Sunday 7 November 2010

Sunday, November 07, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Ketua Umum Gereja Pentakosta Indonesia (GPI) : Bahasa Alam Dimengerti Sebagai Teguran atas Keteledoran Manusia.
PEMATANGSIANTAR (SUMUT) - Kalau kita (manusia) melanjutkan dosa sistematis terhadap alam, maka kita akan semakin mendapat bencana sistematis, dan karena itu manusia harus bertobat tidak merusak alam.

Demikian Ketua Umum BPU (Badan Pengurus Umum) GPI (Gereja Pentakosta Indonesia), Rev DR MH Siburian atas pertanyaan SIB di GOR (Gedung Olah Raga) Jalan Merdeka Pematangsiantar, Sabtu (6/11) menanggapi adanya berbagai bencana silih berganti-ganti mengguncang Indonesia. Tegasnya, bahasa alam dapat dimengerti sebagai teguran dari akibat keteledoran manusia itu sendiri dalam menjaga keseimbangan alam. Secara teologis dan tekhnis bahwa tidak ada ciptaan di bumi yang tidak mempunyai arti atau fungsi. Maka kerusakan alam pada hakikatnya merupakan kerusakan fungsional alam itu sendiri.

Kalau dikatakan alam marah, itu sebenarnya sudah diduga banyak orang dan kalau itu dikatakan dosa manusia, itu adalah dosa yang sistematis dan entah kapan manusia mau membuat perubahan. Menurut Rev DR MH Siburian, Tuhan memberikan hukum kepada setiap ciptaan-Nya dan itulah yang sering kita sebut hukum alam. Dan hukum alam ini adalah mekanisme atau semacam metabolisme alam yang mengatur kelanjutan kehidupan ini.

Ketika manusia ditempatkan Allah di dalam planet bumi, maka Allah bermaksud untuk menggunakan manusia sebagai pengatur keseimbangan penyelenggaraan hukum alam. Jagalah, di planet bumi ini ke planet manapun atau galaxi apapun manusia mungkin berada, dia tetap harus patuh kepada operasional hukum alam itu sendiri.

Ada beberapa hukum alam yang memang bisa dimanipulasi secara positif oleh manusia, tetapi itu harus dipastikan tidak akan merusak pelanggaran hukum alam itu sendiri. Artinya, bahwa manusia itu mempunyai tanggung jawab, bukan saja intelektual tapi juga moral terhadap alam itu. Planet ini pada hakikatnya telah mengalami konsekuensi logis dari penyelenggaraan hukum alam yang terjadi, sehingga kerusakan alam menjadi akibat dari kerusakan sebelumnya dan juga pelanggaran hukum alam oleh penghun planet ini, sehingga terjadi siklus kerusakan alam yang berakibat fatal bagi penghuninya.

Oleh ketamakan manusia sepertinya dengan sengaja merusak dan melanggar hukum alam itu demi kepentingan ekonomi atau kemakmuran diakibatkan hampir semua negara di dunia sejak 2000 tahun yang lalu sepertinya menganut azas “farewell state” atau negara kemakmuran, sehingga semua kepentingan kemakmuran menjadi integral dengan semua tindakan sosiologis, politik bahkan spritualnya. Dapat dibayangkan bahwa alam ini digerogoti oleh paham ideologi dari filsafat kita dalam menjalankan kehidupan, tegas Rev DR MH Siburian.

Sumber: Harian SIB