TASIKMALAYA (JABAR) - Kamis, 16 Desember 2010 utusan dari Gereja Katolik Paroki Tasikmalaya, berniat untuk melakukan kunjungan silahturahmi ke sebuah Padepokan yang telah lama terjalin hubungan baik, dan hingga kini masih terbina walaupun para Imam yang berkarya telah berganti sebelumnya, namun tidak mengurangi esensi dari relasi untuk membangun persaudaraan yang sejati melalui karya – karya nyata.
Dengan tujuan searah jarum kompas menuju ke Tasikmalaya Selatan (TASELA), tepatnya sebuah kampung yang bernama Kampung Sangkali, Desa Cogreg, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Dengan jalan yang berkelok – kelok mengitarai hutan, ladang, kebun, perbukitan, dan gunung, yang rasanya tak putus – putus menuntut pengendara untuk tetap waspada dan kosentrasi dengan laju kendaraan, jalan yang cukup sempit jika harus berpapasan dengan kendaraan lain dari arah berlawanan, cukup menguras tenaga dan pikiran walaupun hanya sebagai penumpang yang duduk manis menikmati perjalanan yang “esktrim”.
Sebab walaupun dengan jalanan aspal yang relatif masih mulus, namun tipikal geografis daerah Pakidulan (Selatan) Tasikmalaya memang masih didominasi daerah pegunungan, ngarai lembah dan hutan tanaman produktif maupun yang alami lestari.
Selama kurang lebih 2 jam waktu yang ditempuh dari Kota Tasikmalaya, kami berempat yang bersama Pastor Kris (Pastor Paroki), dan Pastor Maman turut serta untuk kunjungan silahturahmi ini tiba disebuah persimpangan jalan yang menuju ke arah lebih masuk lagi menuju ke Kampung Sangkali, Desa Cogreg, Kecamatan Cikatomas.
Berharap bila jalan yang menuju arah masuk ke Kampung Sangkali bagus dan nyaman dilalui, ternyata tidaklah sesuai dengan apa yang ada dipikiran kami sepenuhnya.
Jalanan yang hampir seluruh bahu dan konturnya sudah banyak yang berlubang, rusak dimakan “raja jalanan” yang setiap hari lalu lalang, membuat esktra hati – hati dan pelan laju kendaraan untuk memilih sisi jalan yang layak untuk kendaraan kami agar tidak tersangkut dibawahnya.
Bergoyang kesana kemari seperti dikocok – kocok menjadi sisi kesan – kesan yang “mengasah andrenalin” kami semakin terpacu dengan situasi alam yang ada.
Tak banyak yang bisa kami lakukan sekalipun dengan kehati – hatian, tetap saja dua kali kami sepulang dari Kampung Sangkali sempat mengalami bunyi “Bruuk” dari bawah kendaraan, sebab tersangkut dengan bebatuan dan tanah yang berlubang – lubang.
Kurang lebih satu jam menuju ke Kampung Sangkali dari jalan raya Sukaraja – Cikatomas – Pangandaran, sampailah kami di Kampung Sangkali, Desa Cogreg, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya.
Sudah banyak orang disana yang sedang mengikuti pengajian akbar yang digelar oleh Paguron Nurul Gholabah (GENTUR) pimpinan dari KH Uman Lukmal Al Haqim, HSB yang biasa disapa A Uman, bekerjasama dengan Universitas Rakyat Aras Nur Iqroh Cikatomas Tasikmalaya, GENTUR (Gerakan Nelayan Terampil Untuk Rakyat), SETAPAK (Serikat Tani Pakidulan), Crisis Center, dan Sekretariat Kemanusiaan dan Keadilan (SEMADI) Bandung.
Acara ini dalam rangka Bakti Sosial 10 Muharram, Memperingati Tahun Baru Islam 1432 H/2010 M.
Dengan mengangkat Tema “Membangun Kehidupan Masyarakat Pakidulan Yang Lebih Baik, Adil, Makmur dan Penuh Kasih Sayang Bersama Kaum Dhuafa”.
Dan terselenggara selama dua hari, Rabu – Kamis, 15 – 16 Desember 2010.
Kedatangan kami disambut dengan kesederhanaan, namun ada keramahan dan kehangatan didalam dialog – dialog yang kerap diselingi guyonan, dan semakin mengenal dengan banyak orang didalam suasana yang damai dan sejuk.
