JAKARTA - Gejala kekerasan atas nama agama membuat risau karena menimbulkan budaya kematian daripada budaya cinta yang menghidupkan. Sementara para penanggung jawab publik yang tidak memperjuangkan rakyat adalah sebuah bentuk kejahatan sosial.
Hal ini menjadi pesan Natal bersama Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) tahun 2010. Pesan Natal itu bertema ”Terang yang Sesungguhnya Sedang Datang ke Dunia”. Dalam pesan itu disebutkan bahwa penanggung jawab publik tidak sepenuhnya memperjuangkan kepentingan rakyat. Sorotan media massa tentang para pejabat publik yang melakukan praktik korupsi dan mafia hukum di segala bidang kehidupan sangat memilukan.
Saat dihubungi di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Ketua KWI Mgr Martinus D Situmorang, Rabu (22/12/2010), mengatakan, bangsa Indonesia belum sepenuhnya mengalami terang yang diberikan Allah.
”Inilah yang seharusnya menjadi perhatian bagi umat Kristiani, bahwa sudah saatnya mereka tidak lagi terjebak dalam sikap hidup yang dibatasi dengan ritual atau formalitas saja. Keluarlah melihat dunia nyata dan jadilah terang bagi sesama. Maka, jika setiap umat bisa menunjukkan sikap hidup sebagai warga negara Indonesia yang sejati, hakikatnya dia juga sudah menjadi seorang Kristiani sejati,” kata Martinus.
Terang palsu
Sementara Ketua PGI Pendeta Dr Andreas Yewangoe menambahkan, umat Kristiani harus kritis dan waspada dengan sejumlah pihak yang menyatakan dirinya adalah terang dan jalan kebenaran. Padahal, kemuliaan dan kebenaran ini tidak bisa dicapai secara instan.
”Kemuliaan atau terang sejati itu hakikatnya sudah harus teruji dalam penderitaan Salib. Oleh karenanya, dalam perayaan Natal tahun ini umat Kristiani harus lebih peka melihat terang. Kalau perlu umat Kristiani harus menjadi terang kebenaran bagi sesamanya,” kata Yewangoe.
Sumber: Kompas