Monday 1 November 2010

Monday, November 01, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Korban Tewas di Mentawai 449 Orang, di Merapi 37 Orang.
JAKARTA - Pemerintah terus mendata jumlah korban dari bencana tsunami di Kabupaten Mentawai dan gunung meletus di Merapi. Jumlah korban terus bertambah.

Hal ini disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Bencana dan Bantuan Sosial, Andi Arief, kepada detikcom, Minggu (31/10). Menurut dia hingga pukul 10.00 WIB, Minggu pagi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumbar kembali melansir data baru.

“Data dari BPBD Sumbar pukul 10.00 WIB, korban tsunami Mentawai yang meninggal 449 orang,” ujarnya.

Sementara jumlah korban hilang di Mentawai ada 96 orang, luka berat 270 orang, dan luka ringan 142 orang. Adapun jumlah orang yang mengungsi mencapai 14.983 jiwa.

Sementara itu, untuk korban letusan Gunung Merapi, juga ada pertambahan data. Update data terbaru ini adalah per pukul 09.00 WIB.

“Korban meninggal dunia total 37 orang, korban luka bakar ada 3 orang. Korban luka ringan tinggal 2 orang, 7 orang lainya sudah dipulangkan." Kata Andi

Sedangkan, jumlah pengungsi di Sleman mencapai 18.929 orang. Jumlah ini bertambah pasca letusan Sabtu dini hari. Di Magelang ada 25.354 orang pengungsi, di Klaten 3.500 orang, dan di Boyolali 3.970 orang.
BNPB Mengeluh Kesulitan Tangani Korban Bencana Merapi

Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB) mengakui lambatnya penanganan korban bencana Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Alasannya, BNPB tidak memiliki organ di kabupaten yang terkenal dengan salak pondoh-nya ini.

“Kita ini ada kepalanya tapi tidak ada kakinya. Jadi kita tidak bisa jalan di sini,” ujar Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiap-siagaan BNPB, Sugeng Triutomo kepada wartawan usai rapat kordinasi dengan aparat Pemkab Sleman di Puskemas Kecamatan Pakem, Jl Kaliurang, Pakem, Sleman, yogyakarta, Minggu (31/10).

Menurut Sugeng, dalam UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana seharusnya setiap kabupaten memiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Namun dari sekitar 500 kabupaten di Indonesia, baru sekitar 161 kabupaten yang telah memiliki BPBD.

“Dan kebetulan Kabupaten Sleman ini belum memiliki BPBD. Jadinya kita sulit untuk melakukan hal-hal teknis terkait penanggulangan bencana di sini,” terang Sugeng.

Sebelumnya Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso mengkritik BNPB dalam menangani penanggulangan bencana, khususnya terkait pengananan musibah di Mentawai. Politisi Golkar ini menilai kinerja Palang Merah Indonesia (PMI) di bawah kepemimpinan Jusuf Kalla (JK) jauh lebih baik. Padahal, BNPB dibentuk dan telah disiapkan untuk mengantisipasi bencana.

Diduga, Gempa Mentawai Berkaitan dengan Aktifnya 8 Gunung Berapi
Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat dilanda gempa pada Senin 25 Oktober 2010 lalu dengan kekuatan 7,2 skala richter (SR). Sehari kemudian, Gunung Merapi meletus dan 8 gunung berapi di Sumatera-Jawa terpantau meningkat aktivitasnya. Ilmuwan menduga ada kaitan antara gempa tektonik dengan aktifnya gunung berapi itu.

“Memang historically ada. Umumnya riset sudah mengarah ke sana, masih sedikit dan baru dimulai,” ujar Deputi Kepala Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (IPK LIPI) Prof Dr Hery Harjono saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (30/10).

Hery mencontohkan dalam sejarahnya, gempa Chili tahun 1960-an dengan skala 9 SR diikuti aktivitas vulkanik di Chili. Gempa Landers di California yang kemudian diikuti peningkatan aktivitas beberapa pusat vulkanik.

Kemudian gempa Liwa di Lampung pada 1932 diikuti meningkatnya aktivitas vulkanik di dataran Suoh (dataran di Lampung Barat yang memiliki potensi panas bumi dan semburan air panas). Hal ini berlanjut pada gempa Liwa tahun 1994, juga diikuti meningkatnya aktivitas vulkanik di Suoh.
Ada juga gempa Nias pada tahun 2005, beberapa waktu kemudian diikuti peningkatan aktivitas Gunung Talang.

“Ada beberapa orang yang mencoba (mengukur) secara statistik. Dari jaraknya, tidak harus kurang dari 700 (km) atau kurang dari 1.000 (Km). Gempa harus lebih 7 (SR) dan sebagainya. Kalau jaraknya kurang dari 700 km dari Mentawai kelihatannya ada kaitannya dengan Krakatau. Saya nggak punya data, biasanya paling terlihat ketika gempa,” imbuh Hery.

Mencari kaitan antara gempa atau pergerakan lempeng tektonik dan peningkatan aktivitas vulkanik gunung berapi tak semudah membalik telapak tangan. Banyak faktornya. Salah satunya melihat siklus gunung berapi.
“Persoalannya, tiap gunung punya aktivitas atau siklusnya sendiri. Kita harus tahu siklusnya Krakatau, apakah aktivitasnya dipicu oleh gempa, atau memicu gempa. Seperti Gunung Pinatubo di Filipina yang mengeluarkan letupan dahsyat (1991). Gunungnya sudah tidur lama, tapi ada gempa Luzon 11 bulan sebelumnya (1990),” jelas pakar yang disertasinya tentang mikroseismik dan pengaruhnya bagi aktivitas gunung berapi di Selat Sunda ini.

