Sunday 5 December 2010

Sunday, December 05, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Perayaan Masa Advent Pada Asal Mula Perkembangan.
JAKARTA - Pertama kali kata ”advent” yang artinya kedatangan dipakai umum dalam imperium Romawi. Saat itu, kata ini digunakan untuk menyambut kedatangan seorang kaisar yang dianggap sebagai dewa. Baru beberapa abad kemudian, kata yang sama kemudian dipakai dalam gereja untuk menyatakan bahwa yang datang itu bukanlah kaisar, melainkan Kristus yang adalah Raja dan Tuhan. Jadinya, masa advent yang tadinya dipahami sebagai masa penyambut kedatangan seorang dewa, kini dipahami sebagai penyambutan kedatangan Kristus ke dunia.

Sambut perayaan Epifani
Seperti dituturkan Pastor Heri Kartono, OSC, awalnya masa advent merupakan masa persiapan menyambut Hari Raya Epifani, hari di mana para calon dibaptis menjadi warga gereja. Persiapan advent amat mirip dengan Prapaskah dengan penekanan pada doa dan puasa. Lamanya 3 minggu, dan kemudian diper-panjang menjadi 40 hari.

Tahun 380, Konsili lokal Saragossa, Spanyol menetapkan tiga minggu masa puasa sebelum Epifani. Diilhami oleh peraturan Prapaskah, Konsili lokal Macon, Perancis, pada tahun 581 menetapkan bahwa mulai tanggal 11 November, bertepatan dengan pesta Santo Martinus dari Tours, hingga Hari Natal, umat beriman berpuasa pada hari Senin, Rabu, dan Jumat. Lama-kelamaan, praktek serupa menyebar ke Inggris.


Di Roma, masa persiapan advent belum ada hingga abad keenam, dan dipandang sebagai masa persiapan menyambut Natal dengan ikatan pantang puasa yang lebih ringan.

Selanjutnya, seperti ditulis Pdt. Jeanne Kun, abad ke-6 perayaan advent sudah mulai muncul di gereja Roma. Di Roma, masa ini terdiri dari 4 atau 5 minggu. Pada tahun 604, Paus Gregorius Agung secara khusus memberikan khotbah advent. Berbeda dengan Gereja Perancis, Roma tidak mengadakan puasa. Masa advent di Roma lebih merupakan perayaan, masa yang penuh kegembiraan mempersiapkan pesta Natal, yang bersifat penitential.

Disatukan
Pada adab ke-8, masih menurut catatan Jeanne Kun, gereja Perancis menerima liturgi Roma. Maka, terjadilah pertentangan antara sifat advent Roma yang meriah dengan cara Perancis yang melaksanakan pertobatan dan puasa yang cukup lama.

Selama beberapa abad terdapat kebimbangan. Hingga abad ke-10, permulaan tahun gereja dimulai pada minggu pertama dalam masa advent, dan pada abad ke-13 telah dilakukan suatu bentuk yang tetap bagi masa advent dan merupakan gabungan antara kedua tradisi itu, di mana Roma menerima puasa dan pertobatan yang berasal dari tradisi Perancis dan kebiasaan Roma yang mempunyai masa 4 atau 5 minggu menjalankan advent.

Gereja, sebagaimana ditulis Pastor William P. Saunders, secara bertahap mulai lebih membakukan perayaan advent. Buku Doa Misa Gelasian, yang menurut tradisi diterbitkan oleh Paus St. Gelasius I (wafat tahun 496) adalah yang pertama menerapkan liturgi advent selama lima minggu. Di kemudian hari, Paus St. Gregorius I (wafat tahun 604) memperkaya liturgi ini dengan menyusun doa-doa, antifon, bacaan-bacaan dan tanggapan. Sekitar abad kesem-bilan, gereja menetapkan Minggu advent pertama sebagai awal tahun penanggalan Gereja. Dan akhirnya, Paus St. Gregorius VII (wafat tahun 1095) mengurangi jumlah hari Minggu dalam masa advent menjadi empat.

Liturgi advent ini secara praktis berlaku selama 600 tahun, sampai diadakan perubahan masa puasa pada tahun 1960 dan dibuat suatu revisi bagi teks misa yang dipakai untuk liturgi advent setelah Vatikan II.

Meskipun sejarah advent agak “kurang jelas”, makna masa advent tetap terfokus pada kedatangan Kristus. Katekismus Gereja Katolik menekankan makna ganda “kedatangan” ini: “Dalam perayaan liturgi advent, gereja menghidupkan lagi penantian akan Mesias; dengan demikian umat beriman mengambil bagian dalam persiapan yang lama menjelang kedatangan pertama Penebus dan membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua” (no. 524).

Oleh sebab itu, di satu pihak, umat beriman merefleksikan kembali dan didorong untuk merayakan kedatangan Kristus yang pertama ke dalam dunia ini. Kita merenungkan kembali misteri inkarnasi agung ketika Kristus merendahkan diri, mengambil rupa manusia, dan masuk dalam dimensi ruang dan waktu guna membebaskan kita dari dosa. Di lain pihak, kita ingat dalam syahadat bahwa Kristus akan datang kembali untuk mengadili orang yang hidup dan mati dan kita harus siap untuk bertemu dengannya.

Sumber: reformata