Friday 7 January 2011

Friday, January 07, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Festival Glow oleh GBI Glow Fellowship Centre (GFC) Pecahkan Rekor Muri.
JAKARTA - Dalam rangka merayakan HUT pertama Persekutuan Doa Pagi Gereja Bethel Indonesia (GBI) Glow Fellowship Centre (GFC) di Kelapa Gading, GFC menggelar beberapa acara yang sangat kental muatan rohaninya.

Dengan judul besar Festival Glow 2010, pada 13 November 2010 silam, digelar konser doa, peluncuran buku serta bazaar atau pasar murah yang berpusat di Gading Marina, Kelapa Gading, Jakarta Timur.

Yang menarik, konser doa yang digelar selama 39 jam non-stop itu dicatat oleh MURI sebagai ibadah terpanjang dalam sejarah Indonesia.

Kebaktian tersebut dibagi menjadi 3 bagian yakni: Kebaktian Ibadah Raya, Kebaktian KKR dan Kebaktian Ibadah Pujian/Kesaksian.

“Kita mau menunjukkan bahwa kita bisa berdoa tanpa putus dan menyenangkan,” kata Gembala Sidang GFC Pdt. Gilbert Lumoindong S.Th., sambil menambahkan bahwa bentuk doa itu tidak harus lipat tangan dan berlutut saja, tapi segala kegiatan. “Ada kesaksian, ada nyanyian, ada juga doa. Jadi banyak variasinya,” katanya.

Serangkaian dengan acara doa itu, diluncurkan pula buku baru karya Pdt. Gilbert berjudul “Doa adalah senjata dahsyat orang percaya”.

Buku yang digarap dalam kurun waktu 16 minggu ini mengungkapkan makna keseharian dari doa “Bapa Kami”, doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri. “Bagi sebagian gereja, doa ini dianggap sebagai doa utama, tapi bagi sebagian lainnya, doa ini tidak pernah diucapkan, karena itu dianggap sebagai doa usang, seremonial.

Tapi saya percaya bahwa doa Bapa Kami ini merupakan doa mukjizat, doa kemenangan dan doa terobosan,” jelas Gilbert.

Inti utama buku ini adalah kupasan tentang doa Bapa Kami, kalimat demi kalimat. Setiap bab merupakan penggalan dari kalimat demi kalimat yang ada dalam doa Yesus tersebut. “Dengan doa kita hancurkan musuh yaitu kuasa iblis.

Dengan doa kita rebut mukjizat yang memampukan kita melihat dan menik-mati perkara-perkara besar. Doa itu bukan hanya pertahanan, tapi juga serangan ke depan untuk meraih kemenangan,” Gilbert merefleksikan makna doanya.

Sebagai pendeta yang “injak tanah”, melalui uraiannya tentang doa Bapa Kami ini, Gilbert ingin menyakinkan pembaca bahwa doa merupakan hal yang tidak rumit. “Doa itu asyik, tidak melulu spiritual. Sapaan ‘Bapa Kami yang di Sorga’ itu bukan term teologis yang membingungkan, tapi pernyataan keseharian yang menyejukkan hati,” timpalnya.

Sumber: Reformata