Friday 18 February 2011

Friday, February 18, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Sinode Gereja Kemah Injil (Kingmi) Papua Dukung Gerakan Anti Kebohongan.
JAKARTA – Gerakan kritis terhadap pemerintahan SBY yang mengusung isu anti kebohongan semakin meluas. Gerakan yang diprakarsai para tokoh lintas agama ini terus mendapat dukungan publik. Salah satunya dari kalangan Sinode Gereja Kemah Injil (Kingmi) yang bermarkas di Papua. 

Para pendeta Kingmi itu kemarin (17/2), bertemu dengan sejumlah anggota Badan Pekerja Gerakan Tokoh Lintas Agama Melawan Kebohongan Publik di Kantor Ma’arif Institute, Jalan Tebet Dalam Barat, Jakarta Selatan. Hadir di antaranya, Ketua Sinode Kingmi Papua, pendeta Benny Giay. Dia didampingi pendeta Titihalawa, pendeta Minggus Pigai, dan Frederika Korain. 

Mereka disambut para anggota badan pekerja, antara lain Direktur Insititute Hijau Indonesia Chalid Muhammad, Direktur Reform Institute Yudi Latief, pakar komunikasi UI Effendi Gazali, Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo A Benny Susetyo, dan Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq. ’’Mereka datang untuk menyampaikan keprihatinan terhadap situasi sosial, ekonomi, dan politik di Papua,’’ kata Chalid Muhammad, usai pertemuan. 

Menurut Chalid, pendeta itu mengeluhkan tidak adanya upaya serius dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan Papua secara mendasar dengan mengedepankan dialog yang sejajar. Selain itu, para tokoh gereja melihat adanya relasi Jakarta dan Papua yang mengingkari konstitusi. Kebhinekaan, tutur Chalid, tidak sungguh –sungguh menjadi dasar untuk mengembangkan Papua berdasarkan karakternya yang khas. 

Sedangkan Pdt Benny Giay saat ditanya, menyatakan bahwa mereka datang tuk menyampaikan tiga pilar kegagalan dan kebohongan pemerintah SBY kepada orang Papua. Yaitu gagal dan bohong memperkuat ekonomi Papua, gagal dan bohong melindungi hak warga Papua, serta gagal dan bohong berpihak pada rakyat Papua. "Pemerintah sudah berbohong dan menipu rakyat Papua," serunya.

Alam juga dieksploitasi bukan untuk kemakmuran rakyat di Papua, tetapi justru untuk keuntungan korporasi. Bahkan, proses eksploitasi itu seringkali diwarnai pemaksaan. Ini sudah berlangsung sejak era orde baru sampai sekarang. 

Sedangkan data statistik 2010 menempatkan Papua dan Papua Barat sebagai provinsi paling banyak orang miskinnya,’’ katanya.Chalid menyebut informasi yang diberikan tokoh –tokoh agama dari Papua semakin melengkapi data dan informasi badan pekerja mengenai berbagai praktek ketidakadilan sosial, ekonomi, dan politik.

Sumber: Tim PPGI