Saturday 12 March 2011

Saturday, March 12, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Pesan Sidang Majelis Pekerja Lengkap Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPL-PGI) di Tobelo.
TOBELO (MALUT) - Kita patut bersyukur kepada Tuhan Yesus Kristus, Raja Gereja, karena persidangan Majelis Pekerja Lengkap-Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPL-PGI) pada tanggal 04-08 Februari 2011 di Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara, Propinsi Maluku Utara berlangsung dengan baik, dan berakhir penuh damai dan persaudaraan. Persidangan yang berlangsung dalam suasana kebatinan gerejawi yang mendambakan persekutuan di antara sesama umat beriman, dan persaudaraan anak bangsa ini telah menghasilkan sejumlah keputusan penting, strategis dan mendasar, yang merefleksikan pergumulan gereja-gereja dengan tugas panggilannya yang terus-menerus dan senantiasa baru, baik di dalam lingkup gereja-gereja sendiri, maupun di tengah-tengah masyarakat, bangsa, negara serta kemanusiaan.

Kami telah menikmati keramahtamahan jemaat-jemaat, masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara, serta seluruh masyarakat Maluku Utara pada umumnya yang menerima kami dengan penuh persaudaraan. Kami juga merasakan dengan penuh terimakasih pelayanan Panitia Pelaksana yang menopang seluruh kegiatan ini sehingga berlangsung dengan baik. Semua ini memperlihatkan bahwa semangat beroikoumene tetap berkobar-kobar di hati para anggota jemaat. Khususnya kepada Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH), dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara kami menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus karena memungkinkan peristiwa oikoumenis ini berlangsung dengan penuh semarak.

Ketika kita sedang merasakan suasana damai dan persaudaraan ini, tiba-tiba kita dikejutkan oleh berita tentang terjadinya kekerasan bernuansa agama yang ditujukan kepada warga Ahmadiah di Pandeglang (Banten) dan warga-gereja di Temanggung (Jawa Tengah). Kita menyatakan keprihatinan mendalam terhadap peristiwa-peristiwa ini. Kita sedih karena bangsa kita belum mampu belajar dari pengalaman masa lampau, bahwa kekerasan tidak pernah menyelesaikan persoalan. Sebaliknya kekerasan dapat melahirkan lingkaran kekerasan yang tidak habis-habisnya. Kita menyampaikan rasa duka mendalam terhadap korban-korban yang jatuh. Kita juga prihatin karena Pemerintah tidak mampu melindungi warganya sebagaimana secara sangat jelas ditegaskan di dalam UUD 1945.

Persidangan MPL-PGI ini dibimbing oleh Pikiran Pokok: “Memperkuat Persekutuan, Merawat Kemajemukan, dan Memelihara Lingkungan.” Ini adalah penjabaran Tema Sidang Raya ke-15 di Mamasa, Sulawesi Barat: “Tuhan Itu Baik Kepada Semua Orang…” (Mz. 145:9a) dan Sub-tema: “Bersama-sama Seluruh Komponen Bangsa Mewujudkan Masyarakat Majemuk Indonesia Yang Berkeadaban, Inklusif, Adil, Damai dan Demokratis.”

Pilihan Pikiran Pokok ini merefleksikan kesadaran dan pergumulan persidangan MPL-PGI dalam memahami secara jujur kondisi-kondisi obyektif dalam hal bergereja, berbangsa, bernegara dan berkemanusiaan. Semuanya ini secara terus-menerus mendorong kita untuk prihatin, peduli, dan bertanggungjawab guna bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat, bangsa dan para penganut agama-agama mencari dan menemukan penyelesaian-penyelesaian yang lebih kreatif dan produktif.

Penyelesaian-penyelesaian dimaksud sekaligus mengejawantahkan “Kebaikan Tuhan” melalui upaya-upaya bersama memperkuat persekutuan, merawat kemajemukan, dan memelihara lingkungan, yang pada akhirnya memperkuat kemanusiaan itu sendiri, serta memperteguh kesetiakawanan kebangsaan yang adalah proyek bersama, berintikan rasa senasib dan sepenanggungan, sekaligus juga menegaskan kembali komitmen oikoumenis kita.

