Thursday 10 March 2011

Thursday, March 10, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca DPRD Papua Khawatir Perpecahan dan Konflik di Kalangan Gereja-Gereja di Tanah Papua.
JAYAPURA (PAPUA) - Ada kekhawatiran DPRP akan terjadinya keretakan dalam tubuh lembaga Gereja Gereja di Tanah Papua. Kekhawatiran ini muncul, menyusul sikap sejumlah Ketua Sinode Gereja- Gereja di Tanah Papua terkait pengembalian Otonomi Khusus (Otsus) kepada pemerintah pusat dan desakan agar pemilihan Majelis Rakyat Papua (MRP) dihentikan sementara. 

Kekhawatiran ini dilotarkan Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda didampingi Ketua Tim Pansus Pemilihan MRP Ruben Magay S.IP, Wakil Ketua Tim Pansus Pemilihan MRP Ir Weynand Watory, serta Sekretaris Tim Pansus Pemilihan MRP Ignasius W Mimim Amd.IP, serta Anggota Tim Pansus Pemilihan MRP Yulius Rumbairusi ketika meeting DPRP dan para Pimpinan Gereja di Tanah Papua di Hotel Muspagco, Jayapura, Sabtu (26/2) pagi. 

“Saat ini sedang terjadi politik yang tak bagus di Sinode Gereja Gereja di Tanah Papua yang dapat mengakibatkan terjadinya konflik di tubuh Gereja sendiri,” katanya.Karena itu, lanjutnya, untuk menetralisir konflik ini pihaknya mengambil sikap mempersatukan seluruh Ketua Sinode Gereja- Gereja di Tanah Papua guna menyatukan persepsi agar tak terjadi perpecahan di tubuh Gereja.Politisi Partai Demoktar Papua ini menegaskan, pihaknya tak hendak mengintervensi pembagian kuota keanggotaan MRP, tapi para Ketua Sinode Gereja Gereja di Tanah Papua duduk bersama dan berbicara agar ada persamaan persepsi untuk penyelamatan umat diatas tanah ini. 

“Kalau Para Ketua Sinode Gereja Gereja di Tanah Papua mulai memunculkan konflik lalu bagaimana nasib umat Tuhan di atas tanah ini, sehingga kami lembaga DPRP menginisiasi pertemuan bersama semua tokoh-tokoh pemimpin Gereja-Gereja di atas Tanah Papua,” katanya sembari menambahkan pihaknya menyesalkan tak seorangpun Ketua Sinode Gereja Gereja di Tanah Papua yang hadir, tapi mengirim utusan.” 

“Apabila kami mengundang para Ketua Sinode Gereja Gereja di Tanah Papua tapi tak hadir, maka jika ada aksi unjukrasa di DPRP, kami akan tutup pintu dan pergi,” tukasnya. Karena itu, tambahnya, pihaknya mengharapkan pertemuan berikutnya dapat dihadiri para Ketua Sinode Gereja Gereja di Tanah Papua. “Kami melihat sadar ataupun tak sadar Gereja telah mengarah ke politik praktis,” katanya sembari mengajak agar para Ketua Sinode Gereja Gereja di Tanah Papua menarik diri dari rana politik lalu siapa yang mau melihat jemaat ini.” 

Dia mengatakan, ketika pihaknya bersama para Ketua Sinode Gereja Gereja di Tanah Papua melakukan pertemuan bersama Deputi Menkopolhukam, bahkan pemerintah pusat menjelaskan pihak pihak yang menolak Otsus hanya segelintir saja, sementara cukup banyak pihak yang telah menikmati keberhasilan Otsus. 

Sementara Ketua Tim Pansus Pemilihan MRP Ruben Magay mengatakan, inti dari pertemuan tersebut, agar Gereja di Tanah Papua harus utuh dan tak terpecah-pecah ketika memandang persoalan apapun. “Gereja harus satu bahasa dalam menyampaikan pendapat kepada pemerintah. Pemimpin Gereja harus mengutamakan kasih bukan ambisi. Kalau hal ini tak sirna dari lubuk hati kita, maka siapa yang mesti diteladani,” katanya. 

Menurut dia, Gereja juga harus benar dalam menyampaikan data yang mengenai umat. Jangan Gereja kecil bilang besar. Kalau Gereja yang bukan Sinode di Tanah Papua mengapa harus berusaha untuk duduk di MRP. Gereja harus jujur kepada pemerintah supaya pemerintah tak membuat kesalahan. “Jadi kuota itu berdasarkan jumlah anggota jemaat. Jadi mereka yang ada Sinodenya di Tanah Papua itu yang harus dipertimbangkan masuk dalam utusan MRP,” imbunya. Wakil Ketua Tim Pansus Pemilihan MRP dan Wakil Ketua Komisi A DPRP Ir Weynand Watory mengatakan, belajar dari pengalaman yang lalu yakni polemik agama yang menjadi problem yang mengakibatkan proses pemilihan MRP tertunda. 

Padahal, lembaga MRP ini hadir untuk mengatasi masalah bukan membuat masalah baru lagi antara lain sejumlah complain yang disampaikan bahwa ada kelompok kelompok masyarakat yang merasa memenuhi sarat tapi dicoret karena dianggap makar, ada mobilisasi di beberapa daerah dan aparat dilibatkan serta kelompok agama yang lalu juga sudah mendorong bahwa Otsus gagal. 

Jadi dari perkembangan perkembangan ini maka ada dualisme dan menimbulkan perpecahan baik di adat, agama dan perempuan. “Apakah komitmen Gereja ini masih mau bersama atau tidak. Sejarah peradaban orang Papua ini Gereja yang menjadi pioner sebelum pemerintah masuk, tapi justru kini Gereja yang menjadi pionir memunculkan konflik karena ada MRP itu sangat mengecewakan. 

Kesannya seperti MRP segala-galanya. “Jangan sampai kita buat data yang tak benar. Kesalahan ini juga disebabkan sensus penduduk yang tak benar berdampak ke Gereja,” katanya. Anggota Tim Pansus Pemilihan MRP Yulius Rumbairusi mengutarakan pihaknya ingin agar DPRP tegas bahwa Sinode Gereja Gereja yang sampai saat ini masih ingin berdialog adalah Sinode yang mempunyai banyak umat di Papua. “Saya catat ada 3 Sinode masing masing KINGMI, GIDI, dan GKI ini jumlah orang asli Papua cukup signifikan. 

Kita berharap sebenarnya perekrutan anggota MRP di Gereja tak bermasalah,” ungkapnya. Menurutnya, pihaknya setuju legitimasi Sinode yang mengutus itu harus jelas agar apabila ada di MRP bisa bertanggungjawab menyampaikan pendapat dari lembaga Gereja mana. “Kita perlu sampaikan kepada pemerintah pusat dalam penyusunan Perdasus Pemilihan MRP bahwa ada kelemahan-kelemahan dalam penyususunan Perdasus kurang melibatkan stakeholder.

Sumber:  Bintang Papua