JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia di bawah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono memiliki reputasi buruk dalam penegakan hukum, terutama menjamin hak dan keamanan warga negara dalam menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing.
Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Pdt DR Bonar Napitupulu, menyatakan, pemerintah lumpuh ketika ada kelompok warga negara tertentu bersikap main hakim sendiri kepada kelompok warga negara lain yang memiliki keyakinan berbeda. Selama tahun 2010 ini, negara terkesan melakukan pembiaran terhadap fenomena kekerasan atas nama agama. Pemerintah kehilangan roh dan jiwa UUD 1945 dan Pancasila.
Berikut selengkapnya wawancara Rakyat Merdeka Online, dengan pemimpin jemaat HKBP se-dunia ini, usai Ephorus yang digelari Ompui memimpin Pesta Jubileum 50 tahun HKBP Tebet Jakarta di Gedung Mulia Raja, Jakarta, Minggu (19/12).
Bagaimana pandangan Anda sebagai pimpinan jemaat HKBP soal penegakan konsep keberagaman dan kebebasan beragama yang selama ini berjalan di Indonesia?
Harus kita akui itu, sangat kita sesalkan. Mengapa? Pertama karena memang melalui sumpah pemuda kita sudah sepakat sebagai bangsa Indonesia. Bangsa itu bentuk kesepakatan nasional dan itu terdiri dari bangsa Batak, orang Jawa dan suku-suku lain, tapi kita sepakat semua jadi bangsa Indonesia. Berarti semua warga republik Indonesia harus punya hak hukum sama di seluruh nusantara ini.
Pada Orde Lama pernah ada istilah nation building, pembangunan bangsa, di Orde Baru tidak kita dengar dan lebih tak terdengar lagi pada Orde Reformasi, pembangunan bangsa itu nyatanya belum pernah terjadi. Pada saat pembangunan bangsa benar terjadi, tentu terutama menekankan bahwa bangsa Indonesia itu beragam, plural dan itu kita katakan bhineka tunggal ika, unity in diversity (persatuan dalam keberagaman). Tidak mungkin ada penyeragaman, harus unity in diversity.
Menurut Anda, apa hambatan utama penegakan konsep unity in diversity?
Kita harapkan pemerintah dan bangsa ini menjaga kebebasan beragama, terutama dalam mendirikan tempat ibadah. Tapi itu sepertinya sulit dilakukan karena salah satunya diakibatkan peraturan bersama menteri yang sebelumnya bernama Surat Keputusan Bersama atau SKB menteri tentang pendirian rumah ibadah.
Peraturan Bersama mendirikan tempat ibadah adalah bentuk inkonsistensi terhadap konstitusi dan dasar negara?
Jelas itu tidak sesuai Pancasila karena, kan pemerintah yang memberi ijin (mendirikan tempat ibadah), tapi kenapa mesti kita minta ijin orang lain untuk kemudian mendapat ijin dari pemerintah. Itu kan mengebiri wewenang pemerintah. Saya katakan pemerintah, karena pemerintah yang paling tahu planologi, lingkungan hidup dan sosial. Sebab itu yang paling kita sesalkan, Peraturan Bersama itu akibatkan masyarakat bisa main hakim sendiri.
Apakah Peraturan Bersama mengakibatkan saling benturan antar masyarakat?
Saya tidak mengatakan ada adu domba. Kalau ada satu kelompok agama yang belum penuhi peraturan bersama, ada satu kelompok tertentu memiliki hak mengeksekusi mereka. Yang paling kita sesalkan kejadian kekerasan seperti di Ciketing dan Rancaekek. Mengapa pemerintah membiarkan? Kenapa biarkan orang lain yang mengeksekusi, main hakim sendiri? Yang benar, kalau ada satu kelompok yang tidak setuju, dia harus melapor pada polisi kalau ada yang tak penuhi peraturan dan UU.
Sejauh mana reputasi pemerintah dalam penegakan hukum atas kejadian-kejadian kekerasan berlatarbelakang agama itu?
Saya tak katakan tidak ada peran pemerintah, tapi mereka (pemerintah) harus akui mereka gagal mengayomi hak hukum semua masyarakat, mereka gagal menyadarkan masyarakat bahwa bangsa ini hidup sebagai negara hukum.
Apakah ada indikasi tindak diskriminasi oleh pemerintah?
Ada masyarakat tertentu yang merasa punya wewenang lebih. Jangan sampai Peraturan Bersama itu tidak menggambarkan kebebasan dan kesamaan hak pada setiap insan bangsa Indonesia.
Anda menuntut Peraturan Bersama dicabut?
Peraturan Bersama dalam struktur hukum itu tidak ada tempatnya. Yang saya tahu, ada UUD, UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah. Peraturan bersama menteri-menteri itu tidak ada! Kita harapkan pemerintah mencari solusi lain yang menghargai keberagaman di segala hal agama maupun budaya.
Apa arah peran dan tugas HKBP di bawah pimpinan Anda dalam menghadapi situsi-situasi sulit tersebut?
Salah satu yang utama, kalau ada yang menekankan kebebasan beragama, itu bukan berarti membela Kristen apalagi membela HKBP. Itu tujuannya membangun konsep kebangsaan dan menjiwai roh kebangsaan. Saya tekankan kemanapun saya berada, harus berusaha melakukan itu agar jangan ada lagi orang Batak, Jawa, Padang, tapi yang ada Nusantara, yang ada Indonesia yang beragam budaya dan bahasanya. Kita harus bentuk kesadaran pada jemaat dan masyarakat umum bahwa kita punya hak sama dan harus menjalankan kewajiban sesuai hukum dan perundangan.
Sumber: Rakyat Merdeka