Monday, 2 May 2011

Monday, May 02, 2011
1
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Romo Johannes Hariyanto : Pemikiran Tidak Bisa Dihakimi!. JAKARTA - “Mengenai masalah Anand Krisna ini, bukan lagi masalah pribadi, tapi ada hal yang mendasar dari masalah ini. Tentu kalau terkait dengan pelecehan seksual, mungkin banyak yang akhirnya mengambil jarak. Tapi masalahnya bukan itu, melainkan pengadilan terhadap pemikiran. Dan yang menurut saya dan ICRP sendiri, yang merayakan to celebrate diversity, maka atas nama itulah setiap pengadilan terhadap pemikiran seseorang, kepada siapa pun tidak boleh terjadi. Bandingkan dengan kasus DPR yang membuat dan meloloskan undang-undang, akhirnya mereka juga yang melanggar undang-undang itu, sampai sekarang belum ditindak,” begitu ujar Romo Hary.

Mogok makan
Johannes Hariyanto SJ, yang akrab disapa dengan Romo Hary, mengatakan hal tersebut di Sekretariat ICRP, tanggal (15/04/2011). Beliau adalah salah seorang dari narasumber yang menyatakan pandangannya dalam press conference “Suara Keadilan dari Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat- Pemikiran Tidak Seharusnya Diadili dan Dikriminalisasi”, hajatan yang digelar oleh Komunitas Pecinta Anand Ashram.

Tak hanya Romo Hary, yang menjadi narasumber hadir juga Djohan Effendi (Menteri Sekretaris Negara 2000-2001), Franz Magnis Suseno SJ (Direktur Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara), Pdt. Mindawati Perangin-angin (Anggota Lutheran World Federation), Ida Pedande Sebali Tianyar Arimbawa (Ketua Sabha Pandita Parisada Indonesia Pusat), Oskar Sinurat (Universal Peace Federation) dan Utami (Padma Nagari, organisasi mantan anggota DPR). Dalam pertemuan itu Romo Hary, yang juga selaku tuan rumah dari ICRP, sempat memberitahukan sebuah kabar, bahwasanya pada hari itu, Lia Eden juga sudah bebas dari hotel “Prodeo”.

Sejak 9 Maret 2011, Anand Krisna ditahan terkait dengan tuduhan perbuatan pelecehan seksual dan dianggap melanggar pasal 290 dan 294 KUHP. Kasus pelecehan seksual ini yang langsung marak diberitakan oleh banyak media, yang melihat kasusnya sangat “empuk” karena sang spiritualis itu diduga melakukan pelecehan seksual. Namun kini, umur perkaranya sudah memasuki delapan bulan. Delik pengadilan itu sekarang sudah tidak lagi pelecehan seksual melainkan kepada ajaran-ajaran Anand Krisna, yang dianggap berbeda. Dalam peradilan yang tertutup itu, malah yang dipertanyakan adalah seputar pemikiran Anand Krisna. Hal yang aneh mengingat pemikiran Anand Krisna sendiri sudah banyak yang diketahui oleh khalayak ramai Bukunya sudah banyak tersedia di toko buku seantero Indonesia. Atas peradilan yang semakin berlarut-larut, semenjak di penjara, Anand melakukan “perlawanannya” dengan aksi mogok makan. Hingga press conference ini dilakukan, beliau sudah melakukan aksi mogok makannya yang ke-38 hari. Aksi mogok makan ini dilakukannya sejak tanggal 9 Maret, sejak dia masuk di dalam tahanan.

Berita yang ‘empuk’

Terkait dengan berubahnya umur perkara tersebut, maka Utami, yang pernah menjadi anggota DPR selama tiga kali, mengatakan,“Fokus bulan pertama yaitu pelecehan seksual seharusnya sudah selesai. Karena tidak bisa dibuktikan. Jadi gak perlu sampe 8 bulan. Krisna yang katanya melakukan pelecehan seksual di Ciawi itu, juga tidak benar karena pada tanggal tersebut Krisna sedang berada di Sunter.” Bahkan Utami juga menambahkan kalau visum dari seorang Tara, perempuan yang mengaku dilecehkan tersebut, ternyata masih perawan, sampai sekarang. “Pengacaranya Tara juga bilang kalau pelecehan seksual itu adalah ‘entry point’ dan sisanya yang sekarang dipertanyakan adalah tentang bukunya, pemikirannya. Ujungnya adalah pencekalan atas pemikiran dan kebebasan ber-ekspresi. Di pengadilan hanya 10% yang membahas mengenai pelecehan seksual, sedangkan 90% lainnya adalah tentang pemikirannya. Dan nyatanya yang lebih empuk diberitakan di media adalah isu pelecehan seksual,” ujar Utami yang dulu pernah studi mengenai komunikasi massa di Bandung.

Terkait dengan pemikiran-pemikiran dari Anand Krisna, yang banyak tertuang dalam berbagai buku, Minda Perangin-angin, seorang pendeta, malah tidak mempersoalkan hal itu, “Dulu ada bukunya Anand Krisna, yang berjudul A New Christ, ada orang yang tidak suka dengan bukunya tersebut. Tapi setelah saya baca, mereka yang tidak suka itu, karena memang mereka yang tidak paham tentang agama.”

Kekuatan hitam
Mengenai sosok pribadi Anand Krisna sendiri, Romo Magnis dalam pernyataannya mengatakan, “Saya tidak tahu kenapa dia ditahan. Dia tidak melarikan diri, tidak berbahaya. Bagaimana pak hakim bisa memaksakan. Tapi yang saya dengar dari Romo Hary, ternyata di dalam sidang tersebut, yang dipertanyakan ke Anand Krisna adalah ajaran-ajarannya. Ini sebuah kekurang ajaran yang luar biasa. Apa yang dipikirkan oleh Anand Krisna tidak bisa diadili. Saya himbau bapak hakim agar dia tidak melecehkan diri terlibat dalam konspirasi. Saya juga melihat perkara ini tidak dijalankan dengan kaidah-kaidah yang semestinya dilakukan.”

Menutup konferensi pers tersebut, Djohan Effendi, menerawang lebih jauh, “Kayaknya kekuatan-kekuatan hitam di negeri ini harus di lawan dengan kekuatan spiritual. Kita minta hakim dalam hal ini untuk menggunakan hati nurani dan akal sehat. Saat ketemu dengan Anand, saya juga membujuk beliau, kalau kita masih memerlukan beliau.”

Sumber: PGI