Wednesday 30 March 2011

Wednesday, March 30, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Pendidikan Katolik: Tanamkan Semangat Misionaris. BALIKPAPAN (KALTIM) - Peringatan 100 tahun pendidikan Katolik di Kalimantan Timur merupakan salah satu momen, titik pijakan refleksi pendidikan Katolik 100 tahun mendatang. Insan pendidik harus terus membawa semangat roh pendidikan yang sudah ditanamkan para misionaris 100 tahun silam di Laham, Kaltim.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi Pendidikan Keuskupan Agung Samarinda Pastor Nicolas Setija saat membacakan sambutan Uskup Agung Samarinda pada seminar Refleksi Karya Pendidikan Katolik Menuju Kualitas Pendidikan di Masa Depan .

Seminar pendidikan yang diadakan di Hotel Adika Bahtera Balikpapan ini dalam kaitan memperingati 100 tahun karya pendidikan Katolik di Kaltim sekaligus HUT ke-37 Yayasan Pendidikan Katolik Yos Sudarso Balikpapan.

Menurut Nicolas, semangat roh pendidikan yang sudah ditanamkan para misionaris 100 tahun di Laham adalah tidak menyerah menghadapi kesulitan dan tekun mencari jalan keluar.

Pendirian sekolah pertama di Laham tahun 1911 tak lepas dari berbagai kesulitan, seperti susah mencari peralatan dan keperluan sekolah, serta sulit mencari murid. Hari pertama hanya ada 10 laki-laki dan akhir tahun ada 31 orang. Orangtua tidak melepas anaknya tinggal di asrama dan sekolah karena dulu harus membantu di kebun. Pemerintah kolonial pun tak mendukung karena saat itu manfaat sekolah tak diperhatikan.

Para misionaris mencari murid dengan jalan dari kampung ke kampung di pedalaman. Pendekatan dan sosialisasi makna pendidikan kepada kepala kampong dan pemerintah kolonial Belanda dilakukan. Hasilnya, selama 10 tahun jumlah murid menjadi 92. Rata-rata ada penambahan 6-7 murid per tahun.

Dalam perkembangan zaman, lanjut Nicolas, karya pendidikan Katolik diteruskan Yayasan Pendidikan Pengajaran dan Pembangunan Rakyat (YP3R) dan berkembang 100 tahun dengan munculnya Yayasan Pendidikan Katolik Harapan Mulia Tarakan, Budi Bakti Karya MASF, Yos Sudarso Balikpapan, Elifa Mitra Setia FSE, Perkumpulan Dharma Putri Suster SPM, dan Gabriel Manek PRR. Saat ini di Kaltim ada 31 sekolah dan 7.248 murid.

Katolik menjadi ciri khas dan identitas karya pendidikan Katolik sepanjang masa, walaupun ada banyak persoalan global dalam dunia pendidikan. Inilah dimensi religious yang membedakan dengan sekolah negeri maupun swasta.

Ketua panitia yang juga Pembina di Yayasan Yos Sudarso Balikpapan, Daniel Thio, mengatakan, masalah yang dihadapi yayasan dan sekolah saat ini adalah klasik, yakni keterbatasan dana. Berkurangnya minat orangtua menyekolahkan anaknya ke sekolah Katolik tak bisa terhindarkan.

Tantangan semakin banyak tatkala sekolah Katolik berhadapan dengan sekolah negeri. "Di sekolah kami memang kuota siswa terpenuhi, namun dari tahun ke tahun peminat turun. Kecenderungan sekarang, sekolah negeri lebih favorit," ujar Daniel.

Sekolah Katolik memang terus berbenah. Namun, kata Daniel, sekolah lain juga sama kencang berbenah. Agar mendapat tempat di hati masyarakat, sekolah Katolik sudah terbuka. Sekolah-sekolah di bawah naungan Yayasan Yos Sudarso, 10 persen gurunya beragama non-Katolik. Siswa separuhnya juga non-Katolik.

Seminar ini antara lain menghadirkan Pastor Markus Wanandi SJ, Ketua Komisi Pendidikan Keuskupan Agung Jakarta, sebagai pembicara kunci. Romo Markus menyentil banyak tentang paradigma dan sistem pendidikan lawas yang mesti ditepikan apabila ingin memajukan karya pendidikan Katolik di Kaltim.

Di negara Amerika Serikat, misalnya, sekolah-sekolah yesuit malah menanti disupervisi. Sebab, dari supervisi itu digali masukan dari siswa dan guru. Siswa ditanya apa yang kurang pada pendidikan di sekolah, sedangkan guru ditanya apa yang diajarkan sudah bagus. "Lalu ini digabungkan dan ditindaklanjuti," kata Romo Markus.

Sementara di Indonesia, supervisi dianggap sebagai mencari-cari kesalahan sekolah. Tak heran jika sekolah dan guru malah cemas jika hendak disupervisi. "Karena itu, kami sedang merancang kursus bagi para kepala sekolah agar mereka tahu apa sebenarnya supervisi," kata Romo Markus.

Daniel Thio mengatakan, seminar ini untuk merefleksikan apa yang terjadi dan apa yang dihadapi sekolah , yayasan-yayasan Katolik, serta umat saat ini. "Itu sangat penting agar ke depan karya pendidikan Katolik semakin berkualitas," ujarnya.

Sumber: Kompas