MANOKWARI (PAPUABARAT) - Pada akhir Mei 1854 Ottow dan Geissler tiba di Ternate dan belajar bahasa Papua selama setengah tahun. Dukungan misi mereka berdatangan dari kaum ibu di Jerman, Belanda dan Batavia. Juga dari para pengusaha dan pecinta misi di banyak Gereja. Sehingga pelayanan mereka dapat dikatakan bersifat internasional, walaupun kurang mendapat dukungan dari Gereja resmi di Jerman.
Tanggal 5 Februari 1855 Ottow dan Geissler tiba dengan kapal Ternate di Mansinam. Pada pagi hari bertepatan dengan fajar, mereka menginjakkan kaki di Tanah Papua. Mereka berlutut dan berdoa serta berikrar: "Di dalam Nama Tuhan, kami injak tanah ini". Awal pelayanan mereka ditandai dengan kasulitan dan kecurigaan masyarakat Mansinam, serta penyakit yang terus menerus. Namun tak mengendurkan semangat mereka. Bahkan bertambah rasa cinta mereka terhadap Bumi Cedrawasih.
Tanggal 5 Februari 1855 Ottow dan Geissler tiba dengan kapal Ternate di Mansinam. Pada pagi hari bertepatan dengan fajar, mereka menginjakkan kaki di Tanah Papua. Mereka berlutut dan berdoa serta berikrar: "Di dalam Nama Tuhan, kami injak tanah ini". Awal pelayanan mereka ditandai dengan kasulitan dan kecurigaan masyarakat Mansinam, serta penyakit yang terus menerus. Namun tak mengendurkan semangat mereka. Bahkan bertambah rasa cinta mereka terhadap Bumi Cedrawasih.
Dalam perjalanannya, Ottow dan Geissler banyak menyelamatkan nelayan yang karam. Hal itu menjadi contoh praktis bagi orang Papua tentang belas kasihan dan sikap tolong menolong yang pada waktu itu sangat terbiasa membunuh atau menjadikan tawanannya budak. Sikap Ottow dan Geissler lama kelamaan banyak ditiru oleh masyarakat.
Tahun 1858 mereka menyelesaikan pembuatan kamus bahasa numfor yang berjumlah 6379 kata. Sebuah pekerjaan yang banyak mengorbankan waktu dan biaya, sebab mereka harus membayar setiap kata yang mereka catat. Merekapun mendirikan sekolah bagi anak-anak termasuk anak-anak budak tebusan dan anak perempuan. Membebaskan budak yang akan dipekerjakan di kapal-kapal bajak laut dan bercocok tanam. Kebaikan Ottow dan Geissler membuat masyarakat Papua semakin mempercayai mereka.
Itulah sekelumit catatan sejarah dua orang pembawa ajaran Kristen di Papua. Sisa-sisa peninggalan mereka masih dapat kita jumpai di Pulau Mansinam yang hanya berjarak 15 menit berperahu dari pantai Manokwari. Mulai dari bangunan Gereja tua, Monumen Salib yang dulu hanya berupa tumpukan batu tempat mereka berlutut dan berdoa, tungku tempat memasak dan memanggang roti, hingga sebuah sumur tua berdiameter tiga meter sedalam dua belas meter sebagai sumber air tawar.
Ada keunikan dari cerita yang kami dengar tentang sumur tersebut. Menurut cerita, sumur selebar dan sedalam itu digali oleh anak-anak piara mereka hanya dengan menggunaka tempurung kelapa.
Tak jauh dari lokasi Gereja dan sumur, terdapat beberapa makam keluarga berangka tahun 1880an.
Dari catatan sejarah dan peninggalan fisik yang ada, Pulau Mansinam telah menjadi sebuah monumen masuknya ajaran Kristen untuk pertama kali di Papua. Hal ini tentu sungguh menarik bagi mereka yang gemar mempelajari sejarah dan menyenangi wisata religi. Tak hanya itu, Mansinam juga merupakan pulau dengan pemandangan laut dan pantainya yang indah. Pasir putih yang mengelilingi hampir seluruh garis pantai dan gugusan karang yang mengitarinya, menjadi daya tarik tersendiri bagi pecinta snorkling.
Sumber: Detik