Friday, 7 January 2011

Friday, January 07, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Uskup Johannes Pujasumarta Pamit pada Umat Katolik Keuskupan Bandung.
BANDUNG (JABAR) - Dalam Surat Gembala yang dibacakan pekan lalu Mgr Johannes Pujasumarta, Pr menyampaikan rasa terima kasihnya kepada umat, sekaligus pamit untuk bertugas menjadi Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang.

“Pada akhir tugas penggembalaan sebagai Uskup Keuskupan Bandung melalui Surat Gembala ini saya ingin pamitan, mohon diri kepada seluruh umat Katolik Keuskupan Bandung,” kata Mgr Pujasumarta.

Mgr Pujasumarta ditahbiskan menjadi uskup pada 16 Juli 2008. Dalam kurun waktu kurang lebih dua setengah tahun, ia menetap di Kuria Keuskupan Bandung, yang biasa kami sebut Green House (GH) atau Griya Hijau.

Ia mengungkapkan bahwa ia merasa bahagia hidup bersama di lingkungan hijau tersebut. Namun karena mendapat mendapat mandat baru dari Paus Benediktus XVI ia harus meninggalkan Bandung untuk bertugas di KAS.

Pengumuman resmi penugasannya menjadi Uskup Keuskupan Agung Semarang dilakukan pada 12 November 2010 setelah sidang tahunan Presidium Konferensi Waligereja Indonesia.

Dalam tugasnya sebagai uskup Bandung, Mgr Pujasumarta telah menanam tidak hanya pohon di Griya Hijau tapi juga Arah Dasar Keuskupan Bandung 2010-2014.

“Kita, umat Allah Keuskupan Bandung, bercita-cita menjadi komunitas yang hidup, mengakar, mekar dan berbuah,” katanya.

50 Tahun Hirarki Indonesia

Mgr Pujasumarta juga mengajak umat untuk mensyukuri karya Tuhan dalam hidup Gereja Katolik di Indonesia, dan khususnya Gereja Katolik Keuskupan Bandung.

“Terutama pada tahun 2011 kita bersyukur karena 50 tahun yang lalu Paus Yohanes XXIII telah berkenan menganugerahkan hirarki episkopal kepada Gereja Katolik di Indonesia. Sebagai ungkapan syukur atas 50 tahun Hirarki di Indonesia, Sidang Tahunan KWI 2010 menyetujui, agar setiap Keuskupan merayakan Ekaristi pada awal Januari 2011.”

Ia menambahkan, alasan didirikannya Hirarki Gereja di Indonesia bukan hanya karena jumlah umat yang berkembang pesat, tapi juga kemandirian Gereja Katolik Indonesia dalam tenaga pribumi (imam, biarawan-biarawati maupun awam) untuk mengembangkan Gereja masa depan.

Sumber: Cathnews Indonesia