Dengan diberlakukannya sejumlah peraturan/perda maupun UU yang diskriminatif, maka tidak bisa dipungkiri selangkah lagi Indonesia akan bubar. Pancasila dan UUD45 pun diacak-acak demi kepentingan sesaat kelompok/golongan yang notebene merasa “memiliki” Indonesia. Sebut saja, Perber 2 Menteri (dulu SKB 2 menteri), UU Anti Pornografi-Pornoaksi, UU Perbankan Syariah, serta perda-perda syariah yang telah diberlakukan di ratusan kota lebih di Indonesia.
Bila tidak ada upaya sungguh-sungguh dari seluruh komponen bangsa Indonesia untuk merevitalisasi dan mereaktualisasikan nilai-nilai Pancasila sebagai jati diri bangsa, maka militansi bangsa yang mendekati titik kritis dan jati diri bangsa Indonesia yang sudah luntur, akan mempercepat terjadinya disintegrasi bangsa.
Untuk itu, hendaknya seluruh komponen bangsa melakukan upaya revitalisasi dan reaktualisasi kesadaran, menumbuh kembangkan semangat patriotisme atau cinta tanah air, meningkatkan pemahaman, memperkokoh semangat kebangsaan yang diarahkan untuk meneguhkan kembali komitmen, tekad dan semangat untuk berbuat sehingga terakumulasi dalam semangat kebangsaan dan semangat nasionalisme yang tinggi.
Reformasi yang berlangsung sejak tahun 1998 diakui telah banyak membawa perubahan dan kemajuan yang signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun kehidupan berdemokrasi. Namun disisi lain, juga berdampak pada terjadinya “erosi” dan krisis akan jati diri sebagai bangsa. Jati diri bangsa Indonesia dapat kita lihat dari ideologi ataupun pandangan hidupnya, yakni Pancasila. Tetapi akibat perkembangan era global dan kemajuan zaman dewasa ini, maka Pancasila sebagai ideologi bangsa, mulai luntur dan akan ditinggalkan.
Sejumlah kalangan bahkan mulai menguatirkan dan prihatin terhadap kecenderungan nilai-nilai Pancasila yang tidak lagi menjadi “way of life” dan “roh” dalam berbagai kebijakan publik untuk meraih cita-cita bangsa. Ada kecenderungan untuk tidak menganggap Pancasila sebagai hal yang penting untuk dipahami dan diaplikasikan.
Saat ini orang semakin jarang membicarakan dan mendiskusikan masalah Pancasila, dan bahkan terkesan alergi. Demikian juga lembaga pendidikan tidak lagi mengajarkan materi Pancasila sebagai salah satu bagian pembangunan karakter bangsa dalam kurikulum pendidikan. Pancasila dianggap sudah tidak ampuh lagi sebagai perekat bangsa, karena disana-sini timbul berbagai konflik, benturan dan disharmoni sosial. Hal ini juga diperparah dengan minimnya sosok teladan yang baik, dan sebaliknya makin banyak sosok teladan yang buruk.
Walaupun Pancasila sebagai filosofi bangsa sudah disepakati sebagai jati diri, nilai dan konsensus yang diwariskan oleh para pendiri bangsa, tetapi kenyataannya masih kita temui banyak anak bangsa yang mencari jati diri lain, yang tidak sesuai dengan nilai luhur budaya bangsa Indonesia, seperti paham liberalisme, kapitalisme, komunisme maupun terorisme. Padahal sejarah telah membuktikan bahwa Pancasila adalah jiwa dari seluruh bangsa Indonesia yang mampu memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia.
Menyikapi kondisi tersebut, maka perlu ditanamkan kembali pemahaman nilai-nilai Pancasila kepada generasi penerus bangsa. Setiap warga Negara, penyelenggara Negara dan lembaga kenegaraan serta kemasyarakatan lainnya perlu mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap sendi kehidupan. Karena tanpa memiliki pandangan hidup, maka suatu bangsa akan mudah terombang-ambing dalam menghadapi berbagai persoalan yang timbul. Sebagai anak bangsa, marilah kita terus memupuk dan mengembangkan sikap toleransi dan mengedepankan Pancasila sebagai jatidiri bangsa yang terus digerogoti oleh oknum-yang menginginkan mengganti ideologi lain sebagai dasar Negara.
Sumber: PantekostaPos