Wednesday 9 March 2011

Wednesday, March 09, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Sejarah Gereja Katolik di Samarinda Berawal dari Hulu Mahakam.
SAMARINDA (KALTIM) - Meski lebih dulu menginjakkan kaki di Samarinda pada 24 April 1907 silam, namun para misionaris Katolik tidak menjadikan daerah ini sebagai tempat pertama untuk memulai karya pewartaannya. Mereka malah lebih memilih wilayah hulu Mahakam.

Tepatnya di Laham, Kutai Barat, yang letaknya persis di Bantaran Sungai Mahakam, kurang lebih 400 Km dari Samarinda. Tapi sebelumnya, mereka tinggal di Long Iram sampai Juni 1907, khusus untuk mempelajari bahasa Dayak Busang yang menjadi bahasa pergaulan masyarakat suku-suku Dayak di hulu Mahakam.

Selanjutnya, dengan perahu, para misionaris itu menuju Laham, yang letaknya sekitar 100 Km dari hulu Long Iram. Laham dipilih sebagai stasi (sebuah kawasan, Red) pusat karya Pastoral, hanya suatu kebetulan saja.

Rencana pertama sebenarnya ke daerag bernama Long Deho dan Long Bluu. Kedua kampung itu terletak di daerah hulu riam Sungai Mahakam. Tetapi rencana itu ditinggalkan karena mereka beranggapan, lebih baik mendirikan stasi di bagian ilir riam lebih dahulu.

Alasannya, karya di hulu riam akan menjadi sangat sulit apabila belum ada stasi di ilir. "Setelah puluhan tahun berkarya di hulu Mahakam, baru sekitar tahun 1933, para misionaris itu masuk ke Samarinda," tutur Roedy Haryo AMZ, salah satu tokoh umat Katolik Samarinda, yang mengikuti perkembangan dari berbagai narasumber dan dokumen yang ditinggalkan para misionaris.

Namun di masa awal, kunjungan para misionaris dari wilayah hulu masih sangat terbatas. Paling hanya sekali dalam setahun. Atas pertimbangan tersebut, sehingga pada tahun yang sama, ditetapkan Samarinda sebagai salah satu Paroki (sebuah kawasan yang lebih luas).

Dalam perkembangan selanjutnya, ditetapkan menjadi Paroki Katedral St Maria Pembantu Senantiasa. Saat itu, perwakilan Gereja Katolik di Kalimantan masih terpusat di Banjarmasin dengan nama Vikariat Apostolik.

Maklum, untuk Banjarmasin, sudah dijajaki sejak 1689 oleh Pater Ventimiglia, seorang misionaris asal Portugal. Melihat perkembangan umat yang begitu pesat, sehingga diperlukan perwakilan gereja Katolik yang baru di Kaltim.

"Atas pertimbangan itu, kemudian pada 21 Februari 1955, Vikariat Samarinda dibentuk dan dipisahkan dari Banjarmasin dengan dipimpin Mgr Yacobus Romejein MSF," tutur Pr Dr Yan Ola Keda PR, Pastor Paroki Katedral St maria, saat bincang singkat dengan harian ini kemarin.

Setelah pembentukan itu, diikuti dengan karya nyata di tengah masyarakat. Dimulai di bidang pendidikan dengan membuka sekolah-sekolah Katolik. Termasuk membuka sekolah perawat dan bidan untuk perhatian di bidang kesehatan. Itu yang menjadi cikal bakal pendirian rumah sakit bersalin pada 1971, yang kini dikenal sebagai RS Dirgahayu.

"Dengan demikian, Samarinda tampil dengan wajah sebagai pusat pastoral dan Paroki St Maria Pembantu Senantiasa dituntut untuk mampu berbenah diri mengikuti dinamika perkembangan gereja lokal," tukasnya.

Disinggung soal bangunan fisik Katedral ST Maria, ia mengaku sudah lumayan tua. Itu dibangun sejak 1956 silam dan bertahan hingga kini. Kalaupun ada rehab, paling sebatas perbaikan kecil.

Sumber: Samarinda Pos