Thursday, 25 November 2010

Thursday, November 25, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Terpencil dari Sebuah Kesempatan.
JAKARTA - Apa yang membedakan kita dengan mereka yang lahir dan besar di pedesaan atau pedalaman yang terpencil? Mengapa kita bisa mengecap pendidikan di sekolah yang baik, menyelesaikan perguruan tinggi, sementara banyak orang lain tidak dapat mengalaminya? Kesempatan itu jawabnya.

Oleh anugerah Tuhan kita tidak lahir di pedalaman Kalimantan Timur, di Puncak Jaya, di tengah hutan Mamberamo ataupun di pegunungan Bukit Barisan. Tetapi Tuhan melahirkan Anda di daerah perkotaan yang mempunyai akses terhadap dunia pendidikan yang baik, sehingga mempunyai kesempatan untuk maju. Jadi kalau kita memberikan kesempatan atau menyediakan kesempatan pada saudara-saudara kita yang tinggal di pedesaan ataupun di pedalaman, maka merekapun akan dapat maju sebagaimana kita adanya.

Hal ini terbukti dari pengalaman pelayanan Yayasan PESAT dalam menyediakan pendidikan di pedesaan. Yayasan PESAT menerima kepercayaan mengelola SMA Kristen di Krayan pedalaman Kalimantan Timur; awalnya hanya sedikit sekali siswa yang belajar karena murid-murid takut belajar dalam arti sesungguhnya, maunya pendidikan yang mudah, sekolah semaunya.

Kurangnya kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan dan daya tarik materialisme serta sekularisme menjadi penghambat bagi perkembangan sekolah ini.

Namun bersyukur pada Tuhan, berkat ketekunan dan upaya yang pantang menyerah dari para pendidik, maka dari jumlah siswa yang hanya beberapa puluh, sekarang telah mencapai 150 siswa dan telah berhasil mendorong beberapa lulusan sekolah ini untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi. Apa yang terjadi? Artinya terjadi perubahan yang signifikan pada orangtua maupun anak didik dalam memandang pendidikan; para pendidikpun tidak hanya berfungsi sebagai guru yang mengajar, melainkan mereka juga berfungsi sebagai motivator bagi anak didik dan orangtua, serta menjadi agent of change di tengah masyarakat.

Seorang anak usia 10 thn berasal dari Muliama-Wamena, sehabis pulang dari mengikuti pelatihan fisika di Jakarta menyatakan bahwa ia ingin menjadi ilmuwan. Saya bertanya apa yang mendorongnya ? Anak tersebut berkata karena ia ingin membangun daerahnya. Tapi itulah kenyataannya. Kesempatan yang diberikan telah mengerjakan perubahan di dalam diri anak tersebut.

Octovianus Pugau, berasal dari pedalaman Sugapa, siswa SMP di SMP Anak Panah Nabire banyak kali menulis karangan yang sangat baik, umumnya tentang kepemimpinan. Sewaktu ditanya tentang cita-citanya, ia ingin menjadi dokter karena ingin menjadi berkat menolong orang yang sakit, yang susah tertimpa oleh berbagai bencana. Lain halnya dengan Mianus Yarinap, juga dari Sugapa, siswa SMP Anak Panah di Nabire, cita-citanya adalah ingin menjadi pilot, karena ia selalu melihat pilot MAF (Missionary Aviation Fellowship) yang datang ke kampungnya membawa orang-orang ke kota. Jadi ia ingin hidupnya bisa menjadi berkat menolong orang-orang di desanya untuk melihat dunia luar. Bayangkan betapa mulianya motivasi dari anak-anak ini.

Beberapa anak yang dibina telah berhasil menjadi Sarjana yang pertama di desa-desa mereka, Bahkan ada seorang anak dari Krayan yang berhasil menjadi pilot. Bukankah ini sesuatu yang menakjubkan? Menyediakan pendidikan di pedesaan, memberikan kesempatan dan menolong seorang anak mencapai potensinya secara maksimal. Pemaparan ini memberikan kesimpulan bahwa anak-anak di pedesaan mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan asalkan diberi kesempatan. Masih ada ribuan, bahkan jutaan anak dari berbagai suku dan daerah yang menantikan dan membutuhkan dukungan kita sekalian. Mari memberi kesempatan yang adil bagi mereka.

Sumber: Majalah Bahana