Thursday 25 November 2010

Thursday, November 25, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Toleransi Dalam Bencana.
JAKARTA - Di tengah-tengah kesusahan warga dan kesulitan hidup di pengungsian, segelintir orang justru meniupkan isu miring kristenisasi gereja di Bantul. Alih-alih mengerahkan seluruh energi ormas tersebut untuk membantu para pengungsi, yang ada justru mendatangi pengungsi sejumlah 98 orang asal desa Cangkringan Sleman agar dipindahkan dari tempat pengungsian mereka di kompleks Gereja Ganjuran, lantaran diisukan mereka bakal dikristenkan. kepada salah satu

Hal ini tentu saja membuat tak sedikit orang menjadi resah. Bahkan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, menyesalkan kejadian tersebut di tengah-tengah bencana Merapi saat ini. Undang-Undang katanya dengan jelas mengatur tidak membedakan pengungsi berdasarkan ras atau agama tertentu. Diakuinya, tekanan ke warga terkait isu sensitif selalu terjadi di berbagai tempat. “Di UU dan Pancasila diatur dengan jelas, tapi itu teori, realitanya masih saja ada tindakan-tindakan seperti itu,” katanya.

Isu tentang kristenisasi tentu sangat tidak relevan bagi relawan dan organisasi kemanusiaan lain termasuk gereja yang telah dengan segenap hati membantu, mengatasnamakan kemanusian, dan bukan tendensi keagamaan.

Tentang hal ini Romo Paulus Bambang Irawan.SJ, koordinator pengungsi di Posko Rusunawa Universitas Sanata Dharma (USD) Jogja kepada Reformata.com mengatakan belum pernah mengalami hal semacam ini. Romo yang mengordinir relawan dari mahasiswa Sanata Dharma (Sadhar) ini tidak khawatir tentang adanya isu miring seperti itu. Menurutnya di tempat yang dihuni 821 orang ini, pengungsi diberi kebebasan, termasuk kebebasan menjalankan ibadah sesuai keyakinan mereka. Malahan dalam bangunan yang sedianya dijadikan asrama bagi mahasiswa pria Sanata Dharma itu juga dibangun Mushola.

“.. ditempat ini kan berbeda, disini kan agak netral, bahkan disini ada Mushola, ada pelayan TPA | Taman Pendidikan Al-Quran tiap sore, dari ikatan mahasiswa USD yang muslim, tutur Romo Bambang. “..misalnya, kalau ada sesuatu ya, silahkan hadapi delapan ratusan orang itu. Silahkan ngomong sama mereka, Romo Bambang menambahkan.

Karena itulah sebenarnya tidak alasan sedikit pun orang untuk curiga apalagi sampai mengintimidasi, dan kalau ada orang semacam ini maka Romo Bambang akan mempertemukan mereka dengan tokoh-tokoh keagaaman setempat.

Sementara itu, untuk mengantisipasi agar apa yang dialami oleh gereja Ganjuran tidak terjadi, pihak USD, khususnya Romo Bambang pun telah berkordinsasi dengan tokoh keagaaman setempat untuk bekerja sama jika ada masalah-masalah yang muncul dibelakang hari.

“.. Ya memang, tadi malam ada pertemuan semacam itu, dan diharapkan ada kontak-kontak kerjasama terutama teman-teman dari PBNU untuk membantu jika ada masalah. Dan saya kira, sampai saat, untuk daerah sini, terutama kampus-kampus seperti Sanata Dharma UGM itu adalah tempat yang netral, dibanding gereja. Saya kira orang pun bisa memahami.

Sumber: Reformata