Kami mencatat beberapa kondisi obyektif akhir-akhir ini baik sebagai gereja maupun sebagai bangsa:
  1. Persekutuan dan semangat oikoumenis belum sepenuhnya dihayati sebagaimana diharapkan, seperti terlihat dalam kenyataan-kenyataan berikut: Dokumen Keesaan Gereja (DKG) sebagai komitmen bersama gereja-gereja belum sepenuhnya dilaksanakan; masih lemahnya rasa “senasib” di antara gereja-gereja karena kecenderungan gereja dan jemaat-sentris; terlampau bervariasinya tantangan-tantangan dan dinamika kehidupan sosial-politik yang dihadapi oleh gereja-gereja yang menuntut respons yang beranekaragam pula.
  2. Prinsip kemajemukan di antara bangsa kita masih belum dilihat sebagai kekayaan. Sebaliknya ada kecenderungan mempertentangkan perbedaan-perbedaan tersebut sehingga belum sepenuhnya bangsa kita merasakan keadilan dan kesetaraan, serta kemerdekaan sejati sebagaimana terungkap dalam fakta-fakta berikut: rakyat Papua masih terus menjerit mengenai harkat dan martabat kemanusiaannya secara kultural, politik dan ekonomi. Jatidiri mereka sebagai manusia mengalami pengebirian; stigmatisasi dan politisasi dengan mempergunakan isu-isu ideologis telah melahirkan ketakutan, bahkan kekerasan di kalangan masyarakat; kekerasan bernuansa agama dan etnis yang ditujukan kepada penganut agama dan berkeyakinanan lain masih terus terjadi, sebagaimana terwujud dalam aksi-aksi penutupan rumah-rumah ibadah serta ketidakbebasan beribadah; hukum masih dilecehkan, di mana kekuasaan dan uang ditabalkan sebagai panglima. Kepastian hukum tidak diikuti oleh keadilan hukum. Penyelewengan dan mafia hukum terus terjadi tanpa kepastian penyelesaiannya; kemiskinan dan penderitaan sebagian rakyat Indonesia masih ditemui di mana-mana. Sistem dan kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh negara kita sekarang, yang sering diklaim sebagai ekonomi berbasis kerakyatan oleh pemerintah ternyata tidak berpihak kepada rakyat. Masih banyak warga yang menderita gizi buruk dan tidak memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai; praktek-praktek korupsi makin merajalela yang dilakukan tidak lagi tertutup, melainkan terang-terangan; pelanggaran hak-hak asasi manusia berat tidak ditangani dengan serius. Komitmen bersama untuk menegakkan Konstitusi dan nilai-nilai Pancasila ternyata kian memudar dan tidak berjalan semestinya sebagaimana dicita-citakan oleh para Pendiri bangsa ini;
  3. Bencana alam yang membawa korban manusia terjadi di mana-mana: Wasior, Mentawai, Merapi dan lain-lain. Perusakan lingkungan antara lain melalui berbagai kebijakan-kebijakan yang tidak ramah lingkungan marak di mana-mana.

Atas dasar kenyataan-kenyataan ini dan dibimbing oleh iman serta tanggungjawab kepada Tuhan dan sesama manusia, kami, peserta Sidang MPL-PGI Tobelo menyampaikan seruan dan pesan berikut:

a. Kepada gereja-gereja dan warga gereja untuk:

