DEPOK (JABAR) - Masa Paskah Gereja Kristen Jawa (GKJ) Yeremia Depok, Jawa Barat dimulai Minggu (20/2). Pembukaan selubung Baliho Tema dan Subtema Masa Paskah 2011 oleh Pdt. Matias Filemon dari GKJ Tangerang yang menyampaikan firman dalam Kebaktian Tukar Mimbar Sinode minggu itu menandai dimulainya kegiatan menjelang peringatan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain Persekutuan Doa (PD), Pemahaman Alkitab (PA), Sarasehan dan berbagai kegiatan lain. Dalam kesempatan pembukaan Masa Paskah tersebut Majelis Gereja menyerahkan materi PA dan PD kepada Komisi Anak, Komisi Remaja, Komisi Pemuda, Komisi Adiyuswa dan Wilayah-wilayah.
Tema Masa Paskah GKJ tahun ini adalah “LIHATLAH MANUSIA ITU, LIHATLAH KRISTUS”, sedangkan subtemanya “Dengan Semangat Paskah Kita Tingkatkan Hidup Saling Menolong di tengah Keluarga, Gereja dan Masyarakat. Majelis Gereja telah membentuk panitia yang dinamai Panitia Hari Besar Gerejawi (PHBG) 2011.
Panitia ini yang akan merencanakan, menyusun dan mengoordinir kegiatan dalam Masa Paskah dan peringatan hari besar selama setahun. Dalam sambutannya Zepta Hutabarat selaku Ketua Panitia mengajak seluruh jemaat GKJ Yeremia mendukung kegiatan dalam Masa Paskah 2011 ini. Walaupun saat ini GKJ Yeremia sedang giat-giatnya membangun Ruang Kebaktian Remaja yang membutuhkan dana yang tidak sedikit, namun diharapkan warga jemaat tetap memperingati Paskah dengan semangat.
Kegiatan sosialisasi materi Masa Paskah 2011 juga diadakan majelis gereja dengan mengadakan Diskusi Bahan Dasar Masa Paskah yang telah disediakan Sinode GKJ tanggal 24 Februari 2011 bersama komisi, wilayah dan anggota Panitia. Dalam kesempatan tersebut terjadi dialog dan diskusi tema dan subtema Masa Paskah 2011.
Dalam Masa Paskah 2011 ini, kita diajak untuk menyatukan pandangan hati kita bersama untuk melihat Dia: Lihatlah Manusia itu! “Melihat, lihatlah” bukan hanya gerak fisiologis dari syaraf mata yang terarah ke suatu tujuan melainkan suatu komitmen untuk mengarahkan hati dan seluruh hidup kita sebagai umat-Nya hanya kepada Kristus.
Ketika tidak ada lagi yang mampu menjadi teladan dan tempat menaruh harapan, masih ada Kristus yang dapat kita lihat. Lalu, ketika pandangan kita bertemu dengan pandangan mata Kristus yang penuh welas asih, terjadilah percikan harapan yang menjadi awal pemulihan. Kristus yang datang dan hadir untuk memulihkan wajah kehidupan adalah juga Kristus, Sang Manusia yang menjadi teladan dan harapan bagi kita yang mengalami terkoyaknya wajah kehidupan akibat kekerasan. Inilah hakikat dan inti spiritualitas Kristiani.
Spiritualitas Kristiani yang ciri utamanya adalah berpusatkan pada Allah. Allah menjadi pusat kehidupan karena kepada-Nya kita arahkan pandangan hidup kita. Dalam persekutuan dengan Allah atau spiritualitas yang berpusatkan pada Allah kita akan mengalami kebebasan dari emosi yang tak terkendali dan frustasi yang hebat melumpuhkan. Kita juga dibebaskan dari godaan-godaan untuk berkuasa, menjadi bintang dan menang sendiri seperti Yesus juga mengalami kebebasan dari godaan-godaan di padang gurun (Matius 4:1-11).
Dalam upaya untuk kembali ke spiritualitas dan dalam konteks dimana konflik penuh kekerasan masih mewarnai kehidupan bersama baik dalam masyarakat maupun di dalam gereja, ada pertanyaan yang sederhana dan mendasar untuk kita. Pertanyaan itu bila diungkapkan dengan memakai istilah klasik “demi kemuliaan Allah” akan berbunyi, “Benarkah kita hidup bersama sebagai gereja demi kemuliaan Allah?” Bila pertanyaan ini sudah tidak mampu dijawab ketika konflik yang saling menyakitkan juga terjadi di dalam gereja, pandangan batin dan iman kita memang harus berbalik (bertobat) dari arah yang dituntut oleh egoisme pribadi dan kelompok menuju arah dan pandangan yang dituntun hanya kepada Dia, kepada Allah dan sekaligus juga kepada Sang Manusia! Namun spiritualitas Kristiani tidak hanya berdimensi vertikal.
Ciri utama spiritualitas Kristiani juga selalu bersumber dalam perjumpaan dengan manusia. Di dalam manusia kita menjumpai Sang Manusia. Di dalam persaudaraan sesama manusia kita mengalami karya perdamaian yang kita yakini dalam karya pengampunan dan penebusan Kristus di atas kayu salib. Yang bertikai harus merendahkan diri dengan rendah hati karena nama baik atau kemuliaan Allah dipertaruhkan bila kita tetap tersulut emosi penuh kemarahan.
Memaafkan itu menghidupkan! Dengan begitu, Spiritualitas Kristiani bukanlah sekedar urusan ritual keagamaan yang eksklusif melainkan sekaligus menjadi Spiritualitas atau Kesalehan Sosial. Di dalam gereja, menjadi Spiritualitas Persahabatan; dan di tengah masyarakat menjadi Spiritualitas dan Kesalehan Sosial. Itulah ringkasan dan inti diskusi malam pembahasan Bahan Dasar Paskah 2011.
Sumber: WARTA JEMAAT GKJ YEREMIA