Dijamu dengan makan siang, yang menunya sangat menggugah cita rasa lidah ini. Ada sate sapi yang besar potongannya dan dibumbui dengan kacang yang tidak bikin “eneg” diperut seperti bumbu sate yang lainnya.
Ada pepes ikan Gurame yang masih hangat mengepul – ngepul baru masak ketika kami tiba.
Rasanya kunjungan silahturahmi yang membahagiakan.
Dan seusai acara pengajian akbar dan tausiah selesai, kami melihat – lihat seputar lingkungan yang ada, saling menyapa, melempar senyum, berjabat tangan hal yang paling mudah dan sederhana yang bisa kami lakukan.
Kentalnya alam pedesaan yang terdapat sawah disekeliling, dan juga kolam ikan termasuk yang dipakai diatasnya untuk acara pengajian akbar dan tausiah.
Dengan dialas lantai dari anyaman dan tonggak penyangga tenda – tenda dari bahan tanaman pohon bambu, menjadi simbol kebersahajaan yang penuh makna nilai – nilai kearifan budaya lokal.
“Tempat ini dibagun selama satu minggu”, kata Kang Hasan yang menyambut kami dari awal.
Sempat menginjakkan kaki disebuah saung yang menjadi tempat berkumpulnya santri dan guru pembimbing untuk aktifitas kerohanian.
Berfoto dengan latar belakang simbol layar dari padepokan GENTUR dengan kaos yang tadi diberi oleh A Uman, dan menyimak dari alunan puji – pujian Sholawat Nabi yang dibawakan oleh santriwan santriwati yang bagi Pastor Maman sempat minta diabadikan, dan juga sangat gembira ketika bertemu dengan kawan – kawan lama beliau ketika bersama – sama aktif di “masa – masa perjuangan tahun 1998” saat masih menjadi frater dan mahasiswa di Bandung.
Dan pukul 14.00 WIB kami mohon undur diri dengan berpamit untuk kembali ke Tasikmalaya kepada A Uman dan Istri serta santriwan santriwati yang mengantar kami.
Semoga jalinan persaudaraan yang sudah terbina, terpupuk menjadi tumbuh subur mengakar, mekar dan berbuah di Bumi Priangan Timur.Kamis, 16 Desember 2010 utusan dari Gereja Katolik Paroki Tasikmalaya, berniat untuk melakukan kunjungan silahturahmi ke sebuah Padepokan yang telah lama terjalin hubungan baik, dan hingga kini masih terbina walaupun para Imam yang berkarya telah berganti sebelumnya, namun tidak mengurangi esensi dari relasi untuk membangun persaudaraan yang sejati melalui karya – karya nyata.
Dengan tujuan searah jarum kompas menuju ke Tasikmalaya Selatan (TASELA), tepatnya sebuah kampung yang bernama Kampung Sangkali, Desa Cogreg, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Dengan jalan yang berkelok – kelok mengitarai hutan, ladang, kebun, perbukitan, dan gunung, yang rasanya tak putus – putus menuntut pengendara untuk tetap waspada dan kosentrasi dengan laju kendaraan, jalan yang cukup sempit jika harus berpapasan dengan kendaraan lain dari arah berlawanan, cukup menguras tenaga dan pikiran walaupun hanya sebagai penumpang yang duduk manis menikmati perjalanan yang “esktrim”.
Sebab walaupun dengan jalanan aspal yang relatif masih mulus, namun tipikal geografis daerah Pakidulan (Selatan) Tasikmalaya memang masih didominasi daerah pegunungan, ngarai lembah dan hutan tanaman produktif maupun yang alami lestari.
Selama kurang lebih 2 jam waktu yang ditempuh dari Kota Tasikmalaya, kami berempat yang bersama Pastor Kris (Pastor Paroki), dan Pastor Maman turut serta untuk kunjungan silahturahmi ini tiba disebuah persimpangan jalan yang menuju ke arah lebih masuk lagi menuju ke Kampung Sangkali, Desa Cogreg, Kecamatan Cikatomas.
Berharap bila jalan yang menuju arah masuk ke Kampung Sangkali bagus dan nyaman dilalui, ternyata tidaklah sesuai dengan apa yang ada dipikiran kami sepenuhnya.
Jalanan yang hampir seluruh bahu dan konturnya sudah banyak yang berlubang, rusak dimakan “raja jalanan” yang setiap hari lalu lalang, membuat esktra hati – hati dan pelan laju kendaraan untuk memilih sisi jalan yang layak untuk kendaraan kami agar tidak tersangkut dibawahnya.
