Friday, 25 March 2011

Friday, March 25, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Front Anti Militerisme : Petinggi TNI Bubarkan Yonif 744/SYB. KUPANG (NTT) - Berbagai elemen mahasiswa yang tergabung dalam Front Anti Militerisme menggelar aksi damai di DPRD NTT, Senin (21/3/2011). Front ini diterima Wakil Ketua DPRD NTT, Anselmus Tallo didampingi Stanis Tefa.

Kelompok mahasiswa yang menggelar aksi damai menyampaikan orasi dan yel-yel yang mengecam TNI, terutama Yonif 744/SYB. Menurut kelompok ini, TNI adalah pengayom masyarakat, bukan pembunuh yang menakutkan. Untuk itu oknum pelaku yang menyebabkan Charles Mali meninggal dunia harus diproses hukum dan prosesnya berlangsung transparan. Petinggi TNI jangan menutup-nutupi proses hukum yang berlangsung sehingga masyarakat dan keluarga korban mengetahuinya.

Dalam pernyataan sikap yang ditandatangani Koordinator Kontras, Martin, Keluarga Mahasiswa Katolik FKM Undana, Sabinus Rabu, HIPPMATIM, Frans Mudarate, IMAPEM, Yohanes Abun, PMKRI Cabang Kupang, Odorikus Goa Owa, LMND ESKOT Kupang, Yulius Kasimo, Permasi, Thomas Wera, Forum Solidaritas Mahasiswa Belu (FOSMAB), Fransiskus de Ulumau, GEMMA, Maria Edelweis Lejap dan KPW Partai Rakyat Demokratik, James Faot, mahasiswa menuntut agar petinggi TNI membubarkan Yonif 744/SYB.

Mahasiswa juga mengecam keras tindakan oknum aparat TNI Yonif 744/SYB Atambua atas penganiayaan yang mengakibatkan Charles Mali meninggal dunia dan lima orang lainnya luka-luka.

Mahasiswa meminta agar petinggi TNI mengembalikan korps ini sebagai alat pertahanan negara, bukan sebagai alat keamanan sipil, menuntut pengembalian militer ke barak dan perbatasan, bubarkan komando teritorial, pemerintah pusat dan daerah dinilai gagal menjamin keberlangsungan HAM, menuntut penegak hukum yang berwenang agar memproses persoalan ini secara cepat dan transparan agar publik mengetahui secara benar dan mencabut hak istimewa peradilan militer yang terkesan tertutup.

Ketua DPRD Belu, Simon Guido Seran, menegaskan, pihaknya sangat setuju dengan usulan Muspida Plus agar pos TNI yang tidak resmi di Mako Yonif 744/SYB dibubarkan. Pasalnya, selama ini ada pengeluhan dari warga bahwa oknum TNI selalu melakukan pemalakan di lokasi pos tidak resmi itu.

"Dewan sangat setuju dengan usulan yang disampaikan muspida plus itu. Kalau pos provost dalam kompleks Mako Yonif 744/SYB itu memang sesuai aturan. Tapi untuk pos tidak resmi yang berada di luar mako harus dibubarkan. Selama ini banyak sekali pengaduan dari warga bahwa setiap kali mereka melintas di lokasi itu, selalu terjadi pemalakan yang dilakukan oknum TNI," tegas Simon Guido Seran kepada Pos Kupang di ruang kerjanya, Senin (21/3/2011).

Menurut Simon, kehadiran pos itu sesungguhnya di perbatasan RI-RDTL untuk menjaga kedaulatan NKRI. Sementara kehadiran pos tidak resmi itu sama sekali tidak ada fungsinya, malah hanya menciptakan keresahan di tengah masyarakat. Untuk itu, katanya, dewan secara lembaga akan membuat surat pernyataan sikap terkait kasus yang menimpa Charles Mali, cs.

Danrem 161 Wirasakti, Kol Arh I Dewa Ketut Siangan sepakat membubarkan pos tidak resmi yang meresahkan masyarakat tersebut. Danrem menegaskan, untuk pengamanan perbatasan TNI hanya menyiapkan pos permanen, bukan pos darurat yang dijadikan tempat pemalakan.

Sumber : Pos Kupang