Tuesday 24 May 2011

Tuesday, May 24, 2011
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Pemimpin Gereja Ortodoks Rusia Himbau Umat Kristen Bersatu Atasi Krisis Demografis. MOSKOW (RUSSIA) - Pemimpin Gereja Ortodoks Rusia mengatakan dalam sebuah konferensi di Moskow bahwa menghentikan krisis demografis di Rusia harus menjadi prioritas bagi semua orang Kristen, serta negara.

Berbicara baru-baru ini dalam Christian Inter-confessional Council of the Community of Independent States and Baltic Countries, Uskup Agung Volokolamsk Mgr Hilarion mengatakan bahwa untuk berhasil menyelesaikan persoalan demografis, Gereja dan berbagai komunitas agama, negara, media masa, dan para artis hendaknya bersatu dalam menghadapi masalah tersebut, demikian Lifesite News.

Menurut prediksi para pakar demografi, populasi Rusia menurun sekitar 0,5 persen per tahun, atau sekitar 750.000 hingga 800.000 orang per tahun selama tahun 1990-an dan hampir seluruh tahun 2000-an. Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan penduduk usia lanjut, angka kelahiran yang rendah, dan tingkat aborsi sangat tinggi di Rusia. Sebuah laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan bahwa sepertiga penduduk Rusia akan hilang pada tahun 2050 kecuali tren saat ini dihentikan.

“Semua kekuatan di bidang kesehatan dalam masyarakat harus dikerahkan untuk mencegah punahnya populasi kita. Membalikkan kecenderungan yang mengkhawatirkan sekarang ini menyangkut demografi yang sudah muncul beberapa dekade terakhir ini sangatlah perlu,” kata Hilarion, ketua kantor hubungan eksternal gereja-gereja dari Moscow Patriarchate.

“Kita butuh kebijakan untuk mendukung keluarga dan nilai-nilai tradisional di bidang moral. Ini harus dilakukan pada tingkat pemerintahan melalui sistem kesehatan dan pendidikan baik di tingkat dasar, menengah, dan tinggi. Media massa dan komunitas agama juga harus turut mewujudkan kebijakan ini.”

Pemimpin Gereja Ortodoks tersebut mencatat bahwa budaya modern secara terbuka menentang nilai-nilai Kristen, dan menuntun masyarakat, dan khususnya kaum muda, menuju kebebasan yeng bersifat egoistis dan berlebih-lebihan sehingga terjadilah kevakuman di bidang moral.

“Kita harus belajar menerjemahkan pesan positif dari moral kita ke dalam bahasa budaya kontemporer,” tegas uskup agung tersebut.

“Nilai-nilai positif di bidang moral hendaknya tidak lagi dirumuskan dalam kategori abstrak. Nilai-nilai tersebut perlu dimasukkan ke ‘dapur’ bahasa, baik itu bahasa seni, bahasa film, bahasa musik, dan bahasa lukisan. Cara untuk membuat nilai-nilai ini menjadi umum adalah menjadikan nilai-nilai itu lebih gampang diasimilasikan, dengan memberi dimensi hidup dan eksistensial kepada nilai-nilai tersebut, dan tidak sekedar merehabilitasi nilai-nilai itu,” kata Uskup Agung Hilarion.

Sumber: Cathnews Indonesia