Bergoyang kesana kemari seperti dikocok – kocok menjadi sisi kesan – kesan yang “mengasah andrenalin” kami semakin terpacu dengan situasi alam yang ada.
Tak banyak yang bisa kami lakukan sekalipun dengan kehati – hatian, tetap saja dua kali kami sepulang dari Kampung Sangkali sempat mengalami bunyi “Bruuk” dari bawah kendaraan, sebab tersangkut dengan bebatuan dan tanah yang berlubang – lubang.
Kurang lebih satu jam menuju ke Kampung Sangkali dari jalan raya Sukaraja – Cikatomas – Pangandaran, sampailah kami di Kampung Sangkali, Desa Cogreg, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya.
Sudah banyak orang disana yang sedang mengikuti pengajian akbar yang digelar oleh Paguron Nurul Gholabah (GENTUR) pimpinan dari KH Uman Lukmal Al Haqim, HSB yang biasa disapa A Uman, bekerjasama dengan Universitas Rakyat Aras Nur Iqroh Cikatomas Tasikmalaya, GENTUR (Gerakan Nelayan Terampil Untuk Rakyat), SETAPAK (Serikat Tani Pakidulan), Crisis Center, dan Sekretariat Kemanusiaan dan Keadilan (SEMADI) Bandung.
Acara ini dalam rangka Bakti Sosial 10 Muharram, Memperingati Tahun Baru Islam 1432 H/2010 M.
Dengan mengangkat Tema “Membangun Kehidupan Masyarakat Pakidulan Yang Lebih Baik, Adil, Makmur dan Penuh Kasih Sayang Bersama Kaum Dhuafa”.
Dan terselenggara selama dua hari, Rabu – Kamis, 15 – 16 Desember 2010.
Kedatangan kami disambut dengan kesederhanaan, namun ada keramahan dan kehangatan didalam dialog – dialog yang kerap diselingi guyonan, dan semakin mengenal dengan banyak orang didalam suasana yang damai dan sejuk.
Dijamu dengan makan siang, yang menunya sangat menggugah cita rasa lidah ini. Ada sate sapi yang besar potongannya dan dibumbui dengan kacang yang tidak bikin “eneg” diperut seperti bumbu sate yang lainnya.
Ada pepes ikan Gurame yang masih hangat mengepul – ngepul baru masak ketika kami tiba.
Rasanya kunjungan silahturahmi yang membahagiakan.
Dan seusai acara pengajian akbar dan tausiah selesai, kami melihat – lihat seputar lingkungan yang ada, saling menyapa, melempar senyum, berjabat tangan hal yang paling mudah dan sederhana yang bisa kami lakukan.
Kentalnya alam pedesaan yang terdapat sawah disekeliling, dan juga kolam ikan termasuk yang dipakai diatasnya untuk acara pengajian akbar dan tausiah.
Dengan dialas lantai dari anyaman dan tonggak penyangga tenda – tenda dari bahan tanaman pohon bambu, menjadi simbol kebersahajaan yang penuh makna nilai – nilai kearifan budaya lokal.
“Tempat ini dibagun selama satu minggu”, kata Kang Hasan yang menyambut kami dari awal.
Sempat menginjakkan kaki disebuah saung yang menjadi tempat berkumpulnya santri dan guru pembimbing untuk aktifitas kerohanian.
Berfoto dengan latar belakang simbol layar dari padepokan GENTUR dengan kaos yang tadi diberi oleh A Uman, dan menyimak dari alunan puji – pujian Sholawat Nabi yang dibawakan oleh santriwan santriwati yang bagi Pastor Maman sempat minta diabadikan, dan juga sangat gembira ketika bertemu dengan kawan – kawan lama beliau ketika bersama – sama aktif di “masa – masa perjuangan tahun 1998” saat masih menjadi frater dan mahasiswa di Bandung.
Dan pukul 14.00 WIB kami mohon undur diri dengan berpamit untuk kembali ke Tasikmalaya kepada A Uman dan Istri serta santriwan santriwati yang mengantar kami.
Semoga jalinan persaudaraan yang sudah terbina, terpupuk menjadi tumbuh subur mengakar, mekar dan berbuah di Bumi Priangan Timur.
Sumber: Paroki Tasikmalaya