JAYAPURA (PAPUA) - Hadirinya surat telegram Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, tertanggal 13 Januari 2011 Nomor 189.341/110/SJ tentang Klarifikasi Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) No.4 Tahun 2010 terkait pemilihan anggora Majelis Rakyat Papua (MRP) saat ini, dinilai sebagai bukti arogansi, pelecehan dan penghinaan oleh pemerintah Indonesia terhadap hak hidup Orang Asli Papua.
Penilaian tersebut disampaikan pemimpin gereja-gereja di Tanah Papua, menyikapi sikap Mendagri yang memberikan klarifikasi, akan tetapi isinya telegram tersebut berupaya mereduksi dan menyangkal hak kekhususan Orang Asli Papua (Ras Melanesia) yang menjadi amanat dasar lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Papua.
"Surat tersebut kami nilai lecehkan dan bentuk arogansi pemerintah, sehingga semakin memperkuat keyakinan bahwa suaraumat yang menyatakan Otsus telah gagal, sehingga 11 rekomendasi harus didukung oleh semua pihak," kata Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua, Pdt. Socratez Sofyan Yoman, MA., kepada pers di Jayapura, Jumat (21/1) kemarin.
Socratez menjelaskan, terkait definisi Orang Asli Papua (OAP), dimana definisi versi telegram Mendagri dianggap sebagai tindakan sewenang-wenang mengaburkan identitas OAP ras Melanesia beserta hak kesulungannya di atas tanah Papua. "Sebaliknya justru membuka kesempatan luas bagi kaum migran (warga pendatang non Papua) untuk menguasai seluruh kehidupan politik dan pemerintahan di tanah Papua," ucap Pdt.Socratez, yang dibenarkan Wakil Ketua BP-AM Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua, Pdt. Drs. Elly D. Doirebo, M.Si.
Dalam siaran pers tersebut, diuraikan Definisi OAP "Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari susku-suku asli di Papua", diklarifikasi Mendagri menjadi "Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan atau orang-orang yang diterima atau diakui sebagai orang asli Papua oleh Masyarakat Adat Papua"
Definisi 'Masyarakat Agama' menurut Perdasus adalah "Semua penduduk OAP pemeluk agama di Provinsi" diubah dengan rumusan versi Mendagri menjadi "Masyarakat agama adalah semua penduduk Papua pemeluk agama di provinsi", Sedangkan definisi masyarakt perempuan menurut Perdasus "Masyarakat perempuan adalah semua penduduk orang asli Papua berjenis kelamin perempuan di provinsi" diubah menjadi "Masyarakat perempuan adalah penduduk bejenis kelamin perempuan di provinsi"
"Kami menolak segala bentuk pembodohan politik dan pembodohan hukum yng sedang dilakukan pemerintah terhadap OAP," tegas Pdt. Socratez, yang telah meluncurkan buku " Integrasi Belum Selesai". Dirinya mendesak pemerintah segera menjawab 11 rekomendasi musyawarah MRP - Rakyat asli Papua, karena pemilihan MRP jilid dua dan telegram Mendagri merupakan jawaban yang bertujuan mengalihkan tuntutan rakyat Papua.
Sementara itu, Ketua Sinode KINGMI di Papua, Pdt. Dr.Benny Giay, meminta Pemerintah Indonesia untuk segera mengadakan dialog dengan perwakilan masyarakat Papua, dengan dimediasi oleh pihak ketiga yang netral. "Bagi pemerintah daerah Gubernur Papua dan Papua Barat, DPR-Papua dan Papua Barat serta para bupati se tanah Papua, agar menghentikan segala kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan Orang Asli Papua," pintanya.
Pimpinan gereja-gereja di Papua, mengajak umat Tuhan yang adalah rakyat Papua, agar bersikap kritis dan bijaksana dalam melihat kebohongan-kebohongan terselubung yang dilakukan pemerintah. "Dalam hal ini yang dilakukan Badang Kesbang Papua dan kabupaten/kota di tanah Papua, karena melakukan proses percepatan pembentukan MRP jilid dua, tanpa melihat mempedulikan aspirasi penolakan Otsus dan 11 rekomendasi yang sebelumnya telah disampaikan," tandasnya.
Sebelumnya pada Senin (10/1) melalui komunike bersama pimpinan gereja-gereja di tanah Papua menyikapi status Otsus Papua dan Majelis Rakyat Papua, yang mana di tanda tangani oleh Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua, Pdt. Benny Giay., Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua, Pdt. Socratez Sofyan Yoman, MA., Ketua Sinode Gereja Bethel Pantekosta Papua, Pdt. Tony Infandi, S.Th, MA,. serta Pdt. Jemima Krey, S.Th.
"Pemerintah RI untuk segera melakukan dialog dengan rakyat Papua, guna menyelesaikan ketidakpastian hukum dan politik di Tanah Papua yang menjadi akar dari konflik yang berkepanjangan dan telah menyengsarakan umat Tuhan yang kami pimpin di bumi Cenderawasih ini," ucap Pdt. Drs. Elly D. Doirebo, yang menyambung pembicaraan dengan hamba Tuhan lainnya.
Mengakhiri pernyataan sikap pimpinan gereja, mereka meminta pemerintah Indonesia untuk menghentikan segala bentuk intimidasi, teror dan pola-pola pendekatan represif lainnya, yang bertujuan untuk membungkam suara-suara kritis dari umat kami terhadap kebijakan-kebijakan politik pembangunan di Tanah Papua yang tidak memihak kepentingan rakyat banyak.
Sumber: TabloidJubi