Thursday, 10 March 2011

Thursday, March 10, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Masalah Pelayanan hingga Konflik dalam Gereja Jadi Fokus Jelang Raker Pertama Sinode Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua.
JAYAPURA (PAPUA) - Masalah yang diperkirakan mencuat saat Raker I Sinode Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua yakni masalah pelayanan dan pembinaan umat serta dapat membangun pemahaman bersama mengelola ketegangan dan konflik yang menimpa lembaga gereja yang pelayanannya dimulai di wilayah Pegunungan Tengah Provinsi Papua sejak tahun 1940-an . 

Hal ini diutarakan Ketua Sinode Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua Dr Benny Giay didampingi Wakil Ketua I Pdt Erson Wenda STh, Wakil Ketua II Pdt Yoab Kiwak STh, Sekretaris II Yesaya Pigome SH serta Bendahara Umum Nasson Utti SE ketika menyampaikan keterangan pers di Kantor Sinode Gereja KINGMI di Tanah Papua, Jayapura, Selasa (8/2). 

Dia menegaskan, selama ini pihaknya tak memberikan perhatian serius terhadap pembinaan umat khusus di Gereja KINGMI di Tanah Papua maka apabila terjadi masalah di lingkungan pemerintah maupun masyarakat bisa dipahami dan dimaklumi. Karena itu, tambahnya, untuk memperlancar pelayanan dan pembinaan umat, maka pihaknya merencanakan mengirim seorang petugas gereja untuk pembinaan umat di Jakarta dan Manado. 

“Kami sedang mencari lokasi yang memungkinkan agar seorang petugas gereja dapat mempelajari ketrampilan pembinaan umat,”katanya. Dia mengatakan, Raker ini direncanakan hadir 150 orang yang berasal dari Klasis Gereja KINGMI serta mahasiswa yang dibina dan dididik Sinode Gereja KINGMI di Tanah Papua yang tersebar diseluruh Tanah Air. Menurut dia, sesuai statistik jumlah umat Gereja KINGMI di Tanah Papua sebanyak 500.000 jiwa yang tersebar di 72 Klasis baik di Provinsi Papua dan Papua Barat. 

Menurutnyaa, Raker I Sinode Gereja KINGMI di Tanah Papua juga diharapkan sekurang-kurangnya diketahui masyarakat luas dan umat agar bisa mengikuti perkembangan dan pergumulan sertan persoalan Gereja KINGMI di Tanah Papua. Kehadiran Gereja KINGMI di Tanah Papua, dimulai sejak tahun 1930-an yang merintisnya sebuah Badan Penyiaran Injil dari Amerika di Paniai. Badan ini menghasilkan sebuah karya monumental yakni diresmikan Gereja KINGMI di Tanah Papua pertama pada 6 April di Bioga. 

Kini Gereja KINGMI di Tanah Papua diikuti hampir semua etnis dan wilayah di hampir semua kabupaten pada wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat. Sepanjang tahun 1930-an Gereja KINGMI di Tanah Papua dikelola secara mandiri dan independen. Tapi sejak Pebruari 1983 Badan Penyiar Injil yang tinggal dan bekerja di Tanah Papua membutuhkan surat izin kerja selama di Papua yang dikeluarkan satu Badan Gereja yang berpusat di Jakarta. Alhasil, Gereja KINGMI di Tanah Papua yang tadinya mandiri dan independen itu akhirnya bergabung dengan sebuah Badan Gereja tersebut demi menyelamatkan keberadaan Badan Penyiar Injil itu. 

Namun demikian, pada tahun 2004 Badan Penyiar Injil itu meninggalkan wilayah Tanah Papua akhirnya diputuskan Gereja KINGMI di Tanah Papua kembali seperti sebelumnya sebagaimana keputusan Konferensi Nasional Gereja KINGMI pada Maret 2006 bersama Gereja KINGMI di Jawa dan sekitarnya memutuskan mengubah Anggaran Dasar yang membolehkan pihaknya kembali ke Gereja KINGMI. Dia mengatakan, walaupun hal itu adalah keputusan Konferensi Nasional Gereja KINGMI yang merupakan wadah tertinggi gereja, maka Badan Pengurus Pusat Gereja KINGMI tak melaksanakan itu tapi justru menuduh Gereja KINGMI di Tanah Papua eksodus dari Gereja KINGMI. 

Karena itu, lanjutnya, muncul persoalan baru dimana Ketua Badan Pengurus Pusat Gereja KINGMI Pdt.Paul Paksoal dan kawan kawan menggugat asset-aset berupa tanah dan bangunan yang kini dikelola Sinode Gereja KINGMI di Tanah Papua diseluruh wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat. 

Pengadilan Negeri Kelas I A Jayapura dan dilanjutkan ke Pengadilan Tinggi Papua. Namun demikian, berdasarkan keputusan itu gugatan itu ditolak. Lantaran gugatannya ditolak maka dilanjutkan ke Mahkamah Agung (MA) pada 20 Desember 2010. Pada 28 Desember 2010 MA menolak gugatan tersebut. Selanjutnya 3 Januari pihaknya menerima risalah pemberitahuan putusan MA No 1962/K/2009, tanggal 7 Juni 2010. “Keputusan pemerintah yang adalah lembaga hukum negara seyogyanyalah dipahami semua pihak. 

Kami berjuang selama ini dan melalui pertolongan Tuhan dan kerja keras semua pihak keputusan ini tiba ditangan kami,” katanya. Karena itu, ujar Doktor Antropologi ini, pihaknya menghimbau kepada umat agar tak diombang-ambingkan selebaran dari berbagai pihak yang membingungkan umat, khususnya di Kabupaten Intan Jaya pada Agustus lalu. Karena itu,ia mengajak seluru umat Gereja KINGMI di Tanah Papua bersatu dan membenahi serta menata Gereja KINGMI dengan baik kedepan.

Sumber: Bintang Papua