Sunday, 17 April 2011

Sunday, April 17, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Umat Katolik di Lereng Merapi Rayakan Minggu Palem dengan Sederhana.
MAGELANG (JATENG) - Umat Katolik di kawasan lereng barat Gunung Merapi, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, merayakan rangkaian pekan suci Paskah yang dimulai dengan Minggu Palma secara sederhana.

"Tahun ini kami merayakan secara sederhana, mengingat masyarakat sini masih menghadapi bencana banjir lahar setelah letusan Merapi. Kesederhanaan perayaan ini wujud solidaritas sebagai sesama warga Merapi," kata Seksi Perayaan Paskah 2011 Gereja Santo Paulus Dusun Tangkil, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Paulus Setyo Bagus Sasongko, di Magelang, Minggu.

Pekan suci paskah meliputi Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, dan Minggu Paskah untuk mengenang Yesus saat disambut pengikut masuk Kota Yerusalem, perjamuan terakhir, wafat Yesus disalib, dan kebangkitan Yesus dari kematian.

Umat setempat yang berjumlah sekitar 700 orang berasal dari berbagai dusun terakhir sekitar enam kilometer barat puncak Merapi. Kawasan itu berada di antara aliran Kali Lamat dan Kali Blongkeng yang aliran airnya berhulu di Merapi.

Meskipun sederhana, katanya, umat tetap merenungkan makna atas rangkaian perayaan itu terkait dengan kehidupan mereka di Merapi pascaletusan dahsyat 2010 dan ancaman banjir lahar dingin secara beruntun hingga saat ini.

Perayaan Minggu Palma untuk mengenang Yesus disambut para pengikut sebagai raja memasuki Kota Yerusalem, dilaksanakan umat Merapi secara sederhana dalam kemasan kehidupan petani.

Mereka masing-masing membawa daun palma pada prosesi yang dipimpin Romo Yohanes Maryono Pr. Romo Maryono mengenakan pakaian Jawa bermotif lurik dengan selempang stola warna merah dan tutup kepala "iket". Sebagian umat juga mengenakan pakaian ala petani.

Puluhan anak-anak yang juga berpakaian petani bertutup kepala caping bertuliskan "Mbok Luwih", simbol letusan Merapi 2010 yang memberikan berkah melimpah untuk masyarakat.

Setelah Romo Maryono memberkati daun palma dengan percikan air suci di tanah lapang di tengah kampung itu kemudian umat prosesi menuju Gereja Tangkil yang berjarak sekitar 200 meter dari tempat pemberkatan itu.

Lagu-lagu gerejawi berbahasa Jawa terdengar mengiring prosesi itu. Seorang anak Rifanto (7) duduk di "angkong", kereta dorong yang biasa digunakan warga setempat untuk mengangkut panenan pertanian, pupuk, dan rumput, saat prosesi itu, dua anak lainnya mengenakan pakaian tarian jatilan Wahyu (12) dan Revo (12) berjalan di barisan pertama sambil menari diiringi tabuhan beberapa kenong dan bende.

Sejumlah orang melepas kain sarung yang dikenakannya dan kemudian menggelar di jalan yang dilalui peserta prosesi itu. Performa itu sebagai simbol umat membentangkan alas yang terbaik untuk dilalui pemimpin mereka.

"Itu menyimbolkan Yesus disambut sebagai raja yang membebaskan dari segala kesusahan hidup. Kami memandang di Merapi ini, anak-anak adalah raja-raja kita pada masa depan, yang akan menentukan kekuasaan kelak. Mereka mengidolakan Yesus, kepemimpinan dan semangat Yesus sebagai raja tertanam dalam diri anak-anak kami melalui berbagai profesinya kelak," katanya di sela perayaan Minggu Palma di kawasan itu.

Romo Maryono mengatakan, perayaan itu menggambarkan Yesus yang pada masa lalu naik keledai disambut umat sebagai raja memasuki Kota Yerusalem. Ketika itu umat membawa daun palma dan membentangkan kain di jalan sebagai tanda penyambutan terhadap raja.

"Yesus tahu bahwa kalau dirinya masuk Yerusalem ada yang tidak suka karena mempunyai kepentingan yang berbeda dengan Yesus. Yesus akhirnya ditangkap dan menjalani penderitaan hingga wafat disalib," katanya.

Ia menyampaikan kepada umat tentang makna kesetiaan Yesus menjalani tugas panggilan dari Bapa di surga yakni menyelamatkan umat manusia dari dosa.

"Kita hari ini belajar mengambil suatu pilihan yang jelas dengan segala risikonya. Anak-anak memilih sekolah dengan risiko harus belajar rajin, mengerjakan ujian nasional supaya pandai, warga menjadi petani dengan risikonya sendiri, orang-orang dewasa mengambil pilihan hidup berumah tangga dan punya anak dengan risiko harus mendidik anaknya. Semua untuk mencapai kebahagiaan dan kedamaian hidup," katanya.

Segala keputusan atas pilihan hidup manusia, katanya, harus secara teguh dihadapi baik dalam situasi suka maupun duka.

Yesus, katanya, mengajarkan umat menghadapi situasi apapun dengan jiwa besar.

Sumber:Kompas