Monday, 1 November 2010

Monday, November 01, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Richard Daulay: George W Bush Politisasi Agama Untuk Serang Irak.

JAKARTA - Mantan Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Richard Daulay, menuding Presiden George W Bush telah melakukan politisasi agama dengan menyerang Irak pada tahun 2001 hingga memakan banyak korban jiwa.

Bush menjadikan agama sebagai sumber ideologi dan legitimasi dengan menyerang Irak. Dan itu akan selalu menjadi mala petaka dalam sejarah peradaban manusia.

"Jadi, harusnya kita bisa melihat secara jernih mana wilayah negara, mana wilayah agama. Kalau dicampur-campur akan terjadi seperti di Palestina. Karena, politisasi agama itu sangat bahaya," tegas Richard Daulay saat berbicara di depan audiens dalam acara bedah buku bertajuk "Palestina Milik Siapa?" di Aula Gereja GPIB Eirene Jalan Kebon Bawang XIV No.1, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (31/10/2010).

Bush dinilai telah melegalkan politisasi agama demi memuluskan kekuasaannya di mata dunia. Inilah yang kemudian akan menjadikan bencana bagi peradaban manusia

"Karena akibatnya separuh melihat itu masalah agama, separuh lainnya melihat itu masalah politik," imbuhnya.

Penyanderaan di Gereja Irak, 39 Tewas
Sedangkan kabar terbaru tentang umat Kristen di Irak, telah terjadi penyanderaan yang berlangsung selama hampir empat jam terhadap sekitar 120 warga Kristen Irak di sebuah gereja berakhir dramatis, setelah pasukan keamanan Irak menyerbu gedung dan membebaskan sandera.

Para pejabat keamanan mengatakan, kelompok yang diduga memiliki jaringan dengan Al-Qaeda itu sempat melakukan pembicaraan via telepon dengan pemerintah Irak. Mereka menuntut pembebasan para tahanan wanita dari kelompok tersebut yang masih dipenjara, ketika pasukan keamanan menyerbu gedung.

Insiden tersebut dimulai ketika menjelang senja para gerilyawan menyerang sebuah bursa saham. Polisi kemudian mengejar kelompok tersebut yang melarikan diri ke arah gereja Our Lady of Deliverance, salah satu tempat ibadah utama Katolik di Baghdad. ketika peristiwa itu terjadi ada lebih dari 100 orang yang sedang mengikuti misa di dalam gereja tersebut.

"Saat kami pergi ke luar aula untuk melihat apa yang terjadi, orang-orang bersenjata menyerbu gerbang utama dan mereka mulai menembaki kami," kata Yalda, salah seorang jemaat gereja.

Seorang juru bicara militer AS, Letnan Kolonel Eric Bloom, mengatakan sedikitnya 39 orang tewas yakni lima perempuan, tujuh orang anak, dan dua orang pastor, seorang pejabat kementerian dalam negeri, tujuh pasukan keamanan Irak dan lima orang dari kelompok bersenjata tersebut.

Ia menjelaskan, para penyerang mengenakan rompi bom bunuh diri dan bersenjatakan granat. Sebanyak 30 orang lainnya terluka, 10 orang perempuan, delapan orang anak, seorang pendeta dan biarawati, katanya.

Kesaksian wartawan AFP di Baghdad menyebutkan, di gereja kaderal itu penuh dengan daging manusia, darah, dan selongsong peluru, serta pecahan kaca gereja tersebut. “Ini layaknya medan tempur,” ujarnya perihal serangan yang dilakukan oleh kelompok Al-Qaeda.

Uskup Kaldean Baghdad, Shlimoune Wardouni mengatakan, dua orang imamnya tewas dan satu lagi mengalami luka-luka. “Ini peristiwa yang sangat memilukan dan ini adalah sebuah tindakan yang sangat tidak manusiawi,” kata Wardouni.

Sementara itu, seorang pejabat polisi Irak mengatakan jumlah penyandera adalah 10 orang dan mengatakan semuanya telah ditangkap. Namun juru bicara militer Baghdad, Mayor Jenderal Qassim al-Moussawi mengatakan pasukan keamanan membunuh delapan penyerang, sementara militer AS mengatakan antara lima dan tujuh penyerang telah tewas. Kesimpangsiuran jumlah yang berbeda merupakan sesuatu yang normal segera setelah serangan tersebut.

Teka-teki tentang identitas kelompok penyandera bersenjata tersebut, sedikit terkuak ketika pada Minggu (31/10) malam di sebuah situs kelompok yang mengaku sebagai Islamic State of Iraq mengklaim bertanggungjawab atas serangan itu. Kelompok tersebut mengatakan akan "memusnahkan orang Kristen Irak" jika para wanita Muslim tidak dibebaskan dalam waktu 48 jam. Keaslian pesan dari situs tersebut tidak bisa segera diverifikasi.

Seorang pejabat intelijen senior Irak mengatakan para gerilyawan menuntut pembebasan para tahanan wanita yang diduga terkait dengan al-Qaida di Irak, termasuk seorang wanita WN Mesir.

Sumber: Berbagai sumber