sementara ada jemaat lainnya berteriak minta tolong pada aparat kepolisian yang memang tengah berjaga-jaga kurang lebih 20 meter dari lokasi. Polisi pun seketika datang menolong.

Seorang polisi bersama Pdt. Luspida membawa korban ke rumah sakit dengan motor milik polisi tersebut. Ibu Pendeta ini menaikkan korban penusukan ke atas motor dan ikut naik ke motor yang sama untuk membantu korban karena kondisi korban sudah lemah tak bisa merangkul polisi yang mengendarai motor itu. Sedang begitu motor mulai berjalan, tiba-tiba Ibu Pdt. Luspida dipukul dari belakang dengan benda tumpul sampai lebam di wajahnya yang mengakibatkan memar di bagian kening kirinya. Seketika itu pulalah para pelaku melarikan diri dan hilang.

 Kapolrestro Bekasi, Kombes Pol. Imam Sugianto, di Bekasi, Minggu, 12 September 2010, membenarkan terjadinya penyerangan terhadap kedua petinggi HKBP Ciketing tersebut. “Kedua korban langsung dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Mitra Keluarga Bekasi Timur dan dirawat di lantai dua ruang Unit Gawat Darurat (UGD).

Namun, pernyataan Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Timur Pradopo kepada wartawan usai melihat kedua korban di RS Mitra Bekasi Timur, Minggu, 12 September 2010, justru membingungkan masyarakat dan para tokoh agama. Dikatakannya, peristiwa penusukan dan penganiayaan terhadap kedua jemaat HKBP-PTI itu adalah kriminal murni. Apakah memang demikian?

Bukan kriminal biasa
“Kami tidak setuju dengan pernyataan Kapolda Metro Jaya yang tergesa-gesa mengatakan bahwa ini adalah tindakan kriminal biasa. Bagaimana tahu itu kriminal biasa kalau belum ada investigasi, penangkapan dan interogasi para pelaku. Mengapa hal seperti itu tergesa-gesa dicap sebagai kriminal biasa, sementara yang ditusuk bukan orang sembarang di pinggir jala. Ini penatua yang beberapa waktu lalu punya persoalan,” kata Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pdt. AA Yewangoe, kepada para wartawan pada jumpa pers di Kementerian Agama, Jakarta, Senin, 13 September 2010.
PGI, kata Pdt. Yewangoe, menyesalkan aksi kekerasan terhadap Hasian dan Pdt. Luspida. “Kami tegaskan bahwa kami amat menyesalkan peristiwa kekerasan tetap terjadi di negeri ini, baik kekerasan dalam bentuk fisik, nonfisik, teror, dan sebagainya. Ini adalah tindakan antiperadaban,” katanya.
Kendati demikian, PGI, lanjut Pdt. Yewangoe, percaya polisi dapat bertindak profesional dalam menyelidiki penyerangan ini. “PGI mendorong polisi untuk segera mencari akar permasalahan di balik kasus ini,” tandasnya.

Pdt. Yewangoe menekankan, kasus penyerangan ini bukan masalah umat Kristen ini. Ini adalah masalah bangsa. “Karena ketika kita mendirikan bangsa ini kita sama-sama berkomitmen membangun bangsa ini. Dengan demikian kebebasan, terutama kebebasan beribadah, harus dijunjung tinggi yang dijamin dalam konstitusi. Mari kita tempatkan masalah ini dalam frame kebangsaan,” tegasnya. 
 
Sumber: Reformata