Peristiwa perusakan gereja tersebut sudah merupakan tindakan kriminal serius walaupun dalam hukum mungkin ancamannya ringan. Namun efek yang dilakukan pelaku perusakan gereja itu sangat riskan dan bisa menimbulkan permasalahan yang luas di masyarakat. Polisi harus tanggap dengan hal itu, jangan nanti sudah terjadi polemik baru bertindak sehingga mengakibatkan korban.
Apalagi disebut-sebut pria yang diduga pelaku bermarga Grs masih ada di sana. Kalau sampai 2 bulan belum ada penanganan yang serius dari pihak kepolisian, sangat disayangkan. Memang mungkin kasusnya kecil, hanya perusakan, namun yang dirusak adalah gereja, bukan kandang ayam, ujarnya tegas seraya meminta agar peristiwa itu disikapi serius oleh polisi.
Menurut informasi yang diperoleh Pdt Mestika, peristiwa perusakan sudah 3 kali dilakukan orang yang sama. Peristiwa pertama terjadi yaitu jendela dibuka dan dibuang. Peristiwa kedua bangunan kamar mandi di gereja dirusak. Namun kedua peristiwa itu tidak dilaporkan ke polisi.
Namun peristiwa yang sama kembali terjadi pada 18 Agustus 2010. Pada saat kejadian, Grs mencabut batas tanah gereja yang sudah dicor lalu melemparkannya ke pintu gereja hingga rusak.
Akibat peristiwa itu, pintu depan dan belakang gereja yang masih semi permanen itu rusak. Setelah tahu gereja dirusak, para petua GBKP Buah Nabar kemudian melaporkannya ke Klasis Sibolangit dan akhirnya 20 Agustus mengadu secara resmi ke Polsek Pancur Batu.
Akibat peristiwa itu, jemaat tidak lagi kebaktian di gereja karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ketua Klasis Sibolangit Pdt Japri Tarigan STh mengatakan, sudah dua bulan peristiwa itu, sepertinya Polsek Pancur Batu kurang merespon pengaduan mereka. Terbukti Grs tidak ditahan walaupun perbuatannya sudah meresahkan warga gereja.
Sumber: harian SIB