Thursday 23 December 2010

Thursday, December 23, 2010
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Pernyataan Bersama Pesan Damai Natal 2010 dan Tahun Baru 2011.
JAKARTA - Kedamaian bagai suatu hal yang mewah untuk dirasakan sepanjang tahun 2010 ini. Setelah 65 tahun merdeka, masih banyak warga negara yang kehilangan rasa aman dan diburu ketakutan saat menunaikan hak-hak konstitusinya, termasuk hak menunaikan ibadah sesuai kepercayaannya.

Perbedaan yang melatarbelakangi berdirinya Indonesia, justru menjadi nestapa bagi anak bangsa. Sebagai bagian dari anak bangsa yang meyakini bahwa Indonesia adalah rumah bersama, sedianya semua elemen bangsa merawat perbedaan, menjaga kedamaian, dan menolak segala bentuk intoleransi.

Demikianlah Pesan Damai Natal 2010 yang disampaikan gabungan organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan serta aktivis lintas agama dalam jumpa pers "Pernyataan Bersama Pesan Damai Natal 2010 dan Tahun Baru 2011" di kantor Maarif Institute, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (23/12/2010).

"Pesan moral yang terkandung dalam Hari Natal seyogyanya melecut kita untuk bangkit, mengabdi demi kedamaian," ujar Sekretaris Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Doddy Nugroho saat membacakan pernyataan bersama.

Keragaman agama yang ada di Indonesia, dinilai belum dipahami secara utuh, baik oleh para pemangku pemerintahan maupun kalangan sebagian masyarakat. Kekerasan berlatar belakang agama masih terjadi sepanjang tahun ini. "Tidak kurang dari 120 kasus kekerasan terjadi di Jawa Barat, terakhir yang mencuat di media, penutupan panti asuhan Jamaah Ahmadiyah di Kampung Cicaring, Tasikmalaya," ungkat Doddy.

Ditambah kasus penolakan tempat ibadah Huria Kristen Batak Protestan atau HKPB dan kasus penolakan rumah ibadah Jamaah Ahmadiyah di sejumlah daerah. "Semua bentuk tindak intoleransi dan kekerasan semacam itu menodai harmoni kehidupan kebangsaan Indonesia," kata Doddy.

Olehkarena itu, lanjut Doddy, dalam situasi kebangsaan yang sedang tercederai ini, pemerintah seharusnya bersikap adil atas semua golongan dan agama. Mendesak aparat penegak hukum untuk tidak kalau, apalagi membiarkan aksi intoleran. "Serta mendesak organisasi sosial-kemasyarakatan keagamaan untuk proaktif menjaga dan melindungi kebebasan beragama bagi siapapun," tambahnya.

Pesan Damai Natal tersebut dinyatakan bersama oleh Pendeta Gomar Gultom dari Persatuan Gereja Indonesia, Romo Benny Susetyo, Fajar Riza Ul Haq dari Maarif Institute, Adi Massardi (Komite Indonesia Bangkit), Jeirry Sumampow (PGI), Ton Abdillah (Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah), Muhammad Chozin (Ketua Umum PB HMI MPO), Stefanus Gusma (Ketua Presidium PP PMKRI), Sukman (Ketua Umum Hikmahbudhi), Doddy Nugroho (Ketua PB PMII), Slamet Nur Ahmad Effendi (Ketua Umum PP IPM), Noer Fajriensyah (Ketua Umum PB HMI), Jhon Rahmat (Ketua PP GMKI), dan Cokro Wibowo Sumarsono (Sekjen Presidium GMNI).

Berikut adalah Text lengkap dari Pernyataan Bersama Damai Natal 2010 dan Tahun Baru 2011.

Jakarta, 23 Desember 2010.
Kedamaian terasa mewah untuk dirasakan di sepanjang tahun 2010  ini. Perbedaan yang sebenarnya melatar belakangi berdirinya bangsa ini, justru menjadi nestapa. Setelah 65 tahun kita merdeka, masih banyak warga negara yang kehilangan rasa aman dan diburu ketakutan ketika menunaikan hak-hak konstitusinya. Hal tersebut adalah ironi yang masih terus kita alami.