  1. terus-menerus memperkuat persekutuan, dan secara konsisten dan konsekuen mendaratkan dan/atau menjemaatkan DKG secara terprogram. Mengupayakan agenda-agenda bersama gereja-gereja melalui program-program aksi bersama guna menanggulangi masalah-masalah kemanusiaan.
  2. terus-menerus menegaskan Pancasila sebagai rumah bersama, dan ideologi bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui aksi-aksi bersama. Secara terus-menerus mengupayakan tata-kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berpegang teguh pada Konstitusi dengan mewujudkan kehidupan bersama yang adil, damai-sejahtera, serta ikut-serta menjunjung tinggi tegaknya harkat dan martabat manusia.
  3. terus-menerus merawat kemajemukan dengan membangun saling percaya-mempercayai, dialog dan kerjasama lintas-agama guna menjawab masalah-masalah kemanusiaan bersama seperti: bencana alam, penyakit-penyakit sosial, lingkungan hidup, kemiskinan, dan seterusnya.
  4. terus-menerus membangun budaya ramah-lingkungan, memperluas jejaring guna mencegah perusakan alam dan lingkungan secara sewenang-wenang dan yang tidak manusiawi. Membangun spiritualitas cinta-bumi dalam bentuk memelihara lingkungan, menghijaukan dan mencegah perambahan hutan, mencegah pencemaran, dan membangun kehidupan keluarga yang bersih, hemat enerji, dan seterusnya.
  5. mendukung serta mengawal atas dasar prinsip-prinsip etika dan moral terwujudnya pemerintahan yang bersih, bermoral, beretika, transparan dan akuntabel dengan melawan segala bentuk dan praktek KKN baik secara individu maupun institusi dengan agenda-agenda nyata.
  6. mengembangkan program-program pelayanan yang berpihak pada penderitaan dan pengharapan hidup orang banyak dalam lingkungan gereja, lintas-gereja, lintas-agama, dan lintas lembaga-lembaga sosial.

b. kepada Pemerintah untuk:

  1. melindungi segenap tumpah-darah Indonesia, dan semua warga yang hidup di dalamnya tanpa memandang agama, ras, etnis dan golongan, termasuk golongan Ahmadiah.
  2. menjamin secara sungguh-sungguh kebebasan beragama dan beribadah bagi setiap warga negara Indonesia.
  3. memberi perhatian secara serius terhadap substansi Pernyataan Terbuka Gerakan Tokoh Lintas-agama Melawan Kebohongan Publik yang disampaikan kepada Presiden RI pada tanggal 17 Januari 2011.
  4. mendengarkan jeritan rakyat Papua mengenai harkat dan martabat mereka dan berbagai persoalan kemanusiaan lainnya sebagai akibat kegagalan UU Otonomi Khusus, serta memberi perhatian serius terhadap kritik-kritik yang disampaikan oleh gereja-gereja di Tanah Papua terhadap proses-proses pemerintahan, politik dan sosial. Memperhatikan secara sungguh-sungguh desakan gereja-gereja di Tanah Papua bersama Masyarakat Adat Papua untuk mewujudkan dialog Papua-Jakarta.
  5. meninjau kembali berbagai kebijakan pembangunan kehutanan dan maritim yang merusak lingkungan.
  6. membangun sistem demokrasi yang substansial, di mana antara lain kepentingan dari mereka yang disebut “minoritas” dijamin sepenuh-penuhnya.
  7. membangun dialog yang terus-menerus dengan seluruh komponen bangsa guna menguatkan tegaknya kemajemukan dan demokrasi bagi kebaikan dan kemaslahatan bersama.

c. Kepada seluruh komponen bangsa untuk:

  1. menyatakan keprihatinan mendalam atas berbagai kekerasan bernuansa agama yang ditujukan kepada anak bangsa, termasuk golongan Ahmadiah.
  2. menyatakan bahwa kekerasan dalam bentuk apapun tidak menyelesaikan persoalan. Bahkan kekerasan menciptakan kekerasan baru.
  3. ikut serta merawat kemajemukan sebagai kekayaan bersama, bukan sebagai yang dipertentangkan.
  4. memelihara lingkungan dengan melestarikan pohon-pohonan dan mencegah agar lingkungan tidak dicemarkan dengan berbagai tindakan-tindakan nyata.

Demikianlah Pesan Dan Seruan ini disampaikan kepada segala pihak sebagai wujud memperkuat persekutuan, merawat kemajemukan dan memelihara lingkungan. Tuhan yang baik itu memampukan kita untuk berbuat baik bagi sesama makhluk.

Ditandatangani oleh:
  • Pdt. DR. Andreas A. Yewangoe (Ketua Umum PGI)
  • Pdt. Gomar Gultom (Sekretaris Umum PGI)