Thursday, 25 November 2010

Thursday, November 25, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Tokoh Agama di Indonesia: Pemerintah Tak Berkomitmen Lindungi TKI.
JAKARTA - Sejumlah tokoh agama di Indonesia menilai seringnya penyiksaan dan pembunuhan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri menunjukan pemerintah tidak memiliki komitmen untuk melindungi TKI.

"Penyiksaan terhadap TKI bukan persoalan yang baru, tetapi sudah lama terjadi. Ini menunjukan ketidakpedulian pemerintah terhadap persoalan TKI," kata Wakil Sekretaris II Parisada Hindu Dharma Indoesia, Yanto Jaya, di kantor PP Muhammadiyah, Kamis (25/11).

Tokoh agama yang melakukan dialog itu, yakni Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Antonius Benny Susetyo, Favor A Bancin selaku Sekretaris Eksekutif Persekutuan Gereje-Gereja Indonesia, Suhandi Sendjaja dari Parisadha Buddha Dharma Nichiren Syosyu Indonesia dan Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu`ti.

Menurut dia, perlindungan hukum terhadap TKI yang bekerja di luar negeri masih sangat lemah dan hal ini berbeda dengan Filipina yang memiliki komitmen untuk memberikan perlindungan kepada warganya yang bekerja di luar negei. "Kalau ada warganya yang terkena masalah, Filipina segera melakukan advokasi. Mereka yang mendapatkan perlindungan akan dikenakan biaya, namun tidak ada masalah karena mereka merasa dilindungi," ujarnya.

Yanto mengatakan, setiap permasalahan yang terjadi dengan buruh migran, jangan dikaitkan akan mempengaruhi hubungan diplomatik. "Kalau TKI kita ada masalah, seharusnya pihak konsulat jenderal (konjen) memberikan perlindungan. Bukan takut hubungan diplomatik kita akan terganggu. Oleh karenanya, saya mengusulkan agar di setiap konjen ada perwakilan (buruh migran) yang mengurusi soal perburuhan," paparnya.

Persoalan-persoalan TKI, kata Yanto, disebabkan oleh kemampuan bahasa TKI di bawah standar dan tingkat pendidikan yang tidak memenuhi syarat.

Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan, KWI Romo Antonius Benny Susetyo, mengatakan, pemerintah harus memberikan perlindungan kepada pahlawan devisa itu saat bekerja di luar negeri. "Perlindungan terhadap TKI masih lemah, bahkan TKI yang bekerja sebagai pembantu dianggap seperti budak. Pemerintah Indonesia dan negara yang menampung TKI harus membuat perjanjian untuk melindungi TKI," ujarnya.

Ke depan, lanjutnya, pemerintah harus menghentikan pengiriman TKI (pembantu) ke luar negeri, namun hanya mengirimkan TKI yang memiliki tenaga profesional. "Ini untuk mengantisipasi agar penyiksaan terhadap TKI tidak terulang kembali," katanya, seraya menambahkan, penyiksaan terhadap Sumiati merupakan pelanggaran HAM berat, sehingga patut dilaporkan ke Mahkamah Internasional.

Di tempat yang sama, Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu`ti, mengaku prihatin dengan kasus yang menimpa TKI belakangan ini.

Menurutnya, kasus TKI yang seringkali terjadi ini memcerminkan dua hal, yakni adanya praktek perbudakan modern yang sudah melembaga dan bentuk ekspolitasi yang tidak mendapatkan perlindungan dari negara. "Seharusnya negara memberikan perlindungan kepada warganya. Hal ini tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Kalau negara tidak memberikan perlindungan kepada warganya, berarti negara melanggar UUD 1945," tegasnya.

Menurut Abdul, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri bisa menyiapkan advokasi kepada warganya yang bekerja di luar negeri, seperti menyiapkan atase bidang ketenagakerjaan di kedutaan, khususnya di negara-negara Timur Tengah dan Malaysia.

Abdul menambahkan, untuk mengatasi persoalan TKI perlu ada solusi komprehensif dalam sistem tenaga kerja, antara lain, penyempurnaan Undang-Undanga Ketenagakerjaan, membuka lapangan kerja di dalam negeri dan pengiriman TKI hanya dikhususkan bagi tenaga yang terampil.

Sumber: Gatra