Sebagai bagian dari anak bangsa yang meyakini bahwa Indonesia adalah rumah kita bersama, kami menghimbau agar kita– semua elemen bangsa – merawat perbedaan, menjaga kedamaian, menolak segala bentuk tindakan intoleransi, dan menghormati hak-hak setiap warga negara untuk beribadah serta merayakan hari besar keagamaannya tanpa rasa takut.               

Kami yang tergabung dalam pelbagai organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan serta aktivis lintas agama menyerukan kepada seluruh elemen bangsa agar terlibat aktif dalam meredam pelbagai tindak kekerasan dan intoleran. Pesan moral yang terkandung dalam Hari Raya Natal 2010 dan pergantian tahun ke 2011 seyogyanya melecut kita semua untuk bangkit, bersatu mengabdi demi kedamaian sekaligus berjuang untuk keadilan bagi siapa pun yang tersakiti.    

Kami prihatin, keragaman yang menjadi keniscayaan ontologis bangsa ini masih juga belum bisa dipahami secara utuh, baik oleh para pemangku pemerintahan maupun kalangan sebagian masyarakat. Realitas kekerasan berlatar belakang agama yang terjadi menjadi cermin ketidaksanggupan negara dalam mengelola kemajemukan yang terhampar, serta ketidaksiapan masyarakat dalam menerima perbedaan. Karena berbeda, rasa keamanan itu terenggut, ketakutan itu menghantui sebagian masyarakat. 
Ada banyak bentuk sikap intoleransi dan tindak kekerasan berlatar belakang agama yang sering kita jumpai dalam kehidupan masyarakat pada 2010 ini. Tidak kurang dari 120 kasus kekerasan berlatar belakang agama yang terjadi di Jawa Barat. Kasus kekerasan terakhir yang mencuat di beberapa media saat ini adalah penutupan terhadap panti asuhan milik Jamaah Ahmadiyah di Kampung Cicariang, Kelurahan Karsamenak, Kecamatan Kawalu, Tasikmalaya. Selain itu, di Kabupaten Bandung, tepatnya di Perumahan Bumi Rancaekek Kencana terjadi penyegelan tempat ibadah HKBP yang tak kunjung mendapatkan izin baik dari masyarakat maupun dari pemerintah setempat. Sedang di Sukabumi, sebuah masjid Ahmadiyah yang bersengketa dirusak dan dihancurkan oleh massa yang tergabung dalam kelompok Islam intoleran.
 
Semua bentuk tindak intoleransi dan kekerasan semacam itu kerap terjadi dan menodai harmoni kehidupan kebangsaan Indonesia saat ini. Oleh karena itu dalam situasi kebangsaan yang sedang tercederai ini, kami mendesak kepada pemerintah untuk bersikap adil di atas semua golongan dan agama; mendesak aparat penegak hukum untuk tidak lagi lalai apalagi membiarkan aksi-aksi intoleran yang dilakukan kelompok agama apapun; serta mendesak organisasi sosial-kemasyarakatan keagamaan untuk proaktif menjaga dan melindungi kebebasan beragama bagi siapa pun yang hidup di negeri ini.
 
Dengan berbuat bersama untuk Indonesia yang majemuk, kami percaya, tahun 2011 bisa memberikan jaminan keamanan dan kedamaian lebih baik dari pada tahun 2010.
Karena kemerdekaan yang sejati adalah merdeka dari rasa takut dan aman dari ancaman dan intimidasi.  Ini tidak lepas dari semangat pesan natal tahun 2010 ini, yang secara resmi disampaikan oleh Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) bahwa Terang yang sesungguhnya sedang datang ke dalam dunia (bdk.Yoh.1:9).
 
Demikian pernyataan ini kami sampaikan, semoga dapat menguatkan kembali tali perdamaian dan jalinan harmoni di antara sesama anak bangsa yang demikian majemuk ini. 

Sumber: Kompas/MaarifInstitute