“Kekerasan terhadap TKI merupakan contoh dari timpangnya kebijakan yang diambil pemerintah,” kata Pastor Serafin Danny Sanusi, sekretaris eksekutif Komisi Pekerja Migran dan Perantau KWI.
Menurut Pastor Dany kekerasan terhadap pekerja migrant terjadi karena kegagalan dalam system pengiriman dan penerimaan tenaga kerja Indonesia.
Menurut laporan Migrant Care terdapat 5.563 pekerja migran, kebanyakan perempuan, telah mengalami kekerasan fisik dan seksual. Kasus terbaru yakni kekerasan terhadap Sumiati Binti Salan Mustapa, 23 tahun, yang mengalami kekerasan fisik saat bekerja di Arab Saudi.
“Jumlahnya tidak penting. Yang terpenting adalah kita harus memperhatikan para pekerja migran dan menghormati hak-hak mereka sebagai manusia,” kata Pastor Danny.
Terkait kasus Sumiati, ia berharap agar pemerintah segera turun tangan dan memperbaiki kebijakannya untuk mencegah terjadinya kasus-kasus serupa.
Ia juga mengusulkan agar pemerintah mengubah paradigma dan melihat para TKI sebagai ‘duta besar’ bukan sebagai ‘komoditas.’
Sementara itu direktur eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengungkapkan bahwa beberapa perempuan yang bekerja di Arab Saudi mengalami kekerasan fisik dan seksual. Mereka juga bahkan tidak menerima upah untuk kerja lembur.
“Sekitar 90 persen dari 1,2 juta orang Indonesia yang bekerja di Arab Saudi berada dalam situasi yang buruk,” kata Anis. Ia menambahkan Indonesia dan Arab Saudi tidak memiliki perjanjian bilateral terkait perlundungan TKI.
Dia mendesak pemerintah agar memberdayakan perempuan Indonesia sehingga mereka tidak perlu bekerja di luar negeri.
Sumber: Cathnews Indonesia