Hery menjelaskan, ketika ada gempa tektonik di satu pusat gempa, maka gempa ini mengirimkan gelombang seismik ke segala arah di penjuru dunia. Jika jaraknya makin jauh, maka makin lemah gelombang yang diterimanya. Di satu sisi satu gunung berapi mempunyai reservoir magma.
“Ibaratkan saja reservoir magma itu kantong plastik, kemudian ada tekanan yang diberikan gelombang gempa. Kantong plastiknya ditekan-tekan terus, magma naik penuh, atau magma baru naik setengahnya dan lambat? Tergantung plastiknya, penuh atau tidak, kalau penuh cepat keluar,” jelasnya.

Persoalannya, masih diperdebatkan apakah akibat tekanan gempa itu efeknya langsung atau cukup lama? Seketika seperti Krakatau atau makan waktu setahun seperti Gunung Pinatubo?

“Jadi diduga ada hubungan antara gempa tektonik dengan skala lebih besar dari 7 atau 6 (SR), timbul aktivitas gunung api,” papar dia.

Pertanyaan serupa juga bisa ditujukan pada peningkatan status Gunung Sinabung dari tipe B (sedikitnya 1.600 tahun belum meletus) hingga meningkat menjadi tipe A (meletus pada Agustus 2010). Apakah aktivitas vulkanik itu dipicu oleh gempa Aceh-Nias pada 2004, gempa Padang pada 2009 dan gempa-gempa kecil di Sumatera?

Selain waktu dan besaran gempa, jarak antara pusat gempa dan gunung berapi juga masih menjadi perdebatan.

“Demikian juga dengan aktifnya 8 gunung berapi di Sumatera-Jawa, apakah karena gempa Mentawai itu, atau akibat gempa Yogya atau Tasikmalaya? Kenapa berpengaruh sampai Bromo dan Semeru. Gunung Ciremai yang dekat kenapa tak terpantau aktif?” jelas dia.

Dalam disertasi Hery, ditemukan di bawah Gunung Krakatau ada kantong-kantong magma pada kedalaman 3-9 km. Pada kedalaman lebih dari 20 km ada reservoir magma yang lebih besar yang bisa menyalurkan magma pada reservoir di atasnya.

“Jadi saya pikir apakah reservoir magma sudah penuh, hingga ditekan sedikit sudah muncul? Misalnya reservoirnya cuma setengah plastik, ketika ditekan nggak naik juga? Saya berharap ada yang meng-update riset saya itu,” harap Hery yang meraih gelar doktor geofisika dari Universitas Paris XI Prancis ini.
2 KRI Pengangkut Bantuan Tiba di Mentawai

2 Kapal Republik Indonesia (KRI) pengangkut bantuan logistik dan personel TNI yang akan membantu korban tsunami di Mentawai, tiba hari ini. 2 Kapal tersebut adalah KRI Gilimanuk-531 dan KRI Teluk Cirebon-543.

Selain 2 Kapal tersebut, diberangkatkan juga pasukan Marinir Yonmarhanlan II ke Mentawai dengan KRI Imam Bonjol-383 dari dermaga pelabuhan Teluk Bayur, Padang. Pasukan tersebut berangkat, Sabtu (30/10). Laksamana Pertama TNI Aswad selaku Danlantamal II Padang melepas rombongan tersebut.
Demikian keterangan pers dari Dinas Penerangan TNI AL, Minggu (31/10).

Dalam KRI Imam Bonjol, diikutsertakan juga pengiriman bahan bantuan dari sumbangan instansi swasta dan pemerintahan kota Padang, relawan medis dan non medis, 2 perahu karet Marinir, genset, personel TNI AD dan sebagainya.

Sedangkan pengiriman dan penyaluran bantuan dari udara Lantamal II mengerahkan 1 buah pesawat udara jenis cassa P-852.

Batumonga Belum Terjamah Bantuan, Puluhan Mayat Ditemukan Tiap Hari
Dusun Sebau Sunggung, Desa Batumonga, Pulau Pagai Utara hingga saat ini masih belum terjamah oleh bantuan sedikit pun. Adapun proses pencarian mayat masih terus dilakukan.
Dusun ini adalah dusun yang langsung menghadap ke Samudra Hindia dengan jarak tempuh 3 jam perjalanan laut dari Sikakap. Di pulau inilah, korban paling banyak ditemukan karena langsung menghadap arah datangnya tsunami.

“Hari pertama mengevakuasi, puluhan mayat ditemukan mengambang dan tersangkut di muara sungai,” kata salah satu anggota Basarnas, Ferry kepada detikcom, Sabtu (30/10).

Akibat sapuan ombak tsunami, 300 rumah rata dengan tanah. Hingga hari ini, 15 warga masih bertahan di pantai untuk mencari sanak keluarganya yang hilang dengan bertahan di tenda darurat.

Adapun yang lainnya, bertahan dibukit-bukit dengan kondisi yang memprihatinkan. Akibat jarak tempuh paling jauh plus halangan ombak yang sangat besar, hingga saat ini belum satupun bantuan sampai ke dusun

Sumber: Harian SIB